Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

3 Sebab Utama Tak Lihai Berbahasa Inggris meskipun Sudah Ikut Kursus

11 September 2020   13:29 Diperbarui: 12 September 2020   03:00 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Belajar Bahasa Inggris Online (Sumber: iStockphoto)

"Sama aja, Pak. Gak ada perubahan…"

Banyak dari respons orang yang les privat bahasa Inggris berkata seperti itu, entah ke saya atau ke teman-teman saya yang juga berprofesi sebagai guru bahasa Inggris dan menyambi sebagai guru les untuk mendapatkan income sampingan.

Miris mendengar pernyataan kegagalan dari peserta didik atau orangtua murid setelah memutuskan tidak melanjutkan kursus.

Menindaklanjuti akan hal itu, saya menuliskan artikel ini, supaya Anda, baik orangtua murid maupun murid, mengetahui bahwa 3 sebab utama ini yang menyebabkan kemampuan berbahasa Inggris tetap stagnan meskipun sudah ikut kursus.

Sebab Pertama - Tidak berbahasa Inggris di rumah
Inilah yang menjadi kesalahan yang sebetulnya tidak perlu terjadi kalau kebiasaan berbahasa Inggris ditanamkan.

“Lho, saya kan sudah les sama bapak. Berarti bapak kan yang harusnya bisa menjamin kesuksesan saya dalam berbahasa Inggris.”

Pernyataan seperti di atas sudah terlalu sering saya dengar, baik dari calon murid yang mau kursus atau murid yang mengundurkan diri dari kursus karena tidak puas dengan hasil belajar.

Secara pribadi, sudah sering saya ungkapkan kepada orangtua murid dan murid sebelum mereka setuju belajar dengan saya, sebelum kursus dimulai, bahwa sehebat apapun saya dalam mengajar, saya tidak bisa menjamin keberhasilan peserta didik dalam menguasai bahasa Inggris.

Kenapa tidak bisa? 

Karena banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor utama adalah pertemuan. Bagaimana bisa saya menjamin keberhasilan berbahasa Inggris peserta didik kalau pertemuan kursus hanya terjadi 2 (dua) kali dalam seminggu? Bagaimana dengan lima hari yang lain?

Kalau seandainya kursus diadakan tujuh kali dalam seminggu, dari Senin sampai Minggu, berkelanjutan, saya bisa memastikan keberhasilan berbahasa Inggris, minimal dalam 30 hari. Dengan catatan, 30 hari berturut-turut belajar dengan saya tanpa putus.

Saya tidak bisa berbuat banyak kalau hanya 2 (dua) hari mengajar kursus dalam seminggu.

Ilustrasi pertanyaan berbicara dalam bahasa Inggris atau tidak (Sumber: Shutterstock via KOMPAS.COM)
Ilustrasi pertanyaan berbicara dalam bahasa Inggris atau tidak (Sumber: Shutterstock via KOMPAS.COM)
Makanya saya selalu menganjurkan pada orangtua murid dan murid untuk terlibat aktif berbahasa Inggris di rumah. Karena tidak mungkin bisa berbahasa Inggris dengan cepat dan maksimal kalau belajar hanya dua hari dalam seminggu di kursus saja. Lima hari lainnya, kebiasaan berbahasa Inggris perlu digalakkan, supaya kemampuan terwujud.

Cukuplah di awal dengan mengucapkan kata-kata sederhana “Good morning”, “Good afternoon”, “Good evening”, atau “Good night”, daripada tidak memulainya sama sekali.

Seiring mulai terbiasanya berbahasa Inggris, kebiasaan bisa ditingkatkan tingkat kesulitannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban singkat seperti “How are you?”, How about your study?”, dan lain sebagainya.

Yang penting, cobalah, berusahalah berbahasa Inggris, meskipun hanya mengucapkan kalimat-kalimat sederhana. Kalau sudah terbiasa, lama-lama bisa meningkat ke berbagai kalimat dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi.

Sebab Kedua - Malas menambah kosakata baru ke dalam diri
Apa yang mau diucapkan kalau habis topik pembicaraan?

Mungkin itu yang menjadi permasalahan kalau sudah ngalor-ngidul sekian lama, dan berujung pada kemandekan pembahasan.

Begitu juga dengan berbahasa Inggris. Kalau miskin kosakata bahasa Inggris, bagaimana bisa berbahasa Inggris? Yang ada malah percakapan jadi stop dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Menambah kosakata baru ke dalam diri adalah hal mutlak yang harus dilakukan supaya bisa berbahasa Inggris dengan baik dan lancar.

Pertanyaannya: Seberapa banyak dan seberapa sering kita sebaiknya menambah kosakata baru ke dalam diri?

Menyinggung perihal seberapa banyak, menurut saya, ya sebanyak-banyaknya. Dengan banyaknya kosakata yang dipunyai, kita akan dapat berbicara dalam bahasa Inggris tanpa perlu takut kehabisan kata dan tak perlu risau memikirkan kata-kata apa yang harus diucapkan.

Mengenai seberapa sering, saran saya, Anda bisa menghafal sejumlah kosakata yang Anda asumsikan mudah dilakukan dalam sehari. Misalnya, menghafal lima kata baru dalam sehari. Kalau Anda konsisten dalam tujuh hari, 35 kata baru diperoleh. Dalam empat minggu, sekitar 140 kata yang sudah dihafalkan. 

Dan ingat, bukan sekadar dihafalkan, tapi kata-kata baru tersebut dipakai dalam kehidupan sehari-hari saat bercakap-cakap dengan anggota keluarga atau teman. Supaya kata-kata baru tersebut tidak berlalu, terlupakan begitu saja.

Sebab Ketiga - Tidak suka membaca dan menulis dalam bahasa Inggris
“Untuk apa belajar membaca dan menulis dalam bahasa Inggris, Pak? Saya kan maunya belajar conversation saja!”

Ini salah kaprahnya kebanyakan masyarakat Indonesia kalau bicara soal bisa berbahasa Inggris. Tidak terbatas pada speaking saja, namun juga reading dan writing. Kenapa? Walaupun speaking-nya lancar, tapi ngalor-ngidul, tidak jelas mana ujung pangkalnya, bagaimana bisa dimengerti oleh lawan bicara.

Saya selalu mengingat petuah seorang penulis dari Inggris, Francis Bacon, yang mengantar saya menjadi seperti sekarang. Petuah beliau yang membentuk saya menjadi seperti sekarang ini.

Apa petuahnya?

Reading makes a full man; Conference a ready man; Writing an exact man

Dalam hal ini, berbicara (conference) tak mungkin ready, jika otak tidak full dengan berbagai kata dari hasil reading.

Berbicara juga bisa membawa musibah, jika diucapkan serampangan. Writing sangat menentukan ketepatan kata yang digunakan dan ketelitian dalam menyampaikan pesan lisan, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Jadi membaca (reading) dan menulis (writing) sangat wajib diterapkan. 

Sebagai contoh, saya dulu punya pengalaman yang bisa dikatakan sedikit "unik" menyangkut teman kuliah saya. 

Rendi (nama samaran), adik tingkat saya di kampus beberapa tahun yang lalu termasuk "bagus" dalam berbahasa Inggris (dibaca: berbicara dalam bahasa Inggris). Dia dapat berbicara dengan lancar dan cepat. 

Sayangnya, ada satu hal yang menjadi permasalahan. 

Dia menyampaikan pesan secara panjang kali lebar dan tidak jelas ujung pangkalnya. Saya mendengarkan dengan sabar sampai dia selesai. Waktu dia sudah mengakhiri “ocehan kabur”-nya, saya menanyakan satu pertanyaan sederhana.

“Do you like writing?”

Apakah kamu suka membaca?

Itu pertanyaan yang saya lontarkan.  

Anda bisa menebak jawaban dari dia?

Jawaban darinya adalah:

“I don’t like writing!”

Saya tidak suka menulis!

Saya tidak habis pikir. Dia juga berprofesi sebagai guru bahasa Inggris seperti saya waktu itu dan dia tak suka menulis! 

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana dia menyampaikan materi pelajaran dengan jelas dan terang benderang pada peserta didik, kalau saat bicara saja, dia sudah membuat saya bingung apa maksudnya selama satu jam lebih!

Berita terakhir, saya mendengar dia sudah menjadi seorang kepala sekolah di suatu sekolah swasta. Tapi yang menjadi keprihatinan adalah dia tidak dipahami oleh para muridnya sewaktu mengajar bahasa Inggris di saat sebelum menjabat menjadi kepala sekolah.

“Kebanyakan murid tidak paham apa yang Pak Rendi katakan, sehingga banyak yang harus ikut remedial, karena gagal dalam ulangan harian yang beliau buat,” keluh Bu Santi (bukan nama sebenarnya), salah seorang kenalan yang anaknya pernah sekolah di sekolah Rendi saat Rendi masih menjabat sebagai guru bahasa Inggris.

Nah, dari sini saja, kita bisa menyimpulkan bahwa mengandalkan speaking saja tidak cukup. Anda perlu membekali diri dengan reading, membaca, supaya banyak kosakata yang dipunyai dan writing, menulis, supaya clear, jelas juga apa yang Anda sampaikan, bukan hanya lewat tulisan, tapi juga secara lisan.

Jadi, speaking tidak bisa maksimal jika tidak diimbangi dengan reading (untuk menambah kosakata juga, selain menghafal kata-kata baru) dan writing (untuk memperjelas pesan lisan yang disampaikan).

* * *

Kiranya, 3 sebab utama di atas tidak terjadi pada Anda, baik yang sedang mengikuti kursus bahasa Inggris secara privat tatap muka atau online yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris secara optimal di saat pandemi covid-19 saat ini.

Intinya, keberhasilan dalam menguasai kemampuan berbahasa Inggris tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada guru les atau kursus, karena durasi dan pertemuan yang terbatas menjadi sebab tidak bisa maksimalnya hasil yang akan diperoleh.

Butuh kemandirian belajar dari peserta didik dan kesadaran dari orangtua dalam memberikan dorongan semangat belajar pada putra-putri, apalagi di masa pandemi covid-19 yang masih juga belum mereda.

Akhir kata, tetap semangat dalam belajar. Memang kondisi terlihat belum membaik, tapi bukan berarti Tuhan menutup mata akan semua kejadian ini. Mungkin ini ujian dari Tuhan, supaya kita semua lebih mendekatkan diri pada-Nya.

Tetaplah berdoa. Baca firman-Nya. Tetap berharap pada-Nya. Percayalah, akan ada pelangi di balik ujian ini.

Salam Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun