Â
Cita rasa masakan nusantara menggoda selera, dengan ramuan khas dan bumbu alami serta cara memasak dan menyajikan penuh keramahan membuat selera makan memuncak. Salah satunya adalah rawon.
Rawon merupakan salah satu menu istimewa dan disajikan di waktu yang istimewa juga, misal pada waktu hajatan, saat menjamu tamu, rapat dan pertemuan. Rawon menjadi raja di antara hidangan makanan yang ada.
RAWON LANGKA
Beberapa bulan belakangan ini rawon menghilang dari jagat kuliner, menjauh dan tidak disentuh. Ada gamang yang menghiasi dalam kognisi, beberapa orang antipati. Karena munculnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan.
Tidak saja rawon, segala jenis masakan olahan ddari daging sapi seperti soto, rendang, empal goreng, krengsengan, semur, bistik bahkan bakso. Masyarakat trauma dengan ganasnya PMK yang menelan korban dalam jumlah yang tak terhitung dan kematiannya sangat singkat. Sepertinya mereka empati kepada sesama makhluk Tuhan.
Bahkan pemerintah memberikan perhatian khusus dan meracik cara khusus bagaimana  mengolah masakan dari daging agar tetap sehat dan nikmat. Langkah-langkah yang telah dihadirkan oleh pemerintah tidak mampu meneguhkan untuk menyantap daging dengan aman. Gamang dan takut akibatnya.
TANPA RAWON ADA YANG KURANG
Di kalangan masyarakat Jawa ketika menyelenggarakan hajatan ada sebagian yang  mewajibkan mengolah masakan daging, karena hidangan hajatan harus berbeda dari menu yang biasa disantap sehari-hari seperti sayur asam, lodeh, sop, penyetan dan lainnya.
Sebagai simbul kekayaan dan kebanggaan, diwujudkan dalam penyembelihan sapi. Kalangan tertentu (atas-berharta) selalu menyembelih seekor sapi sebelum perhelatan pesta dimulai, utamanya pesta perkawinan.  Dari momentum  inilah kemudian sanak saudara dan tetangga hadir untuk membantu penyenggaraan pesta sesuai dengan keahlian masing-masing, bahkan seperti acara resmi, hajatan keluarga dibentuk kepanitiaannya.
Wabah PMK telah mengubah meja pesta kering dan hampa tanpa rawon. Para tamu undangan kini disuguhi makanan yang berasal dari unggas dan ikan (guramai, mujaer, lele dan sejenisnya), pesta kurang memiliki kehormatan, meski menggemakan kesederhanaan.
Dalam beberapa peristiwa perkawinan soto ayam atau nasi campur menjadi pengganti rawon, semoga hajatan tetap tak kehilangan maknanya.
TRAUMA DALAM KELUARGA
Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) meski sudah tidak begitu keras gaungnya, seiring dengan berkurangnya korban dan tidak lagi virusnya menyerang secara masif. Namun masih ada efek yang tersisa, walau tidak banyak jumlahnya, bukan pada peternak, tetapi para konsumen.
Masih ada beberapa orang merasakan trauma dalam mengkonsumsi makanan olahan dari daging, utamanya ibu-ibu milenia. Mereka masih terpengaruh oleh komunitasnya, ada juga karena gengsi takut dianggap tidak mengikuti tren, sehingga menyetarakan dengan teman-temannya untuk menyatakan "tidak mengkonsumsi daging"
Dalam sebuah perjalanan rombongan ibu-ibu milenia usai makan siang, langsung melanjutkan perjalanan.Â
Di tengah perjalanan yang belum jauh dari rumah makan, seorang ibu mendekati lima puluh tahun usianya tiba-tiba berkata "ibu-ibu" seluruh anggota rombongan menyatukan tatapan matanya ke arah ibu ini, lalu dilanjutkan perkataannya "tidak terasa dan tidak sadar tadi kita makan bakso" semuanya bengong dan bersautan satu sama lain bercerita ada yang belum berani makan daging, baru sekali di rumah mertua, terpaksa menyantap karena bersama kawan lama dan lainnya. Dan tidak kalah menarik ada yang seakan-akan mau muntah.
Trauma di atas ada yang terbawa dalam keluarga, mereka tidak mau mengkonsumsi daging dan melarang anggota keluarga untuk menyantap daging. Padahal di antara anggota keluarga tidak semuanya menjauhi tidak berkehendak. Â
KEMBALIKAN RAWON DI MEJA MAKAN
Pentingnya  mengembalikan rawon di meja makan keluarga merupakan langkah awal dan aksi tepat untuk membiasakan suami-istri dan anak mengkonsumsi daging. Memang tidaklah mudah mengembalikan nafsu atau selera mereka, karena trauma dengan PMK.
Ayah bunda hendaklah menengok keluar rumah, bahwa keluarga-keluarga lain sudah mulai mengkonsumsi daging, nikmatnya rawon sudah mulai menggoda selera. Ibu-ibu tidak perlu membatasi diri dan hilangkan "gengsi" melakukan pembiasaan dalam keluarga mengkonsumsi daging.
Pemenuhan dan perwujudan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna adalah kewajiban orang tua untuk menegakkannya. Supaya anak tercukupi asupan gizinya. Jangan biarkan mereka loyo karena "dilarang" mengkonsumsi daging, lalu energinya minim dan pertembuhan otaknya terganggu.
Rawon, soto, bistik, atau steak dan bakso adalah makanan yang digandrungi anak-anak muda, tarik kembali minat mereka agar bisa menyantap nikmat.
Bila ibu-ibu masih trauma dan "n"eg menyantap daging, janganlah anak dilarang dan menghilangkan menu daging dari meja keluarga. Tak bijak hanya menuruti keinginan sendiri, sementara anak-anak menelan ludahnya.
RAWON
Hitam keruh menggoda selera
Daging empuk resapan rempah
Lidah betah mengunyah
Mengulang mendapat rasa
Tak ditemukan di menu fast food
Atau restoran cepat saji
Hanya secuil daging terbungkus tepung
Itulah kenikmatan dicari generasi kini
Rawon
Tak kenal waktu untuk menyatap
Pagi menghangatkan
Siang membuat riang
Malam mengubur hati kelam
Bersama makan semeja
Menambah nikmat dalam keluarga
Rawon, bukan saja dagingnya
Nikmatnya hingga tetes tak tersisa