Bisa dibayangkan maknanya kalau jawabannya "Nggak minat"?Â
Dia tidak melihat antuasisme orangtuanya yang berprofesi guru, baik waktu masih honorer dulu, maupun setelah jadi PNS, dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.
Kedua, Maya (juga bukan nama sebenarnya), seperti Linda di atas, sama-sama mempunyai tiga anak. Bedanya, kalau Linda mempunyai anak sulung yang sudah kuliah, dan dua anak lagi masih bersekolah di SMP dan SD; Maya mempunyai anak-anak yang sudah lulus SMA semua.
Apakah mereka mengambil jurusan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan?
Tidak.
Tak satu pun dari ketiga anak yang memilih FKIP.Â
Ketiga, Saya sudah memperhatikan dari berbagai sekolah dimana saya pernah mengajar dulu. Semisal, dari 30 guru dalam satu sekolah, cuma ada sekitar 3 anak dari guru-guru tersebut yang menetapkan hati menjadi guru seperti orangtua mereka. Berarti rasionya, dari 10 guru, hanya 1 guru yang berhasil mempunyai 1 anak yang meneruskan tongkat estafet menjadi guru seperti orangtuanya.
Saya tidak mengatakan kalau orangtua yang berprofesi guru harus memaksa anak-anak mereka untuk memilih profesi guru juga kelak. Tidak seperti itu. Anak-anak harus bebas memilih, mereka mau menjadi apa kelak.
Namun, kalau saya melihat beberapa kenalan saya yang berprofesi dokter atau arsitek, kebanyakan dari anak-anak mereka menetapkan pilihan karier pada profesi yang sama seperti orangtua mereka.
Sayangnya, hal tersebut tidak terjadi pada anak-anak guru, apalagi anak-anak guru honorer.
Kenapa anak-anak guru honorer tidak mau menjadi guru?
Ini menurut analisis saya, setelah bertanya kepada beberapa anak guru, baik itu anak guru honorer maupun anak guru pns. Sebenarnya kurang lebih sama.