Hak tersebut merupakan hak dasar yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar, dan harus dilindungi. Jangan sampai, ada konsumen yang, karena mereka merasa takut dipidana, sehingga mereka tidak berani untuk mengutarakan pendapat dan komentarnya mengenai produk barang atau jasa yang mereka gunakan.
Memang harus diakui, sebagaimana pengulas topik-topik lainnya, seperti topik terkait politik, kondisi ekonomi, dan lain-lain, tidak semua ulasan memiliki kualitas yang setara. Ulasan atau komentar yang diberikan oleh mereka yang memiliki keahilian misalnya, tentu akan jauh lebih berkualitas dan mendalam dibandingkan dengan komentar yang diberikan oleh orang biasa.
Tidak bisa dipungkiri juga bahwa, konsumen dan para pengulas juga merupakan manusia biasa, dan bukan tidak mungkin ada sebagian dari mereka yang memiliki niat baik untuk memberikan komentar atau ulasan yang sesuai dan berbobot. Bisa jadi, karena didorong oleh satu atau hal lainnya, pengulas kuliner tersebut memang dari awal memiliki niat tidak baik, atau memang menjadikan komentar negatif tidak berbobot sebagai citra publiknya untuk mendapatkan atensi dan uang.
Namun, bukan berarti lantas karena hal ini, menjadi tepat bagi pemerintah untuk turun tangan untuk mengatur bagaimana seorang konsumen bisa mengeluarkan atau mengekspresikan mengenai produk yang mereka beli dna gunakan. Bila pemerintah, misalnya dalam hal ini melalui Kementerian Perdagangan, sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu anggota komisi 6 Dewan Perwakilan Rakyat, maka tentunya hal ini berpotensi bisa menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Bila ada pelaku usaha yang memang secara terbukti dirugikan karena adanya komentar yang terbukti tidak benar atau fitnah dari seseorang, maka sebaiknya hal tersebut ditempuh melalui jalur hukum perdata dan bukan pidana dengan melaporkannya ke polisi. Urusan terkait pencemaran nama baik misalnya, seharusnya diselesaikan secara pribadi melalui kesepakatan ganti rugi, dan bukan penjara.
Selain itu, terkait dengan mereka yang memang menjadikan konten ulasan makanan sebagai mata pencaharian, niscaya juga akan disaring oleh pasar, dalam hal ini oleh para penontonnya. Pembuat konten atau ulasan tulisan mengenai makanan yang tidak sesuai dengan yang semestinya misalnya, pasti seiring berjalannya waktu akan ditinggalkan dan karyanya tidak akan dibaca atau disaksikan oleh para pembaca atau penonton.
Sebagai penutup, hak konsumen untuk bebas mengeluarkan opini, pendapat, dan komentar mengenai pengalaman mereka menggunakan produk barang atau jasa tertentu meruapakan salah satu bagian penting dari kebebasan berbicara yang harus dilindungi, dan termasuk tentunya termasuk juga produk kuliner. Jangan sampai, kebebasan ini tercederai dengan adanya kejadian di mana konsumen yang memberi komentar atau opini ditangkap oleh aparat penegak hukum, sehingga hal ini bisa membuat banyak konsumen lainnya menjadi takut memberi komentar atau opini.
Referensi
https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang