Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemblokiran Rekening oleh PPATK dan Perlindungan Hak Kepemilikan

21 Agustus 2025   14:48 Diperbarui: 21 Agustus 2025   16:51 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://pixabay.com/photos/fraud-atm-security-bank-money-2048851/

Beberapa waktu lalu, publik Indonesia digegerkan dengan langkah pemerintah, melalui lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center / PPATK) untuk memblokir banyak rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu, atau yang disebut rekening dormant. Dalam hal ini, rekening bank yang tidak aktif selama 3 bulan berturut-turut akan diblokir oleh pemerintah.

PPATK sendiri menjelaskan bahwa kebijakan ini dilakukan karena lemabga tersebut menemukan banyak rekening dormant yang disalahgunakan, misalnya untuk tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, untuk menanggulagi tindakan kriminal tersebut, PPATK mengambil langkah untuk memblokir rekening masyarakat yang tidak aktif selama 3 bulan berturut-turut (detik.com, 29/7/2025).

Tidak hanya pencucian uang, PPATK juga mengatakan bahwa banyak rekening dormant yang digunakan sebagai deposit perjudian online ilegal di Indonesia. Pada tahun 2024, PPATK menemukan ada 28.000 rekening yang digunakan untuk tujuan kriminal tersebut. Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, PPATK menemukan ada sekitar 140.000 rekening dormat di Indonesia, yang jumlah saldonya sangat fantastis mencapai 428,61 miliar rupiah (cnbcindonesia.com, 29/7/2025).

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, judi online ilegal dan pencucian uang merupakan masalah yang serius di Indonesia, dan memang harus diatasi. Tetapi, langkah yang dilakukan oleh PPATK tersebut tentu merupakan sesuatu yang berlebihan. Kebijakan penutupan secara masif tersebut tentunya akan menyasar jutaan rekening warga yang taat hukum, yang tidak pernah menyalahgunakan rekeningnya, hanya karena rekening mereka tidak aktif selama 3 bulan.

Ada banyak alasan logis dan masuk akal kenapa sebuah rekening bisa didiamkan selama lebih dari 3 bulan. Misalnya, bisa saja karena rekening tersebut dimanfaatkan untuk penyimpanan asset jangka panjang, untuk persiapan ketika ada kondisi darurat. Bisa juga dana di rekening tersebut merupakan dana sosial yang dikumpulkan dalam periode waktu tertentu, untuk setelahnya akan disalurkan ke program yang menjadi sasaran.

Sejalan dengan hal tersebut, aturan tersebut sontak mendapatkan pertentangan dari banyak pihak, dan menjadikan banyak warga yang tidak bersalah menjadi korban. TIdak sedikit warga yang mengalami kesulitan ketika mereka membutuhkan dananya untuk kondisi darurat, seperti ketika kebutuhan medis mendesak ketika orangtua sakit, dan lain sebagainya (kompas.com, 30/7/2025).

Yang menyedihkan, banyak yang menjadi korban tersebut adalah masyarakat yang masuk dalam kategori masyarakat kelas menengah ke bawah. Salah satu pedagang kecil bernama Mardiyah (usia 48) di kota Citayam misalnya, merasa kaget bahwa salah satu rekeningnya diblokir saat ingin digunakan. Ia mengatakan bahwa ia memiliki dua rekening, yang pertama untuk kebutuhan usaha, sementara yang kedua untuk kebutuhan dana darurat. Ketika ia ingin menggunakan dananya, ternyata sudah diblokir dan tidak bisa diakses (kompas.com, 31/7/2025).

Tidak hanya kebutuhan dana darurat, warga lain bernama Ahmad Lubis (usia 37) misalnya, juga mengalami pengalaman yang serupa. Salah satu rekeningnya diblokir padahal rekening tersebut diperuntukkan untuk anaknya, dan dana yang dimasukkan berasalh dari hadiah prestasi yang didapatkan oleh anaknya, melalui lomba dan lain sebagainya (kompas.com, 31/7/2025).

Pekerja migran juga menjadi pihak yang dirugikan dan menjadi korban dari adanya kebijakan tersebut. Salah satu tenaga kerja migran Indonesia yang bekerja di Hong Kong misalnya, menjadi korban dari pemblokiran rekening oleh PPATK tersebut. Padahal, mereka sudah bekerja jauh-jauh dari tanah air, meninggalkan keluarganya dalam jangka waktu yang tidak sebentar, tetapi justru rekeningnya tidak dapat diakses (fajar.co.id, 1/8/2025).

Beberapa kisah di atas tentu merupakan segelintir dari banyaknya kisah warga yang tidak bersalah dan taat hukum yang menjadi korban dari kebijakan yang diterapkan oleh PPATK tersebut. Pemblokiran secara masif yang dilakukan oleh PPATK tersebut tentu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak kepemilikan. Sudah seharusnya, setiap langkah pengambilan atau penutupan akses warga terhadap properti dan barang-barang yang dimilikinya dilakukan secara manusiawi dan sesuai prosedur, salah satunya misalnya melalui ketetapan pengadilan terlebih dahulu, untuk menghindari praktik kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun