Menjalani sebuah hubungan itu membutuhkan perjuangan dan komitmen. Raim Laode berusaha untuk mempertahankan cintanya kepada Komang Ade. Akan tetapi, Ode harus menghadapi berbagai tekanan dan rintangan baik dari impian besarnya maupun keluarga Ade. Hubungan mereka mulai kacau semenjak kepergian Raim Laode ke Jakarta untuk mengikuti audisi stand up comedy. Apakah Ode berhasil mendapatkan cintanya Ade? Akankah keluarga Ade merestui hubungan mereka ?
Beberapa waktu lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk menonton film Komang (2025) bersama dengan teman saya, Dea Olifia. Pada awalnya, kami hanya merasa penasaran saja karena film ini sedang ramai sekali dibicarakan di berbagai media sosial. Namun ternyata, Komang sama sekali bukan sekadar film viral---ia menyuguhkan kisah cinta yang dalam, emosional, dan penuh perjuangan.
Komang, yang disutradarai oleh Naya Anindita, merupakan film drama romantis yang mengangkat kisah nyata antara Raim Laode beserta sang istri, Komang Ade. Cerita bermula dari adanya pertemuan dua insan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, yaitu Raim dari suku Tolaki di Sulawesi Tenggara, dan juga Komang dari Bali. Perbedaan ini menjadi semacam bumbu utama dalam dinamika hubungan mereka, yang terkadang menghadirkan konflik, keraguan, dan pertanyaan soal masa depan.
Film ini menyoroti tentang bagaimana cinta tak cukup hanya dengan rasa saja, tapi juga keberanian dan keteguhan di dalam memperjuangkan. Raim digambarkan sebagai lelaki bersahaja tetapi gigih, sedangkan Komang tampil sebagai perempuan kuat yang selalu setia meski banyak hal tidak sesuai harapan. Konflik internal keluarga, perbedaan keyakinan, beserta tekanan sosial menjadi tantangan nyata dalam hubungan mereka. Di sinilah letak kekuatan naratif film ini hadir.
Selain itu, Komang juga secara tidak langsung mengangkat isu penting tentang perbedaan keyakinan dalam hubungan antar individu. Perbedaan adat, pandangan hidup, dan cara berpikir menjadi penghalang yang nyata, tapi film ini menunjukkan bahwa ketika dua orang saling mencintai dan mau berjuang, semua itu bisa diatasi. Ini menjadi pesan yang relevan untuk banyak pasangan di Indonesia yang juga hidup dalam konteks budaya yang beragam.
Dari segi akting, Kiesha Alvaro berhasil memerankan seorang Raim Laode dengan sangat meyakinkan. Ia tidak hanya menjadi tokoh utama, tapi juga menyampaikan kisah Ode dengan penuh rasa. Komang Ade pun tampil kuat dan mendalam, membuat penonton ikut merasakan kegelisahan dan keteguhan hatinya. Chemistry keduanya terasa kuat, karena memang berangkat dari pengalaman nyata.
Secara keseluruhan, Komang adalah film yang sederhana namun meninggalkan kesan mendalam. Ia bukan hanya tentang cinta, tapi tentang keberanian melawan rintangan demi mempertahankan cinta itu sendiri.
Menonton Komang bukan hanya soal menikmati kisah cinta dua insan, tapi juga soal belajar tentang makna perjuangan dan komitmen dalam sebuah hubungan. Film ini menunjukkan bahwa cinta sejati tidak datang dengan mudah, tapi harus diperjuangkan---kadang dengan air mata, kadang dengan keberanian untuk melawan arus. Dalam dunia yang serba cepat dan instan seperti sekarang, Komang hadir sebagai pengingat bahwa hubungan yang kuat lahir dari ketulusan dan kesediaan untuk terus bertahan.
Sebagai penonton, saya merasa Komang berhasil menyampaikan pesannya dengan sederhana namun penuh makna. Film ini bukan sekadar hiburan, tapi juga bisa menjadi refleksi bagi siapa saja yang sedang memperjuangkan cinta atau berada dalam hubungan yang diuji oleh keadaan. Tidak heran jika film ini viral dan banyak diperbincangkan---karena ia menyentuh sisi paling manusiawi dari kita semua.
Dengan durasi yang tidak terlalu panjang, Komang mampu menyajikan cerita yang padat, emosional, dan berkesan. Bagi saya pribadi, ini bukan hanya film yang layak ditonton, tapi juga dikenang.