3. Nasihat Sahabat yang Bertakwa
Sahabatnya yang miskin menasihatinya dengan mengingatkan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan bisa diambil kapan saja:
"Apakah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikanmu seorang laki-laki yang sempurna?" (QS. Al-Kahfi: 37)
Ia juga mengingatkan bahwa seharusnya pemilik kebun itu bersyukur dengan berkata:
"Masya Allah, tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah." (QS. Al-Kahfi: 39)
Namun, pemilik kebun tetap sombong dan tidak menerima nasihat itu.
4. Kehancuran Kebun Sebagai Ujian
Akibat kesombongannya, Allah menguji pemilik kebun dengan menghancurkan kebun-kebunnya. Allah mengirimkan bencana yang membuat kebun tersebut hancur total, sehingga yang tersisa hanyalah tanah kosong yang tidak bisa lagi ditanami.
Ketika menyadari kehancuran ini, ia menyesal, meratapi nasibnya, dan menyadari bahwa ia telah berbuat zalim kepada dirinya sendiri:
"Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu apa pun." (QS. Al-Kahfi: 42)
Namun, penyesalannya datang terlambat, karena ia telah kehilangan segalanya. Tidak ada yang bisa menolongnya, dan ia tidak lagi memiliki kekuatan apa pun untuk mengembalikan kekayaannya.