Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berbicara dalam Ruang Rasa

30 Maret 2020   10:33 Diperbarui: 30 Juni 2020   08:24 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta tak tertangkap oleh mata, tapi diserap oleh pikiran.
Maka bagi si buta, cinta seperti bidadari yang bersayap.
Logika cinta pun tak bekerja seperti penilaian atas selera.
Ia bersayap tetapi buta, ia tak ubahnya seperti anak-anak.
Karena di dalam memilih, ia seringkali terpikat. -William Shakespeare

Mereka adalah empat kawan yang dipertemukan di bangku perkuliahan. Dafa bukanlah orang yang bijak namun kadang teman-temannya selalu meminta saran, pendapat maupun hanya sekadar curhat kepadanya. Berbeda dengan Aangyah namanya memang mirip salah satu tokoh anime terkenal asal Jepang, yaitu Avatar Ang dia lelaki yang paling suka gombal dan bahkan sangat senang menggoda Dewi, teman satu geng mereka. Dan satu wanita lagi namanya Putri, sangat senang menulis, terutama kisah percintaan ala-ala korea, beberapa novel sudah berhasil dibuatnya.

Suatu malam mereka berkumpul untuk sekadar diskusi-diskusi santai tentang kuliah mereka hari ini. Aang lelaki berambut agak keriting tapi lurus nampaknya memulai percakapan, namun bukan soal kuliah, ia menanyakan tentang cinta, maklum dia lelaki paling gombal di grup mereka.

"Dafa, bagimu apa sih itu cinta?" tanyanya.
"Kau lihat ruangan di seberang jalan sana? Gelap bukan? Apakah di sana ada isinya?" tanya balik Dafa kepada Aang.
"Kurasa tidak," jawab Aang.
Dewi nyeletuk dan ikut menjawab "Belum tentu, mungkin saja di sana ada barang dan lainnya."
"Gelap itu perihal cahaya dan kosong itu perihal ada dan tiada," pungkas Putri.
Dafa pun mencoba memberikan jawaban akan definisi cinta yang ditanyakan oleh Aang. "Gelap bukan berarti kosong, begitulah dengan cinta, tak terlihat, ia bagai ruangan yang kosong namun dia ada. Cinta memang susah ditebak, tak mampu untuk dilihat namun mampu untuk dirasakan, tapi itu semua butuh kepekaan jiwa."

Tampaknya mereka berempat hanyut dalam diskusi tentang percintaan. Dewi pun ikut memulai pertanyaan. "Apakah karena cinta itu rasa, makanya cinta kadang membuat kita sakit?"
Sepertinya dalam kisah percintaan, Dewi seringkali tersakiti hingga melontarkan pertanyaan itu, Putri pun ikut berpikir tentang cinta.
"Hm, mungkin saja kau salah paham tentang cinta, bukankah cinta itu tentang keindahan, kasih sayang dan perhatian?" ujar Putri.
Aang pun terlihat bingung. "Ya, aku juga kadang suka bingung, kenapa ada ungkapan yang mengatakan bahwa jika kau mengenal cinta maka kau juga harus siap mengenal luka."

Perbincangan soal cinta pun semakin mendalam. Diskusi tentang kuliah tergantikan tentang percintaan, mereka mencoba menggali makna cinta, maklum jiwa muda mereka masih menggelora apalagi perihal asmara.

"Cinta itu tentang rasa, karenanya tidak bisa didefinisikan, namun bukan berarti tak bisa dipahami. Cinta tak pernah menyakiti, tapi pemaknaanmu tentang cintalah yang membuatmu sakit," pungkas Dafa, teman-temannya pun terlihat memperhatikan apa yang diungkapkan oleh Dafa. "Jika kau menilai antara emas dengan tanah liat, maka nilainya bukan terletak pada emas atau tanah litanya, tapi pada pemaknaannya. Begitupun dengan cinta, cinta bisa berarti derita apabila hanya dijadikan sebagai pemenuhan hasrat belaka, tapi cinta akan berarti indah apabila pemaknaan terhadap cinta tak terbatas terhadap ruang dan waktu," lanjutnya.

Tampaknya Aang dan Dewi harus berpikir keras maksud dari perkataan Dafa. Berbeda dengan Putri yang biasa bergelut dalam dunia kepenulisan, yang biasa menggunakan bahasa-bahasa retorika dalam menulis novelnya. Dia memahami bahwa cinta itu tergantung pemaknaan, cinta yang tak terbatas oleh ruang dan waktu memberikan definisi bahwa cinta itu selalu melekat dalam diri setiap orang, tanpa kekangan, tanpa keegoisan, tanpa rasa haus akan keinginan untuk memenuhi hasrat-hasrat belaka.

Pembicaraan pun terus berlanjut, Aang yang meskipun sudah punya pacar tapi tetap saja masih suka menggoda Dewi.
"Cinta itu kan tak terikat oleh ruang dan waktu bukan? Jadi walaupun aku punya pacar masih bisa godain Dewi dong? Iya kan Wi?" ujar Aang kepada Dewi dengan nada bercanda.

"Hih dasar, cowok memang semuanya playboy, semua wanita digodain walaupun sudah punya pacar, bahkan kalau di hadapan wanita lain dengan santainya mengatakan kalau ia tak punya pacar." Dewi menanggapi dengan nada sedikit jengkel.
Dafa dengan ekspresi santainya hanya tersenyum mendengar pernyataan Dewi, berbeda dengan Aang, ia terlihat tidak menerima apa yang dikatakan oleh Dewi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun