Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mempertanyakan Pengklasifikasian "Big Class" dan "Small Class"

29 Juli 2025   14:23 Diperbarui: 30 Juli 2025   13:49 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bimbingan Belajar (Sumber: KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO)

Tak terasa, hampir empat bulan, saya mengajar di bimbel Tania (bukan nama sebenarnya). Sudah banyak saran yang saya lontarkan dan artikel yang saya tuangkan berkaitan dengan bimbel Tania. 

Hasilnya? Yah, saya bukan pemilik bimbel. Idealnya begini dan begitu, tapi semua kembali kepada sang pemilik untuk memutuskan. Dan seperti dugaan, Tania seperti sudah mempunyai 'setelan pabrik' yang dia percaya selama bertahun-tahun, dan menghasilkan menurut dia.

Salah satu masalah yang sudah saya utarakan kepada Tania selaku pimpinan bimbel adalah masalah pengklasifikasian "big class" dan "small class".

Saya sudah mempertanyakan berkali-kali kepada Tania. Sayangnya, beliau tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan dan menyokong argumentasinya. 

Mengapa saya mempertanyakan?

Sebagai pengajar yang langsung terjun mengajar di kelas bahasa Inggris yang dilabeli "conversation class" oleh Tania, sudah sewajarnya saya mempertanyakan berbagai 'keanehan' yang saya temui di lapangan. 

Apa saja berbagai 'keanehan' yang saya temui? Ada 3 (tiga) 'keanehan' yang menurut saya sangat menohok:

1. Tidak ada kejelasan tentang batasan umur atau kelas di sekolah dalam penentuan kelas bahasa Inggris

Ini yang saya persoalkan di awal saat mengajar. Di 'small class', kelas kecil, kejomplangan terlihat dari umur-umur peserta didik yang mempunyai rentang umur yang jauh.

Misalnya, di beberapa kelas kecil, ada murid-murid kelas enam SD, murid-murid kelas satu atau dua SD, bahkan ada murid-murid yang masih berumur empat dan lima tahun yang jelas-jelas belum bersekolah dan belum lancar membaca-menulis! 

Anda bisa membayangkan bagaimana mengajar murid-murid dari usia prasekolah sampai murid-murid kelas enam SD di satu kelas yang sama? Jangan sampai Anda merasakannya, karena saya sudah mengalami sendiri! Betul-betul butuh pengorbanan yang sangat besar!

Memang, ini conversation class, namun tingkat penerimaan aspek bahasa untuk setiap murid tidaklah sama untuk setiap umur. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang baku tentang kejelasan aturan batasan umur dan kelas di setiap conversation class.

2. Tidak ada placement test sebelum mengklasifikasikan kelas murid

Ini yang juga menjadi persoalan. Tania menentukan kelayakan murid-murid berdasarkan pengamatan langsung yang bersifat 'asumsi' dan 'intuisi' dibanding fakta dan data.

Seperti misalnya, Gunawan (nama samaran), salah satu murid yang memang cerdas dalam bahasa Inggris, namun masih berstatus murid kelas tiga SD. Anehnya, Tania menempatkan Gunawan di kelas besar, big class, alih-alih di small class, kalau melihat jenjang kelas Gunawan di sekolah.

Waktu saya menanyakan perihal tersebut, Tania hanya menjawab secara normatif, "Gunawan pintar bahasa Inggris dibandingkan teman-teman seusianya, Sir Anton..."

"Ya," jawab saya, "Mungkin memang begitu, tapi apakah benar tingkat kompetensinya bisa disejajarkan dengan murid-murid SMP yang kelas tujuh, delapan, dan sembilan? Apakah ibu sudah memberikan placement test kepada Gunawan?"

"Tidak ada placement test, Sir," jawab Tania singkat.

"Memang, mungkin placement test yang Anda buat tidak standar, tapi paling tidak, bisa menggambarkan tingkat kemampuan murid sebelum menentukan anak tersebut masuk big class atau small class," saya memungkasi argumentasi saya.

Tania cuma manggut-manggut. Tanda mengerti, tapi tetap saja tidak ada perubahan penempatan. Gunawan tetap berada di big class sampai saat tulisan ini dibuat.

3. Ketidakjelasan batas maksimal jumlah murid dalam satu kelas dan kacaunya fleksibilitas jadwal beberapa murid

Ini juga yang menjadi persoalan. Ketidakjelasan batas maksimal jumlah murid dalam satu kelas tidak pernah disosialisasikan kepada para guru. Tidak ada juga daftar presensi murid dalam satu kelas. Ini juga sudah saya sampaikan kepada Tania, tapi tetap saja tidak ada hasil nyata dari percakapan dengan beliau. Saya tetap tidak mendapatkan jawaban yang jelas dan memuaskan.

Anehnya lagi, ada beberapa murid yang bisa menentukan jadwal belajar semaunya sendiri. Misalnya, Gunawan yang sudah kita bahas di poin kedua tadi, dia sebenarnya bergabung di kelas besar (big class) di hari Kamis dan Jumat malam di waktu yang sama, yaitu 20.00 WITA sampai 21.00 WITA. Kenyataannya? Dia ikut les di Kamis malam, dan Jumat pagi, pada pukul 10.00 WITA di big class. Atau dia ikut les di Kamis malam, dan Sabtu pagi, pada pukul 10.00 WITA, juga di big class.

Kejadian memilih kelas secara serampangan begini baru pertama kali saya temui. Di bimbel-bimbel sebelumnya saya tidak pernah berhadapan dengan hal semacam ini. Saya pun menanyakan perihal ini kepada Tania, dan jawabannya sungguh di luar dugaan.

"Gunawan banyak ikut les, kata mamanya. Jadi mamanya minta untuk Jumat malam diganti ke Jumat pagi, atau Sabtu pagi, tergantung kondisi fisik Gunawan, capek atau gak," jawab Tania.

"Tapi dia juga tidak disiplin dengan itu, Bu. Lagipula, presensi yang saya punya juga jadi kacau dengan murid-murid yang pindah kelas semaunya seperti ini, karena bukan hanya Gunawan saja. Ada juga murid-murid lainnya yang berperilaku sama."

Hasil? Tetap saja tidak berubah. Gunawan masih jadi 'kutu loncat', dan beberapa murid yang lain juga berperilaku serupa.

Idealnya

Memang, saya bukan pemilik bimbel dimana saya mengajar sekarang. Tania adalah pimpinan bimbel dan, mau tidak mau, saya harus menuruti apa kata bos saya.

Saya tidak tahu, apakah Tania selama ini menganggap saya terlalu banyak protes, mengkritisi segala hal yang ada di bimbel dan minim kontribusi; atau sebaliknya. Yang jelas, menurut saya, saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memajukan bimbingan belajar (bimbel) Tania.

Bukan sekadar mengajar, tapi berupaya memberikan kontribusi dalam bentuk perbaikan sistem bimbel demi pertumbuhan bimbel ke arah yang lebih baik dan memberikan hasil yang memuaskan, baik itu secara finansial maupun perubahan murid dari segi pemahaman materi pelajaran maupun perubahan sikap serta perilaku.

Idealnya, seharusnya ada 3 (tiga) hal yang mengatur perihal "big class" dan "small class":

1. Menentukan "class" berdasarkan usia dan kelas di sekolah

Ini sebenarnya tidak terlalu sulit untuk diterapkan karena jelas-jelas nyata di lapangan. Menentukan "class" berdasarkan usia dan kelas di sekolah adalah sebuah aturan yang gampang untuk dieksekusi, dan baku di dunia pendidikan.

Kelas besar dan kelas kecil adalah istilah-istilah yang lazim digunakan, khususnya di tingkat Sekolah Dasar (SD). Bagaimana saya tahu? Karena saya pernah mengajar di beberapa SD Negeri, jadi saya tahu persis perkara istilah-istilah tersebut. 

Kelas besar mengacu kepada murid-murid dari rentang kelas empat sampai kelas enam SD. Sedangkan kelas kecil berada dalam cakupan murid-murid kelas satu sampai kelas tiga SD.

Sebenarnya, secara sederhana, bisa saja Tania menerapkan kelas besar dan kelas kecil yang mengacu pada Sekolah Dasar. Untuk level Sekolah Menengah Pertama (SMP), bisa dibuatkan kelas tersendiri. Begitu juga dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Kalau mau lebih baik lagi, pada umumnya, di setiap kursus bahasa Inggris (English Course), ada pengklasifikasian kelas, seperti kelas Pre Elementary, Elementary, Pre Intermediate, Intermediate, Advanced, dan lain-lain. Mungkin istilah-istilah kelas tersebut berbeda di masing-masing English Course, tapi pada prinsipnya sama saja. Ada tingkatan kemampuan murid yang sebenarnya mengacu pada comprehension dan ability secara kasatmata, ketimbang usia belaka. 

2. Memberikan placement test sebelum mengklasifikasikan kelas murid

Kalau menyambung tentang pengklasifikasian kelas seperti di poin satu sebelumnya, placement test adalah mata rantai yang berkaitan dengan pengklasifikasian tersebut.

Kemampuan atau keterampilan berbahasa tidak bisa dinilai secara langsung hanya dari Speaking Ability belaka, karena ada tiga keterampilan berbahasa lainnya yang juga harus dipenuhi, yaitu Listening Comprehension, Reading Comprehension, dan Writing Ability. Hanya mengandalkan speaking ability sebagai syarat mutlak keterampilan berbahasa Inggris adalah salah kaprah dan sesat pikir yang seharusnya tidak terjadi.

Dengan memberikan placement test, pihak bimbel akan dengan mudah menentukan klasifikasi kelas murid baru, tentu saja, pihak bimbel perlu mengomunikasikan hasil tes penempatan kepada orang tua murid menimbang kebanyakan orang tua menilai keterampilan berbahasa Inggris putra-putri tercinta terlalu tinggi, padahal keterampilan anak-anaknya tidak setinggi yang dikira.

Dengan placement test, penempatan murid-murid baru diharapkan akan tepat sasaran, karena sesuai dengan tingkat keterampilan berbahasa Inggris masing-masing murid.

3. Menentukan batas maksimal jumlah murid dan aturan jadwal murid di kelas tertentu yang ajeg

"Kami dulu pernah sampai 50 murid," kata Tania, sewaktu saya pernah menanyakan tentang jumlah murid terbanyak saat masa 'djaja'.

"Hah? Jadi satu kelas ada 50 murid?" tanya saya, kaget dengan perkataan Tania.

"Oh, tidak. Dibagi jadi dua kelas. Mirna mengajar 25 murid, saya mengajar 25 murid yang lain. Jadi ada dua kelas," jawab Tania (Mirna bukan nama sebenarnya).

Sayangnya, saya tidak menanyakan lebih lanjut, berapa lama masa 'kedjajaan' tersebut berlangsung, tapi menurut saya, mungkin sekitar dua sampai tiga bulan saja, karena tidak banyak murid lama yang tahu soal keberlangsungan kelas dan guru-guru yang mengajar. 

Menentukan batas maksimal jumlah murid dalam satu kelas perlu adanya, supaya semua murid bisa terlihat aktif dalam durasi waktu yang singkat dengan porsi keaktifan yang setara.

Apabila terlalu banyak murid dalam satu kelas, niscaya 'talking time' setiap murid juga tidak banyak, sehingga tujuan dari conversation class, yaitu murid-murid dapat berbicara dalam bahasa Inggris bisa tidak terwujud karena keterbatasan waktu yang tersedia buat mereka untuk berbicara dalam bahasa Inggris.

Aturan jadwal murid di kelas tertentu juga seharusnya ajeg. Tetap, tidak berubah, menimbang setiap kelas tidak sama tingkat penerimaan materi ajar untuk murid-muridnya. Selain itu, juga menumbuhkan budaya disiplin untuk menerapkan kebiasaan belajar pada suatu waktu tertentu.

Bagaimana saya menghadapi situasi di bimbel Tania?

Bagaimana saya menghadapi situasi di bimbel Tania? Ada 3 (tiga) hal yang saya lakukan:

1. Berkompromi dengan keadaan

Tidak lain dan tidak bukan, saya terpaksa harus berkompromi dengan keadaan yang ada. Saya bukan pemilik bimbel. Saya tidak punya kendali atau kontrol untuk mengubah apa yang sudah ada dan sudah berlangsung selama bertahun-tahun di bimbel. Mau tidak mau, saya menerima kenyataan yang ada dan berusaha untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi bimbel.

2. Menyiapkan materi pelajaran yang sama untuk "big class" dan "small class"

Mungkin Anda heran dengan ini. Saya mengambil langkah ini bukan tanpa alasan. Keadaan tidak jelasnya batasan umur atau kelas di sekolah yang menentukan kelas bahasa Inggris, dan tidak adanya placement test yang sudah dibahas sebelumnya yang melatarbelakangi saya mengambil kebijakan ini.

Buta dengan kemampuan murid, padahal pengetahuan tentang seberapa tinggi tingkat keterampilan berbahasa Inggris murid perlu adanya guna menyesuaikan dengan materi ajar.

Terpaksa saya langsung memantau tingkat keterampilan berbahasa Inggris setiap murid ketika mengajar di beberapa pertemuan awal; dari pengamatan langsung secara lisan dan tulisan tersebut, saya menganalisis kalau kebanyakan murid mempunyai tingkat keterampilan berbahasa Inggris yang masih dalam level "beginner", meskipun mereka berada dalam big class.

Oleh karena itu, saya menyiapkan materi pelajaran yang sama untuk "big class" dan "small class". Selain karena level kebanyakan murid masih dasar, juga karena kedua kelas tersebut adalah conversation classes, jadi memudahkan saya untuk mengajarkan percakapan dalam bahasa Inggris yang sebenarnya tidak terkotak-kotak dengan tingkat penguasaan. Berbeda dengan grammar atau tata bahasa dan reading - writing (membaca - menulis) yang terlihat jelas tingkat penguasaan dari beginner sampai advanced.

3. Berupaya memberikan yang terbaik

Menurut saya, bekerja adalah ibadah juga. Oleh karena itu, saya berupaya memberikan yang terbaik yang saya bisa untuk kemajuan bimbel. Harapan saya, dengan kerja keras yang saya berikan, bimbel menjadi lebih maju.

Doa untuk bimbel

Menjadi lebih baik. Itulah doa saya, harapan saya, demi visi menjadikan conversation class sebagai andalan dalam bimbel Tania, seperti yang Tania pernah utarakan kepada saya beberapa minggu yang lalu. Apa yang saya tulis di artikel ini adalah salah satu bagian untuk mewujudkan visi tersebut. Tapi, semuanya kembali kepada Tania selaku pimpinan bimbel, apakah menerima dan mengaplikasikan saran-saran saya atau melewatkan begitu saja.

Apa pun jawabannya, saya akan tetap berusaha bekerja semaksimal mungkin seraya berdoa supaya bimbel ini tetap bertahan dan bertumbuh, serta menghasilkan murid-murid yang menguasai keterampilan berbahasa Inggris selepas belajar di bimbel.

Semoga saja visi tersebut bisa terwujud kelak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun