Mohon tunggu...
Muhammad Halim Yakubi
Muhammad Halim Yakubi Mohon Tunggu... Finance Analyst

Public finance analyst. Interested in treasury systems, budget transparency, and faster government payments.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Awasi Sebebasnya, Akses Semua Data, Tapi Jangan Ganggu Kami Bekerja

3 Oktober 2025   15:00 Diperbarui: 3 Oktober 2025   14:21 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses pengawasan yang menyita waktu kerja 

Di banyak organisasi, sekolah, rumah sakit, hingga kantor pemerintahan, ada satu pola yang berulang: proses pengawasan yang semestinya menjaga akuntabilitas malah membuat aktivitas utama terhenti. Bayangkan guru yang sedang mengajar di kelas, lalu tim pengawas datang. Alih-alih fokus pada murid, sang guru harus berhenti, mencari tumpukan administrasi, menyesuaikan format laporan, hingga meladeni wawancara berjam-jam. Murid terbengkalai, suasana belajar buyar.

Contoh lain yang tak kalah nyata: seorang bendahara di sebuah instansi pemerintah yang sedang memproses pembayaran tagihan. Tugasnya sederhana---memastikan vendor atau rekanan menerima pembayaran tepat waktu. Namun, ketika pengawas datang, pekerjaan terhenti. Bendahara harus menyiapkan dokumen tambahan, menyesuaikan format sesuai permintaan, dan duduk lama menjawab pertanyaan pemeriksa. Akibatnya, pembayaran terlambat, vendor dirugikan, dan reputasi instansi ikut tercoreng.

Fenomena ini menggambarkan paradoks pengawasan. Alih-alih memperkuat sistem, cara pengawasan yang ribet sering kali justru menghambat roda organisasi.

1. Pengawasan Seharusnya Tidak Mengganggu

Esensi pengawasan adalah memastikan standar tetap terjaga, bukan menghentikan pekerjaan utama. Idealnya, pengawas bisa seperti referee dalam olahraga: hadir, mengawasi, tapi tidak menghentikan permainan kecuali benar-benar ada pelanggaran serius. Michel Foucault, filsuf Prancis, pernah mengangkat konsep panopticon, metafora pengawasan yang efektif karena tidak terasa menginterupsi. Sayangnya, yang sering terjadi justru sebaliknya: pengawasan menjadi serangkaian prosedur yang membebani dan menguras energi.

2. Cukup Akses Data, Jangan Rebut Waktu

Di era digital, mestinya pengawas tidak perlu repot meminta dokumen berkali-kali. Jika sistem informasi dibangun transparan, cukup dengan akses data, pengawas bisa melihat perkembangan kapan saja tanpa harus menghentikan aktivitas orang lain. Contohnya, di Inggris National Audit Office (NAO) sudah memiliki akses penuh ke pengeluaran publik melalui basis data daring. Mereka tidak lagi membebani unit kerja dengan fotokopi dokumen manual. Prinsipnya jelas: trust the system, not the paperwork.

3. Saat Pengawas Kurang Menguasai Substansi

Realita lain: ada pengawas yang tidak memahami detail teknis bidang yang diawasi. Bukan karena niat buruk, tetapi karena latar belakang berbeda. Hasilnya, mereka kerap salah menilai atau menyoroti hal yang sebenarnya sudah sesuai aturan. Peter Drucker, pakar manajemen, pernah menegaskan: "So much of what we call management consists of making it difficult for people to work." Ungkapan ini cocok menggambarkan bagaimana pengawasan yang tidak didukung pemahaman mendalam justru menambah kesulitan, bukan memperbaiki kualitas.

4. Pentingnya Pemahaman Batas Toleransi

Seorang pengawas yang baik bukan hanya tahu teks aturan, tetapi juga memahami konteksnya. Pengawas yang pernah merasakan dinamika lapangan biasanya tahu batas antara kesalahan administratif kecil yang bisa ditoleransi dengan penyelewengan serius yang berpotensi merugikan. Pemahaman ini penting karena hukum tertulis tidak selalu mampu menangkap seluruh variasi kondisi nyata. Dengan bekal pengalaman, pengawas bisa lebih adil dalam menilai: mana yang hanya kekakuan prosedur, dan mana yang benar-benar penyimpangan yang harus ditindak.

5. Ego Pengawas: Mencari Temuan agar Dianggap Bekerja

Ada pula masalah insentif psikologis. Sebagian pengawas merasa buruk citranya bila tidak menemukan kesalahan. Akibatnya, mereka mencari-cari celah kecil agar ada "produk temuan". Padahal, temuan yang dipaksakan tidak memberi nilai tambah dan hanya merusak suasana kerja. W. Edwards Deming, pelopor manajemen kualitas, pernah berkata: "The aim of supervision should be to help people and machines do a better job." Artinya, pengawasan seharusnya membuat orang bekerja lebih baik, bukan sekadar menghasilkan laporan penuh kesalahan.

6. Lemahnya Hukuman, Ribetnya Pengawasan

Ironisnya, pada sisi lain, ketika pengawas benar-benar menemukan pelanggaran serius---korupsi, manipulasi laporan, atau penyelewengan---hukuman yang diberikan justru sering lemah. Kita jadi punya dua masalah: pengawasan ribet pada hal-hal kecil, tapi lembek ketika menghadapi kecurangan besar. Di sinilah esensi penegakan hukum harus diperkuat. Pengawasan tidak boleh berhenti pada administrasi. Ia harus diikuti dengan tindak lanjut yang jelas, konsisten, dan tegas. Tanpa hukuman yang setimpal, pengawasan hanya akan jadi ritual tanpa makna.

Menuju Pengawasan yang Sehat

Agar pengawasan benar-benar membantu, ada beberapa prinsip sederhana:

  • Silent but strong: hadir tanpa mengganggu pekerjaan inti.
  • Data-driven: gunakan akses data real-time, bukan dokumen manual.
  • Substantive understanding: pahami substansi dan konteks, bukan sekadar teks aturan.
  • Constructive, not destructive: temuan diarahkan untuk perbaikan, bukan sekadar menonjolkan kesalahan.
  • Firm on fraud: tegas pada manipulasi dan korupsi, bukan pada kesalahan kecil yang tidak substansial.

Penutup

Pengawasan tetap penting. Tanpa pengawasan, penyimpangan mudah tumbuh. Tetapi pengawasan yang terlalu ribet justru menghambat organisasi dalam menghasilkan output yang seharusnya bermanfaat bagi publik. Seorang pengawas yang bijak bukanlah yang sibuk mencari kesalahan kecil, melainkan yang berfokus memperbaiki sistem. John Wooden, pelatih basket legendaris, pernah berkata: "A good coach can change a game. A great coach can change a life." Sama halnya dengan pengawasan yang baik sekadar menemukan kesalahan, tapi yang hebat mampu mengubah sistem agar lebih efisien, adil, dan bermanfaat. Kalau pengawasan bisa diarahkan ke sana, kita tidak hanya menjaga akuntabilitas, tetapi juga memastikan organisasi tetap produktif, layanan publik lancar, dan masyarakat benar-benar mendapatkan manfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun