Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anak Kembali ke Layangan dan Bahaya yang Mengintai

14 Juli 2025   14:51 Diperbarui: 15 Juli 2025   07:25 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi layang-layang(Unsplash/Bill Fairs via Kompas.com)

Libur sudah usai. Tahun ajaran baru 2025/2026 sudah dimulai. Tentu saja, bicara liburan yang sudah berakhir, banyak pihak akan merasa kecewa dan merasa liburan masih belum memuaskan bagi mereka, khususnya para anak yang hanya menghabiskan liburan di rumah saja.

Fenomena yang terlihat dalam beberapa minggu ini adalah maraknya penjualan layang-layang di berbagai toko. Usut punya usut, ternyata beberapa anak, khususnya anak laki-laki, yang keranjingan bermain layangan di masa liburan sekolah kali ini.

Melihat kecenderungan ini, ada satu hal yang menggembirakan: Anak tidak terpaku melihat layar smartphone, tablet, atau laptop sepanjang liburan; tapi juga berkegiatan di luar rumah dengan melibatkan aktivitas fisik, seperti berjalan, berlari, sekaligus belajar tentang kesabaran menerbangkan layangan; dan secara tidak sadar, mempelajari perihal arah angin dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Tapi ada satu hal yang mencemaskan: keberadaan benang layangan yang berkeliaran di jalanan yang bisa mengancam keselamatan para pengguna jalan. Dan salah seorang korban mengungkapkan kepedihannya yaitu Linda (bukan nama sebenarnya), salah seorang kakak perempuan saya, yang kebetulan tinggal di kompleks perumahan yang sama dengan saya.

Tulisan ini pertama kali dibuat pada hari Rabu, 9 Juli 2025, pukul 15.06 WITA. Pada pagi hari, pukul 08.30 WITA, saya sedang menikmati sarapan pagi, yaitu soto ayam yang diberikan oleh seorang kawan di malam sebelumnya. Lumayan, makan soto gratis. Jarang-jarang menikmati soto setelah sekian lembar hari terlewati.

Baru saja mengonsumsi soto barang satu-dua sendok, Linda mampir, memberikan es buah, dan sedikit mengobrol, atau lebih tepatnya, mengeluhkan leher depannya yang sakit karena 'tergores' benang layangan saat berolahraga jalan di hari sebelumnya, Selasa pagi, 8 Juli 2025, sekitar pukul tujuh pagi.

"Leherku tergores benang layangan kemarin pagi. Sakit. Aku gak bisa tidur tadi malam," keluh Linda.

"Kok bisa?" tanya saya sambil tetap menikmati soto ayam di hadapan.

"Aku jalan pagi seperti biasa. Lewat blok Z, ternyata ada benang layangan yang melintang setinggi leher. Aku gak liat. Tergoreslah leherku. Tapi aku baru sadar waktu di rumah. Abang bilang ada darah di leherku. Sejak itu, leherku perih. Sampai sekarang."

Tak lama Linda curhat. Pada akhirnya, dia pulang karena ingin beristirahat.

Menengok untung-rugi dan bagaimana mengantisipasi keberadaan benang layangan

Untung dan rugi sudah mengemuka di awal tulisan ini. Memang, apabila menengok untung-rugi, kelihatan lebih banyak untungnya, khususnya bagi anak, supaya tidak terus-menerus menatap layar gawai sepanjang libur sekolah; dan keuntungan secara profit di toko-toko yang menjual layangan. Dengan pembelian yang masif, penjual mendapat keuntungan di tengah kondisi ekonomi yang lesu dan sedang tidak baik-baik saja saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun