Mohon tunggu...
Hafidz Aziz Ashwijuwan
Hafidz Aziz Ashwijuwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mempunyai hobi belajar investasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Di Tengah Bayang-Bayang Era Post Truth

5 April 2024   13:07 Diperbarui: 5 April 2024   13:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hafidz Aziz Ashwijuwan (Foto: Ist)

     Lompatan teknologi informasi pada revolusi industri 4.0 telah menunjukkan arus informasi yang tak terbendung. Masifnya pemanfaatan teknologi telah merangsang sampai sendi-sendi kehidupan. Seakan-akan teknologi tersebut telah terintegrasi ke dalam tubuh kita, yang sulit untuk dikeluarkan. Selain itu, perkembangan post-modernisme menjadi aktor penting dalam penciptaan masyarakat baru, yang disebut dengan post truth atau pasca kebenaran yang perlahan mulai menggugat kebenaran yang ada hingga dewasa ini.

     Manusia sering mengajukan pertanyaan dalam kehidupannya, mulai dari moral, sosial, dan cara hidup, bahkan sampai pengetahuan dan kebenaran. Telah banyak pendekatan yang dilakukan guna memperoleh hal-hal tersebut, akan tetapi secara komprehensif hanya mengarah pada titik masalah yang disebut kebenaran, pengetahuan, dan kenyataan.

     Arus perkembangan ilmu pengetahuan terus melaju ke arah yang kompleks, sebab naluri manusia selalu berambisi pada perubahan, hingga kebutuhan manusia itu sendiri sampai menimbulkan problem baru. Menurut faham postmodernisme, sifat dari ilmu pengetahuan bukan semata-mata obyektif, akan tetapi subyektif. Dan melihat peristiwa tertentu juga ketika ingin menilainnya musti dilihat dari segala sisi, tidak sebatas terfokus pada sisi tertentu. Kehadiran faham postmodernisme ini yang kemudian mengahsilkan era baru yang disebut post truth (pasca kebenaran).

     Fenomena pasca kebenaran terjadi diberbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Masyarakat Indonesia pasca reformasi telah mengalami perubahan pola fikir seiring munculnya revolusi industri 4.0. Hal ini menjadi langkah dimulainya perpaduan yang mesra antara teknologi dan ruang biologis, fisik, dan digital yang menghasilkan disruption. Menurut Rhenald Kasali, disruption (Gangguan) ialah tren baru sudah muncul dan tren lama telah terputus. Lebih lanjut, bahwa fenomena ini terjadi dikarenakan hampir diseluruh sendi-sendi kehidupan manusia berbondong-bondong menuju digital, yang dalam istilah Nurcholish Madjid disebut determinisme teknologi. Sebagai contoh, dalam satu sisi kehadiran teknologi digital seperti media sosial telah memberikan kemudahan dalam kerja-kerja kemanusian berkomunikasi, menyampaikan ide, dan mengakses berbagai informasi, akan tetapi pada sisi lain, media sosial menjadi bilik yang menakutkan terhadap peretasan, ujaran kebencian, dan kejahatan digital lainnya.

     Pada era post truth, masyarakat tidak lagi mencari kebenaran, akan tetapi cenderung pada penegasan terhadap keyakinan yang dipegangnya. Gejala ini ialah hasil dari proses modernasi umat manusia yang melahirkan disrupsi informasi dan mengancam bilik-bilik kehidupan sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dsb.

Post Truth Dalam Tinjauan Sosiologi

     Tanggapan sosiologis terhadap post truth paling menonjol di bidang yang fokusnya pada konsumsi atau produksi pengetahuan. Guna tingkat yang lebih besar maupun kecil bidang studi tersebut terlibat dalam kebangkitan pasca-kebenaran; masing-masing berkorelasi dengan aspek pasca-kebenaran daripada totalitas. Selain itu, sebagian besar sejalan dengan penguatan kembali kategorisasi filosofis pengetahuan.

     Perkembangan teknologi telah melemahkan dan melemahkan media arus utama, dan menciptakan fluiditas komunikasi publik yang besar. Dengan hadirnya revolusi 4.0, perubahan sistem informasi dengan hadirnya jejaring maya telah mengubah sistem komunikasi masyarakat. Pesatnya perubahan menyebabkan informasi tidak terbendung. Dampaknya, pada suatu hari manusia akan menggabungkan perasaan dan kebenaran menjadi kesatuan tanpa memisah kebenaran dan emosi guna kepentingannya. Lompatan post truth di masyarakat berpotensi menimbulkan bencana, sebab kehadiran infromasi disalahgunakan oleh kelompok untuk kepentingan tertentu dan menimbulkan gejolak konflik sosial, dari perang ideologi sampai konflik[1].

     Misalnya di Ukraina, tumbangnya presiden mereka telah diawali sebuah status media sosial yang dibuat oleh jurnalis di Facebook yang diteruskan dengan seruan berkumpul di Lapangan Maidan di Kiev. Sementara di Jerman, partai ultra-kanan mendapatkan 12,6% kursi di parlemen dengan cara menyebarkan ketakutan-ketakutan melalui media sosial bahwa para pengungsi dari Suriah mendapat lebih banyak keuntungan daripada pribumi Jerman[2]. Contoh tersebut ialah potret kasus-kasus post truth yang gemilang. Kepercayaan yang mereka tempatkan di media telah tergantikan oleh keyakinan praktis yang tak terbendung pada akses informasi yang diterima melalui media sosial. Akan tetapi bias warga yang telah antusias dan menyerah terhadap gaya baru berkomunikasi dapat difahami karena hal itu jauh dari perantara yang hingga sekarang adalah televisi atau surat kabar.

Fenomena Post Truth di Indonesia

     Fenomena post truth dirasakan sejak pemilu 2019 silam, dimana lonjakan informasi dalam skala besar telah tersebar pada media sosial. Alhasil, batasan kebenaran informasi menjadi tercecer. Ini adalah wabah baru yang buruk dalam desiminasi ilmu pengetahuan. Hingga mei 2023, sebanyak 11.642 konten hoaks telah diidentifikasi Tim AIS Direktorat Jendral Aplikasi Informatika KOMINFO. Konten tersebut terhitung sejak periode agustus 2018 sampai mei 2023. Data tersebut menunjukkan bahwa para pendusta di jaringan maya semakin lihai dalam menyebarkan informasi palsu kepada masyarakat. Lebih lanjut, ada pepatah yang menyatakan bahwa hoax dapat dibuat oleh orang pintar yang jahat kemudian disebarkan oleh orang baik yang bodoh. Hingga saat ini, ladang ruang media sosial dijadikan meda perang bagi kepentingan pribadi, adu ideologi, dan menimbulkan debat yang tidak sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun