koneksi. Akhirnya jadi begini.
Aduh. Padahal tinggal sedikit lagi. Gara-gara putusAmbyar seambyar-ambyarnya. Hidup serasa tanpa makna. Kata demi kata tidak bisa mengalir. Terhalang oleh cerainya hubungan.
Andai aku seorang dewa. Pasti sudah kubereskan. Aku akan menjalin kembali. Koneksi kukembalikan ke posisi.
Karena aku cuma rakyat jelata. Yang hanya bisa mendamba. Terpaksa aku menunggu dengan setia. Menanti datangnya koneksi yang lancar jaya.
Sambil berharap kedatangan. Kuayunkan jari jemari. Menuangkan kata demi kata receh. Di aplikasi pengolah kata.
Sesekali kutengok simbol jaringan. Antena smartphone masih belum kelihatan. Sampai kapan aku harus menunggu? Hampir habis kesabaran.
Mengetik dan melirik. Dua aktivitas yang susah dilakukan bersamaan. Mata kanan melihat kata demi kata tersusun. Mata kiri melirik bilah jaringan di pojok kiri smartphone.
Kuedit tulisan. Tiga kali. Tuntas. Memperbaiki sedikit kesalahan ketik.
Ah akhirnya. Koneksi terhubung kembali. Right on time. Tepat pada waktunya.
Puisi ini tertayang. Sebelum badan beristirahat. Terlambat menayangkan. Gara-gara koneksi ambyar.
Tak mengapa. Yang penting sudah menuangkan isi pikiran. Tubuh bisa istirahat dengan tenang. Karena target satu tulisan telah tercapai.
Samarinda, 20 Oktober 2020