Beberapa bulan terakhir ini, saya tidak aktif lagi menulis. Bukan karena kerjaan yang padat, melainkan lagi digempur habis-habisan dengan rasa malas.
Biasalah, setiap kita punya kejenuhan berbeda. Setiap manusia sosial selalu saja diperhadapkan dengan hal semacam ini, dan itu sangatlah wajar dan biasa-biasa saja.
Hari ini, baru lah bisa move on lagi dari kejenuhan panjang ini. Seperti mendapatkan kembali ruh yang telah melayang dari jiwa selama berapa bulan ini.
Saya kembali membuka beberapa tulisan di berbagai media, juga melihat kembali beberapa tulisan tentang biografi para tokoh.
Tidak banyak, hanya beberapa saja dan itu tidak membutuhkan waktu yang lama. Begitulah ketika kejenuhan tersingkir, kebiasaan menulis mulai kumat.
Dengan sendirinya, tergerak dan termotivasi dengan berbagai opini-opini menarik para penulis berkelas yang berseliweran di media berita on line dan juga blog pribadi mereka.
Sangat terkesan, sejumlah tulisan ini tidak dapat dicerna begitu saja ketika kita tidak terbiasa atau sangat terasing dengan dunia literasi.
Yah, hitung-hitung menginspirasi diri sendirilah tepatnya. Tak ingin lebih jauh tertinggal setelah mendapat kekuatan yang kembali dalam perihal mengasah dan mencurahkan isi kepala dan berafiliasi di dunia literasi. Saya memulainya tanpa pikir panjang.
Bahkan setelah pengantar ini saya tulis, saya belum punya tema yang tepat untuk menulis problem apa, atau tepatnya tidak terpikir sebelumnya tentang materi apa yang akan saya isi sebagai bagian terpenting dari tulisan saya ini.
Setelah pengantar tulisan ini rampung, saya baru terpikir soal berapa hari terakhir di bulan mei ini bertepatan dengan pekerjaan kecil yang saya ambil.
Tema dari tulisan ini pun saya berikan setelah sepenuhnya menulis kerangka pengantar yang mungkin tak begitu bergizi bagi pembaca.
"Pahami Etika Profesi Agar Kerjamu Bisa Maksimal " menjadi tema kali ini dalam tulisan sederhana yang di tulis menggunakan handphone genggam berkapasitas rendah.
Hal ini tentu sedikit sulit bagi saya untuk menulis, tetapi tidak menjadi masalah. Semoga saja tulisan ini bisa bermanfaat bagi semua pembaca yang budiman.
Mengapa harus tema seperti yang saya sebut diatas, bukan tema tentang politik, apalagi saat ini memasuki tahun-tahun politik atau hal-hal krusial lainnya yang nge-trend di bahas banyak orang saat ini.
Sementara ini, belum dan atau tidak memiliki minat untuk menulis yang sedikit lebih keras seperti kritikan dan lain sebagainya. Oleh karena tema yang ada pada tulisan ini dengan tujuan menceritakan sedikit pengalaman saat mengambil kerja yang istilahnya setahun sekali bagi saya.
Posisi pada kerja, saya hanya sebagai karyawan seperti pada umumnya. Hanya saja, kami (saya dan beberapa teman) tidak memiliki kator, tidak memiliki fasilitas pendukung lainnya seperti halnya kantor pada umumnya.
Namun, kami bekerja layaknya karyawan dan bersandar pada skill dan kebolehan kami, itulah sebutannya, yah begitulah kira-kira.
Bicara soal karyawan, tentunya kita akan berpikir tentang skill, terutama mengasah performa diri agar mampu mencetak sejumlah prestasi dengan akal dan pikiran sendiri.
Tujuannya sangat simple, sangat komplek pada prakteknya sebab yang namanya karyawan tidak hanya bekerja membuat prestasi melainkan harus mendalami serta menjiwai apa jenis pekerjaan yang dia kerjakan.
Pekerjaan yang saya geluti saat ini sama halnya dunia kerja yang juga teman-teman pembaca geluti. Hanya saja terdapat sedikit perbedaan yakni pemahaman kita tentang etika yang mendorong kita sebagai individu dengan profesi berbeda.
Begitulah narasi perbedaan jika saya sederhanakan untuk bisa kita pahami sama-sama tanpa harus berdebat panjang lebar tentang dunia kerja, karyawan dan etika profesi dalam bekerja.
Bagi saya, etika berbeda dengan pedoman atau setumpuk aturan kerja yang membuat pusing banyak pekerja di dunia kerja. Etika menurut hemat saya adalah ruh pekerjaan, profesi merupakan representasi dari skill individu.
Untuk itu, saya melihat perihal etika profesi dengan pandangan saya pribadi merupakan dasar sebagaimana pondasi dari bangunan yang bernama dunia kerja.
Banyak orang mungkin menyebut profesi di masa sekarang bisa menjadi gaya hidup, sebagiannya menyebut etika profesi sebagai pedoman.
Nah, dalam dunia kerja, baik pekerjaan formal dan non formal, kedua itu bersandar pada etikanya masing-masing. Sehingga tak jarang individu di dunia kerja di pacu untuk menampilkan skill mereka sebagai individu yang profesional dalam melakukan, dan atau melaksanakan tanggungjawab.
Kalau bisa di bilang, secara pribadi, saya bukan pekerja profesional, hanya pekerja musiman. Suka ya kerja, tidak suka pekerjaan itu, saya tinggalkan. Sesederhana itu pemikirannya.
Terlepas dari perihal etika, semua orang yang bekerja pasti ingin menjadi individu yang diteladani oleh orang lain. Tetapi, banyak juga yang lupa bahwa etika profesi yang saya sebut "Ruh" nya pekerjaan merupakan hal terpenting.
Ibarat jiwa tanpa ruh, kita hanya daging mati yang berjalan mengelilingi bumi yang di hiaskan jutaan keindahan ini. Tulisan ini, ingin saya sederhanakan saja biar tidak berbelit-belit.
Menurut praktiknya, ruh dari pekerjaan (etika profesi) ini sangatlah penting bagi kita dalam semua pekerjaan. Apalagi, kita yang ingin karirnya berjalan begitu mulus, terlepas dari campur tangan orang lain dan seterusnya.
Sebelum lebih jauh, saya memberikan sedikit pengantar dari pengertian etika profesi untuk kita semua memahaminya.
Etika dan profesi adalah dua hal berbeda, tetapi merupakan indikator utama dalam suatu pekerjaan. Dunia kerja menuntut kita menjadi manusia yang profesionalisme, tidak lain adalah menuntut kita sebagai individu untuk mampu mengatur semua pola dalam kerja.
Pola dalam kerja yang saya maksud ini adalah tindakan, komunikasi serta bentuk pengambilan keputusan. Semua hal itu, harus dijalankan secara profesional. Itulah yang saya dapat di pekerjaan saat ini.
Lalu, apakah etika itu merupakan kode etik?
Saya tidak mau tulisan ini memberikan bias besar pada pembaca yang budiman. Masih banyak dari kita melihat etika dan kode etik dalam satu kesatuan yang utuh, padahal nyatanya berbeda.
Etika ini di pakai untuk semua pekerjaan, di mana pun, dan kapan pun. Tetapi kode etik, hanya merujuk pada suatu organisasi atau badan tertentu sebagai pedoman.
Jadi, kode etik yang sama tidak berlaku di semua tempat kerja berbeda. Sedangkan etika dituntut untuk bisa menjadi ruh di setiap pekerjaan apapun, itu sistemnya.
Nah, substansinya. Etika dan kode etik berbeda dalam dunia kerja. Misalkan, dokter, teman-teman jurnalis, reporter, dan juga lembaga keamanan negara dll selalu berpegang pada kode etik.
Pekerja swasta, atau freelance pada beberapa lembaga swasta ada yang tidak memiliki kode etik secara profesional. Tetapi, etika profesi menjadi landasan untuk memaksimalkan income sebuah pekerjaan.
Saya bukan pekerja yang profesional tetapi sedikit memahami dan mempraktikkan etika profesi di pekerjaan saya. Terlebih, pekerjaan yang sifatnya adalah komunikasi, yang harus dijaga adalah etika berkomunikasi.
Tepatnya, agar tujuan dari etika profesi ini bisa dipegang sebagai dasar utama pekerjaan.Â
Sebagaimana kode etik, etika profesi lebih jauh manfaatnya jika kita sebagai pekerja, mampu mempraktikkan itu dalam pekerjaan kita.
Etika profesi pada prinsipnya adalah menjaga keseimbangan antara individu di dalam sebuah lini kerja. Misalkan, sebagai komunikator, selain memahami teknik komunikasi yang baik, kita juga harus memahami bagaimana etika individu yang berbeda, baik wilayah, dll.
Seorang komunikator akan bagus komunikasinya jika lawan bicaranya dengan senang hati merespon apa yang dia sampaikan dengan tutur yang bagus, bahasa yang bijak dan lain sebagainnya.
Dari pengalaman pekerjaan saya secara pribadi, ternyata etika profesi bisa membuat pekerjaan kita sangat maksimal, pekerjaan menjadi sangat bermutu, sangat bermanfaat.
Hal yang sama, etika ini berlaku bukan hanya untuk pekerja, melainkan individu di tampuk kekuasaan alias pimpinan. Pemimpin dengan etika profesi dalam pengambilan keputusan akan berdampak baik bagi suhu suatu organisasi di mana pekerjanya melakukan pekerjaan secara profesional.
Maksudnya, kode etik berfungsi sebagai pedoman, sedangkan etika profesi berfungsi sebagai ruh bagi para pekerja. Apapun yang kita kerjakan tidak melulu untuk diri sendiri manfaatnya, melainkan juga untuk orang lain dan lingkungan kita.
Selain itu, sebagai pekerja, kita dituntut untuk mengetahui prinsip-prinsip dari etika profesi sebagaimana yang saya maksudkan di atas dalam melakukan sebuah pekerjaan.
Bagi banyak orang yang bekerja secara profesional, prinsip etika profesional merupakan hal penting karena terintegrasi dengan kebebasan individu dalam menyampaikan gagasan dalam pekerjaan. Baik moral maupun kesejahteraan yang merupakan representasi dari keadilan dan sadar atas tanggungjawab yang di berikan.
Dari prinsip etika profesi ini, individu pekerja tidak hanya menjadi individu yang siap menuruti dan atau menjalankan semua aturan yang ada, dalam hal ini termasuk kode etik.
Jika pada suatu pekerjaan, individu ini menemukan berbagai aturan yang bertolak belakang dengan tindakan rasional, dirinya bisa dengan bebas menyampaikan atau menolak melaksanakan aturan tersebut.
Begitu pun pekerjaannya, jika di rasa bertentangan dan tidak memiliki dampak positif baik lingkungan kerjanya, dirinya bisa menyampaikan dengan cara-cara yang profesional.
Dengan sendirinya, dari hal ini dapat kita telaah bahwa etika profesi menjunjung kebebasan menyampaikan pendapat dalam bekerja jika di rasa suatu hal, atau pekerjaan ini bertentangan dan tidak memberikan nilai negatif bagi para individu di dunia kerja dan lingkungannya.
Selanjutnya, etika profesi terintegrasi dengan moral individu sebagai pekerja. Dalam sebuah pekerjaan, biasanya tuntutan paling utama adalah Kepercayaan.
Kepercayaan dalam arti, sebuah pekerjaan akan memberikan dampak di dua sisi yakni si pekerja dan penerima manfaat dari kerjanya (orang lain, lingkungan atau masyarakat umum).
Moral memiliki eksistensi yang sangat kuat di tengah dunia kerja, ketika ini di abaikan oleh individu, biasanya yang terjadi adalah konflik internal.
Moral individu mendasari pekerjaan, sehingga praktik pada pekerjaan terhindar dari potensi kecurangan sebagaimana telah terjadi di banyak lini organisasi.
Sebuah keharusan, ketika individu yang bergabung secara sah dalam sebuah struktur sistematis sebagai keanggotaan (tenaga kerja), moral menjadi bagian dari prinsip kerjanya.
Dua prinsip di atas, juga sinergi dengan kesejahteraan, muaranya adalah keadilan. Keadilan dalam arti, perlakuan terhadap sesama baik individu, dan atau masyarakat dan lingkungan tempat bekerja.
Biasanya prinsip keadilan ini sering kita temukan di organisasi pelayanan masyarakat. Bukan berarti organisasi lainnya non pelayanan masyarakat tidak di haruskan berpegang pada prinsip keadilan.
Prinsip keadilan berlaku merata, seluruh jenis organisasi atau lembaga mana pun sudah barang tentu di wajibkan memiliki prinsip keadilan bagi setiap individu (pekerjanya).
Ketika terjadi kecurangan baik di internal atau eksternal organisasi tempat kita bekerja, prinsip keadilan ini mengambil peran penting untuk menyelesaikan problem tersebut.
Setelah tiga prinsip dalam bekerja ini, ada juga satu prinsip paling akhir adalah tanggungjawab. Tanggungjawab berkaitan erat dengan kesadaran masing-masing individu di dalam sebuah organisasi.
Ketika organisasi menuntut kita bekerja secara profesional dengan bersandar pada etik dan etika profesi yang kita miliki, maka tanggungjawab merupakan indikator inti.
Mulai dari tindikan individu (para pekerja), ketika melakukan suatu pekerjaan dan mengukur sejauh mana hasil yang dia dapat. Organisasi tempat kerja mendasari hal itu dengan prinsip kerja.
Sayangnya, masih banyak individu di dalam bekerja belum sepenuhnya memahami prinsip tanggungjawab tersebut.Â
Pada pelaksanaan pekerjaan, kita kadang mendapat kendala rumit dan melahirkan konflik internal yang secara terpaksa harus membuat banyak pihak menerima dampaknya.
Dari beberapa prinsip bekerja ini, membuat ruang kendali individu akan terkontrol dengan baik ketika melaksanakan sebuah pekerjaan yang di emban olehnya.
Terlebih, prinsip-prinsip dasar bekerja secara profesional memiliki dampak positif di banyak hal. Sebagaimana tuntutan kita sebagai individu pekerja harus tahu dan memahami betul etika profesi untuk menyeimbangi hasil kerja kita.
Di pekerjaan saya, secara pribadi. Pimpinan tidak mengajarkan etika profesi dengan prinsip-prinsipnya. Saya merasa sangat penting untuk menulis sedikit tentang hal ini sebagaimana sudah saya lakukan meskipun belum maksimal hasil akhir dari sebuah pekerjaan yang saya lakukan.
Pada konteks ini, merawat dan berpegang pada etika profesi untuk mendorong hasil maksimal dalam bekerja secara proporsional adalah sebuah keharusan bagi kita semua.
Semua ini, dilakukan dengan konsistensi yang tinggi, dilakukan berulangkali, seterusnya dan semoga hasilnya menjadi sangat maksimal untuk semua pihak, baik kita sebagai individu pelaksana tanggungjawab, pemegang tanggungjawab dan lingkungan maupun masyarakat pada umumnya.
Begitulah, sedikit irisan singkat dari pengalaman bekerja tanpa berkantor, dan hanya mengandalkan etika profesi meskipun belum menjadi pekerja yang professional. Semoga bermanfaat !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI