Mohon tunggu...
Halima Maysaroh
Halima Maysaroh Mohon Tunggu... Guru - PNS at SMP PGRI Mako

Halima Maysaroh, S. Pd., Gr. IG/Threads: @hamays_official. Pseudonym: Ha Mays. The writer of Ekamatra Sajak, Asmaraloka Biru, Sang Kala, Priangga, Prima, Suaka Margacinta, Bhinneka Asa, Suryakanta Pulau Buru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kriteria Kepala Sekolah yang Ideal dalam Pengambilan Keputusan

16 Februari 2024   13:03 Diperbarui: 18 Februari 2024   14:17 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diskusi pengambilan keputusan bersama Kepala Sekolah SMP Negeri 52 Buru (dokumentasi pribadi)

Seorang pemimpin ibarat kepala berisi otak yang memiliki kemampuan mengendalikan sekujur tubuh. Namun, isi kepala itu pun belum tentu semua pemikiran dan kendalinya tepat, begitu pula dengan seorang pemimpin. 

Lumrah terdapat beberapa kebijakan yang tidak tepat sasaran. Tentu semua kebijakan itu dibuat demi kebaikan, tetapi realitanya tidak semua kebijakan memenuhi kebutuhan penyelesaian dari sebuah permasalahan.

Sebuah kepala yang memiliki kendali itu juga tidak mampu bekerja sendiri. Perlu adanya hati nurani dan kerja otot untuk melakukan segala rencana. Sama dengan seorang pemimpin yang membutuhkan musyawarah bersama bawahannya dan berkolaborasi dengan teman sejawat.

Yang dimaksud pemimpin dalam ulasan kali ini adalah berfokus kepada kepala sekolah yang memimpin suatu instansi pendidikan. Seperti apakah kepala sekolah yang ideal dalam mengambil kebijakan atau keputusan demi kemaslahatan guru, murid dan seluruh ekosistem sekolah.

Kepala Sekolah Menganut Pratap Triloka

Pratap Triloka adalah filosofi yang digaungkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Isi Pratap Triloka adalah ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), ing madya mangun karsa (di tengan memberi semangat), tut wuri handayani (di belakang memberi dukungan).


Seorang kepala sekolah yang menanamkan filosofi Pratap Triloka ini akan mampu melahirkan kebijakan-kebijakan sesuai dengan kebutuhan. Bukan hanya kebijakan yang dianggap baik dari sudut pandang kepala sekolah saja tetapi pengambilan keputusan yang dirasakan baik untuk semuanya.

Ing ngarsa sung tuladha dapat diterapkan oleh seorang pemimpin sekolah yang pasti menjadi panutan. Seluruh kebijakannya akan dilaksanakan oleh seluruh perangkat sekolah. Sikap dan karakteristik seorang kepala sekolah akan menjadi teladan yang berimbas kepada guru dan murid.

Bukan berarti kepala sekolah tidak akan pernah melakukan kesalahan. Pada istilah menjadi teladan ini bertolak pada seluruh kebijakannya yang akan dilakukan oleh seluruh perangkat sekolah. Sehingga seorang kepala yang semena-mena menggunakan wewenang mengambil kebijakan, maka yang merasakan imbasnya bukan hanya kepala sekolah sendiri. Seluruh anggota sekolah juga akan mendapat imbas baik positif maupun negatif.

Kebijakan kepala sekolah adalah menjadi cermin kualitas sekolah yang dipimpinnya. Itu sebab kepala sekolah mau tak mau akan menjadi teladan.

Ing madya mangun karsa menjelaskan bahwa ketika kepala sekolah berbaur dengan para guru dalam mengambil keputusan, di situlah kepala sekolah harus membangun semangat positif demi dicapainya sebuah kebijakan terbaik. 

Bukan hanya ketika memutuskan sebuah kebijakan, tetapi juga ketika kebijakan itu dilaksanakan, kepala sekolah turut berperan dalam melaksanakan kebijakan tersebut. 

Kepala sekolah mampu mengontrol dan merefleksi dari kebijakan-kebijakan yang diambil selama proses pelaksanaannya. Jadi, kepala sekolah bukan hanya memimpin, tetapi juga berada di batang tubuh sebuah kebijakan.

Tut wuri handayani mencerminkan sikap seorang kepala sekolah atau pemimpin yang mampu mengontrol juga mampu memacu seluruh anggota sekolah untuk memenuhi kebijakan tersebut. Walau kebijakan itu harus disepekati bersama, tetapi kepala sekolah memiliki kendali atas keberhasilan pelaksanaannya. 

Dari belakang, kepala sekolah memberi arahan sesuai dengan kebutuhan kebijakan. Tetapi di sini sifatnya bukan mendoktrin atau memaksakan kehendak. Dari belakang kepala sekolah mendorong dan mengarahkan sesuai dengan apa-apa yang ditargetkan.

Kepala Sekolah Mampu Menjadi Coach

Selain menjadi pemimpin, kepala sekolah juga harus mampu menjadi coach sekaligus fasilitator bagi para guru. Kepala sekolah yang ideal untuk mengambil keputusan adalah kepala sekolah yang mampu menjadi coach bagi segala permasalahan yang dihadapi di lingkup sekolah.

Menjadi coach bukan berarti berwewenang menyelesaikan semua masalahan sesuai dengan kehendak kepala sekolah. Tetapi menjadi fasilitator bagi guru dan masalahnya. 

Dalam coaching, seorang kepala sekolah mewadahi guru untuk membagi masalah dan berinisitif menyelesaikan masalahnya. Posisi coach hanya mendengarkan dan menjadi pengiring ketika sebuah keputusan atau penyelesaian masalah dipilih.

Dengan kepala sekolah berperan sebagai coach, segala kebijakan dalam menyelesaikan sebuah masalah tidak hanya dikeluarkan dari sudut pandang kepala sekolah saja. 

Penyelesaian dapat diputuskan dari sudut padang yang memiliki masalah itu sendiri. Sehingga ke depannya, akan lebih mampu bertanggung jawab atas keputusan yang diambil bersama melalui coaching.

Kepala Sekolah Mampu Memosisikan Diri dalam Dilema Etika dan Bujukan Moral

Seorang kepala sekolah yang kebijakannya akan dilaksanakan oleh seluruh perangkat sekolah tentu menjadi beban tersendiri. Kebijakan yang tepat akan membawa sekolah kedalam kemakmuran belajar. Sedangkan kebijakan yang kurang tepat, akan membawa kerancuan dalam sebuah kebijakan.

Masalah tidak selamanya berada di antara baik dan buruk, atau disebut bujukan moral. Masalah juga dapat di antara dua pilihan yang sama-sama benar.

Bujukan moral mungkin lebih mudah ditangani oleh seorang kepala sekolah. Sebab jika kepala sekolah sadar akan bujukan moral yang buruk, maka dengan mudah akan dihindarinya. Misalnya, suap dari orangtua murid, nepotisme, dan korupsi.

Namun berbeda dengan dilema etika yang membawa seorang kepala sekolah berada di antara dua perkara yang benar. Di mana kepala sekolah harus membuat kebijakan tanpa mengorbankan pihak lainnya. 

Misalnya, seorang murid yang tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal ketika para dewan guru dan kepala sekolah melakukan streaming nilai. 

Jika nilai tetap dipertahankan, maka murid tidak akan naik kelas dan kemungkinan besar murid akan malu dan putus sekolah. Namun, jika tidak dipertahankan dengan nilai yang sebenarnya, artinya melanggar etika dengan merekayasa nilai.

Pada kasus dilema etika, seorang kepala sekolah yang ideal harus mampu mengeluarkan kebijakan yang tepat. Tentunya keputusan itu tidak merugikan murid dan tidak melanggar etika sebagai guru dan kepala sekolah.

Demikian beberapa poin yang dapat saya ulas untuk menjadi kepala sekolah yang ideal dalam mengambil keputusan atau kebijakan. Walau seorang kepala sekolah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tetapi memiliki karakter yang ideal sebagai pemimpin itu sangat penting. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun