Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

2 Tokoh Ini Layak Menjadi Menteri di Kabinet Baru Jokowi

6 Juli 2019   16:22 Diperbarui: 6 Juli 2019   16:27 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari channel YouTube Najwa Shihab

Hasil Pilpres 2019 sudah diketahui. Joko Widodo dan KH.Ma'ruf Amin akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 5 tahun mendatang, 2019 - 2024. Setelah kepastian sudah jelas, sekarang banyak orang berspekulasi tentang pembantu-pembantu Presiden, dalam hal ini menteri-menteri yang akan mendampingi Jokowi-KMA untuk menjalankan roda pemerintahan, dan membangun bangsa dan negara ini.

Sah-sah saja kalau ada yang mengunggulkan pihak-pihak tertentu. Dan yang paling ramai diperbincangkan belakangan ini adalah para sosok milenial, anak muda yang punya kapabilitas, kemampuan yang sudah diketahui masyarakat, untuk menjabat posisi menteri di kabinet baru.

Mulai dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Grace Natalie, Angela Tanoesoedibjo, sampai Tsamara Alatas. 

Mungkin Anda bertanya, yang manakah jagoan saya ^_^?

Nah, seperti judul di atas, ada 2 tokoh muda yang saya anggap sangat berkualitas, sangat potensial untuk menjadi menteri, membantu Jokowi melanjutkan membangun negara 5 tahun ke depan.

Saya sudah lama melihat dua tokoh muda ini. Mereka bukan dari partai. Mereka berada di luar lingkaran partai politik, namun saya percaya, rakyat Indonesia tidak meragukan kepakaran mereka di bidang politik, karena mereka sering tampil di layar kaca. 

Tentu saja, bukan untuk menyanyi atau membanyol seperti komedian, namun mereka diundang sesuai kapasitas mereka sebagai narasumber yang ahli di bidang masing-masing, berhubungan dengan politik dan pilpres.

Terus terang, saya angkat topi untuk 2 tokoh ini. Mereka bukan sekadar asal bicara. Mereka bicara sesuai fakta, data, dan selalu berdasarkan apa yang sudah mereka jalani dalam profesi.

Siapa dua tokoh ini? 

Mari kita bahas.

1. Feri Amsari (FA) 

Sosok ini beberapa kali diundang oleh Najwa Shihab untuk menjadi salah satu pembicara tamu di acara Mata Najwa. Entah sudah berapa kali beliau diundang, tapi saya lebih menyoroti apa yang beliau katakan di acara Mata Najwa pada hari Rabu, 22 Mei 2019, dengan tema "Setelah 22 Mei".

Tanggal 21-22 Mei terjadi kerusuhan yang diperkirakan dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak puas dengan hasil pemilu presiden (pilpres) 2019. Dan kambing hitam ditujukan kepada pendukung 02, karena logikanya, 01 menang. Untuk apa demo dan melakukan kerusuhan kalau menang?

Siapa biang kerusuhan tersebut? 

Kita tunggu saja hasil penyidikan kerusuhan 22 Mei dari pihak kepolisian nanti. 

Secara pribadi, saya tidak mengenal Feri Amsari (FA), Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Padang. Dan saya juga tak akan membahas rekam jejak atau track record FA di artikel ini, karena Anda akan dengan mudah mencari informasi lebih lengkap tentang sosok FA di Mbah Google.

Ada tiga poin plus dari FA yang membuat saya salut. 

1) Memuji Prabowo

Di saat banyak orang menyudutkan Prabowo atas kerusuhan yang terjadi pada 21 - 22 Mei, FA justru memberikan closing statement, pernyataan penutup yang membangun, menyejukkan dengan memuji Prabowo. 

Kalimat beliau menunjukkan hal tersebut. 

"Saya tidak sedang mengkritisi Pak Prabowo. Saya sedang memuji Pak Prabowo. Saya ingin mengatakan bahwa Pak Prabowo hari ini satu-satunya orang yang bisa menghentikan keributan ini. Bukan presiden."

Memulai dengan kalimat-kalimat yang tepat dan di waktu yang pas merupakan hal yang jarang ditemui. Dan, apa yang diperkatakan merupakan gambaran diri, karakter diri. Saya percaya, FA sungguh murni, tulus mengucapkan "memuji Prabowo", bukan lip service.

2) Sistematika pemikiran yang runtut dengan kalimat yang mudah dimengerti

Banyak politisi yang bicara ngalor ngidul tanjung kimpul, muter, bulet, gak jelas. Memakai kata-kata asing, yang banyak rakyat tak tahu apa maknanya, dan saya juga meragukan si politisi paham apa makna kata yang dia gunakan. 

FA menggunakan bahasa yang sederhana, kalimat yang mudah dipahami, tidak menggunakan istilah-istilah asing yang sulit dimengerti. Biasanya, kebanyakan dosen jarang berbicara dengan kata-kata sederhana. Umumnya ribet, memakai kata-kata luar negeri yang terkadang, saya sendiri tidak paham maknanya, apalagi kalau berhubungan dengan politik tingkat tinggi.

Namun FA sangat runtut dalam sistematika berpikirnya. Tidak ada kata-kata yang percuma atau sia-sia keluar dari mulutnya.

Mungkin karena FA sudah terbiasa menulis berbagai tulisan, jadi bisa menjelaskan dengan bahasa sehari-hari yang sederhana. 

3) Saran buat Prabowo

Memberikan saran tentu saja sangatlah biasa, namun kalau saran tersebut membuat perbedaan, dalam artian meminta seseorang untuk bertindak segera dengan kalimat yang mengena, tentu saja berefek luar biasa.

Saya rasa, kata-kata FA sangatlah bernas dan layak menjadi kalimat kunci, bukan saja bagi Prabowo, namun juga bagi calon presiden mendatang.

Apa saja kata-kata FA yang menjadi nilai plusnya?

"Dalam sejarah ketatanegaraan, tidak pernah ada pidato orang yang menang yang menyejukkan suasana. Karena yang kecewa adalah orang yang kalah, sehingga pidato itu harus dibangun dari orang yang dinyatakan kalah.

Pak Prabowo boleh kalah dalam pernyataan KPU, tapi harus menang sebagai negarawan. Bagaimana menang secara negarawan, itu harus ditunjukkan dengan sikap-sikap dimulai dari pidato yang menyejukkan suasana. Rangkul semua. Jangan merubah maqom (tingkatan) Pak Prabowo.

Jangan sampai seperti Pak Amien Rais, yang dari Guru Bangsa, jatuh menjadi Provokator Bangsa.

Jadilah Guru Bangsa Baru yang menyejukkan kita semua. Datangi Pak Jokowi, rangkul dia, berhenti besok pagi semua keributan ini."

Saya pikir, closing statement FA ini, sangatlah mengena, meskipun memang agak sedikit menyinggung wilayah yang "berbahaya", yaitu menyinggung tingkatan Amien Rais, dari Guru Bangsa menjadi Provokator Bangsa. 

Terlihat lambaian tangan Ferdinand Hutahaean, Ketua Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat, yang terlihat tidak setuju dengan pernyataan FA tentang Amien Rais, terlihat dari gerakan bibirnya yang seperti mengucapkan "gak boleh (itu)". Beberapa orang di sebelah dan di belakang Ferdinand juga menggelengkan kepala, terlihat tidak setuju dengan pernyataan FA.

Yah, terlepas dari pernyataan kritis tentang Amien Rais, saya rasa, dari pemikiran dan kinerjanya, FA menunjukkan kapabilitas mumpuni, layak menjadi menteri di kabinet baru Jokowi.

2. Yunarto Wijaya (YW)

Tangkapan Layar dari channel YouTube Najwa Shihab
Tangkapan Layar dari channel YouTube Najwa Shihab
Pasti kebanyakan orang setuju, kalau YW adalah pakar di bidang survei dan sejenisnya, karena dia adalah Direktur Eksekutif Charta Politika. Analisa-analisanya yang tajam, berbasis data akurat, dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti menjadi ciri khas YW.

YW pun sudah sangat sering diundang di acara Mata Najwa, seperti halnya FA. 

Saya kira, tak perlu membahas juga rekam jejak atau track record YW, karena Anda semua akan dengan mudah mendapatkan informasi lengkap lewat Mbah Google.

Menurut saya, ada tiga kelebihan dari YW, saat saya menyaksikan beliau di acara Mata Najwa yang sama waktunya dengan FA.

1) Menambahkan dari apa yang FA katakan, memuji prabowo, dan memuji pilpres dua kali berturut-turut antara Prabowo dan Jokowi sebagai pendidikan politik terbaik

Saya pikir, YW sebagai pakar dan sekaligus pribadi independen sangatlah tepat dan jitu dalam mengatakan bahwa dia tidak mengritik Prabowo, tapi memuji, dan juga berpendapat bahwa pilpres 2014 dan 2019, pertarungan dua kali berturut-turut antara Jokowi melawan Prabowo ini sebagai pendidikan politik terbaik, dilihat dari banyaknya diskursus dan dialog yang melibatkan masyarakat dari semua elemen, dan juga YW menyinggung soal partisipasi rakyat Indonesia yang memberikan suara melebihi target KPU, di atas 80 persen.

Saya pikir pemaparan YW sangatlah terstruktur dan mudah diikuti yang menjadi poin plus-nya. 

2) Menggunakan Kalimat Kunci yang tepat

Menggunakan kalimat yang tepat di waktu yang tepat sukar adanya. Meskipun orang itu cerdas sekali, sungguh tak mudah, apalagi dalam situasi dilihat, ditonton oleh banyak orang.

Namun, kalimat-kalimat YW sangatlah mengena, tanpa keraguan, kalimat-kalimat yang bernas, bukan saja untuk Prabowo, namun juga untuk semua kalangan.

Apa saja kalimat-kalimatnya?

"Pak Prabowo, Anda tidak perlu menjadi seorang presiden untuk dikenang. Kita harus akui, tanpa Prabowo, mungkin tidak ada Jokowi, Ahok, atau pun Ridwan Kamil ...."

Saya pikir, dengan pernyataan ini, YW ingin menunjukkan pada Prabowo bahwa untuk memberikan sumbangsih, karya, pengabdian pada bangsa dan negara, Prabowo bisa mengambil langkah di bidang lain. Tidak harus menjadi presiden.

Kalimat YW merupakan pemberian opsi bagi Prabowo, bahwa berkiprah tidak mesti hanya lewat jalur presiden saja. Banyak jalur-jalur lain yang bisa ditempuh. 

3) Saran buat Prabowo

Seperti halnya FA, YW juga memberikan saran. Selain saran di poin kedua sebelumnya, YW juga menutup dengan kalimat yang menyebutkan bahwa bagaimana cara mengakhiri kisah pertarungan pilpres dua kali berturut-turut, 2014 dan 2019 ini dengan tinta emas, bukan tinta hitam. 

YW mendorong supaya Prabowo menghormati proses yang ada, mengikuti jalannya hukum, sehingga sematan dari SBY, The Real Champion of Democracy layak disandang Prabowo, kalau Prabowo menaati proses dan menghormati apa pun hasilnya.

Kesimpulan

Pasti ada di antara Anda yang tidak setuju dengan pendapat saya.

Ya, setiap orang mempunyai opini, sudut pandang yang berbeda, dalam memaknai dan mencermati orang-orang yang layak menjadi menteri.

Bagi saya, itu sah-sah saja, namun yang patut diingat adalah jangan mengultuskan sosok-sosok tertentu, beranggapan, kalau sosok itu memperoleh jabatan menteri tertentu, lalu langsung lenyap problem di bidang tersebut.

Semisal, Si A ditunjuk menjadi Mendikbud, lalu semua persoalan pendidikan dan kebudayaan akan selesai. Tentu saja, tidak semudah itu.

Perlu proses, perlu waktu.

Di balik kelebihan, pasti ada kekurangan.

FA dan YW mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Namun, niscaya, dengan apa yang sudah mereka lakukan selama ini, sudah memberikan manfaat, warna tersendiri, bagi bangsa dan negara, walaupun dalam skala, ruang lingkup yang kecil.

Kalau seandainya Jokowi - KMA memberikan kepercayaan kepada FA dan YW sebagai menteri sesuai dengan keahlian mereka, saya percaya, FA dan YW akan memberikan yang terbaik dari diri mereka buat bangsa dan negara.

Ya, kita lihat saja nanti pilihan dari Jokowi - KMA mendatang.

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun