Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman yang Takkan Terlupakan Seumur Hidup Saya

8 Juni 2019   21:34 Diperbarui: 8 Juni 2019   21:48 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ada berapa anak Ibu?"

"Hanya dua, Pak. Nina, anak pertama; yang bungsu belum sekolah. Laki-laki. Namanya Adi," Bu Rosi mulai bisa meredakan tangisnya. Mungkin karena membicarakan buah hati, jadi dia mulai bisa mengendalikan diri.

"Tadi ibu bilang, ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Apa yang ibu lakukan untuk mencari nafkah?"

"Saya kerja serabutan, Pak. Yang penting halal dan dapat uang. Pagi-pagi, saya mengambil kue dari kenalan, lalu saya mengantar kue-kue itu ke warung-warung, dimana kenalan saya menjalin kerjasama. Kalau sudah selesai mengantar, baru saya mengambil lagi kue-kue yang lain, untuk saya jual berkeliling."

"Hasilnya, Bu?"

"Yah, lumayan, Pak. Cukup untuk hidup kami sehari-hari. Untuk menambah penghasilan, saya juga jadi tukang ojek, antar jemput anak sekolah. Jadi setelah mengantar kue-kue ke warung-warung tadi, sebelum jualan keliling, saya jadi tukang ojek, antar anak orang ke sekolah. Setelah itu jualan kue keliling kota, kemudian siangnya, saya jadi tukang ojek lagi, jemput anak sekolah."

Saya melihat bola mata ibu itu menatap bola mata saya.

Menurut salah satu buku yang pernah saya baca (saya lupa judul bukunya), kita bisa tahu orang yang kita ajak bicara itu berkata jujur atau tidak, bilamana ada kontak mata.

Jika ada kontak mata, berarti dia tidak berbohong.

Meskipun begitu, saya tidak sepenuhnya percaya dengan pendapat di buku itu, meskipun dalam hati, saya meyakini kalau ibu ini berkata yang sejujurnya. Terlalu bagus kalau dikatakan sandiwara.

"Makanya, Pak, saya tidak bisa membelikan buku-buku pelajaran untuk Nina. Kondisi keuangan kami benar-benar minim, karena suami saya dipenjara, sehingga otomatis tidak ada pemasukan sama sekali. Saya terpaksa harus bekerja. Apa saja. Yang penting halal. Supaya anak-anak tetap bisa makan, dan Nina tetap bisa sekolah," Suara Bu Rosi terdengar bersemangat, karena mengucapkan perjuangan yang dia lakukan, semua itu untuk anak-anak tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun