Mohon tunggu...
Hadi Muin Al Rasyid Hasibuan
Hadi Muin Al Rasyid Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mencari uang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah pagar nusa cimande

14 April 2025   07:55 Diperbarui: 14 April 2025   07:55 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kasemo badronoyo

Pagar Nusa adalah organisasi pencak silat yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), lahir dengan semangat untuk melestarikan, mengembangkan, dan menjaga tradisi bela diri warisan para ulama dan leluhur bangsa Indonesia. Di antara berbagai aliran silat yang tergabung dalam Pagar Nusa, aliran Cimande menempati posisi yang sangat penting dan berpengaruh. Cimande bukan hanya aliran silat tertua di Indonesia, tetapi juga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang kuat, sehingga sejalan dengan nilai-nilai keislaman dan ke-NU-an.  Aliran Cimande berasal dari sebuah desa bernama Cimande, yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Silat ini diyakini mulai berkembang pada abad ke-18 dan diasosiasikan dengan nama Ki Sabandar atau dikenal juga sebagai Mbah Khaer. Beliau adalah seorang pendekar sekaligus tokoh spiritual yang menciptakan sistem bela diri yang kuat, efektif, dan sarat nilai-nilai kearifan lokal. Ciri khas dari aliran Cimande adalah teknik tangan kosong dengan gerakan yang kokoh, pukulan kuat, tangkisan keras, serta penggunaan kuda-kuda yang stabil. Gerakan silat Cimande banyak terinspirasi dari alam, seperti gerakan harimau, elang, dan ular, sekaligus mencerminkan filosofi keseimbangan dan ketenangan. Selain kekuatan fisik, silat Cimande juga dikenal memiliki sisi spiritual yang kental. Para pendekarnya tak hanya dilatih bela diri, tetapi juga diajarkan untuk menjalani tirakat, zikir, shalawat, dan amalan-amalan spiritual lain sebagai bentuk penguatan batin. Dalam tradisi Cimande, keberhasilan dalam silat tidak hanya ditentukan oleh kekuatan tubuh, tetapi juga oleh kejernihan hati dan kedekatan dengan Sang pencipta. Pagar Nusa resmi didirikan pada 3 Januari 1986 oleh KH. Mahfudz Ridwan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Pendirian Pagar Nusa dimaksudkan sebagai wadah resmi untuk para pendekar NU dari berbagai aliran silat tradisional, termasuk Cimande, agar bisa bersatu menjaga agama, bangsa, dan budaya melalui jalur pencak silat. Sejak awal, banyak pendekar dari aliran Cimande yang bergabung dengan Pagar Nusa dan menjadi tulang punggung dalam pengajaran serta pengembangan silat dalam tubuh organisasi ini. Di berbagai daerah, Cimande diajarkan sebagai bagian dari kurikulum pelatihan dasar dan lanjutan Pagar Nusa. Selain itu, gaya silat Cimande juga kerap menjadi andalan dalam pertandingan dan pertunjukan seni bela diri di berbagai forum nasional maupun internasional. Salah satu kekuatan besar dari Pagar Nusa Cimande adalah filosofi hidup yang diajarkan kepada para pesilat. Bukan sekadar belajar teknik bela diri, para santri dan pendekar juga ditanamkan adab dan akhlak, di antaranya:

  • Adab Sebelum Ilmu -- Seorang murid harus hormat kepada guru dan orang tua sebelum mempelajari ilmu silat.

  • Menghindari Kekerasan -- Ilmu bela diri digunakan sebagai pelindung, bukan untuk menyakiti atau pamer kekuatan.

  • Taat kepada Ulama dan Kiai -- Sebagai bagian dari NU, Pagar Nusa mendidik pendekarnya agar tunduk pada arahan ulama dan menjaga ukhuwah islamiyah.

  • Bersikap Rendah Hati -- Semakin tinggi ilmu, semakin besar tanggung jawab untuk menjaga laku.

  • Menjaga Negeri dan Budaya -- Sebagai warisan leluhur, silat adalah bagian dari identitas bangsa yang harus dilestarikan dan dijaga dari pengaruh negatif luar.

Di banyak daerah, Pagar Nusa Cimande bukan hanya tempat belajar silat, tapi juga menjadi pusat pembinaan generasi muda agar memiliki jiwa patriotik, cinta tanah air, serta semangat menjaga agama. Banyak pondok pesantren yang menjadikan silat Cimande sebagai bagian dari aktivitas harian santrinya. Selain menjaga fisik agar tetap sehat dan kuat, silat juga menjadi sarana melatih kedisiplinan dan keberanian. Dalam konteks sosial, para pendekar Pagar Nusa juga sering dilibatkan dalam pengamanan kegiatan keagamaan seperti pengajian akbar, haul, dan acara NU lainnya. Mereka hadir sebagai garda terdepan, bukan untuk menunjukkan kekuatan, tapi menjaga ketertiban dengan sikap santun. Pagar Nusa Cimande adalah bukti bahwa bela diri tradisional Indonesia bukan hanya soal teknik berkelahi, tetapi juga tentang akhlak, budaya, dan spiritualitas. Dalam tubuh Pagar Nusa, aliran Cimande tumbuh subur dan memberikan kontribusi besar terhadap penguatan karakter pemuda Nahdlatul Ulama. Silat bukan sekadar warisan gerakan, melainkan warisan nilai. Dan Cimande, dalam naungan Pagar Nusa, adalah benteng hidup yang terus menjaga kehormatan agama, bangsa, dan budaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun