Mohon tunggu...
Hadi Hartono
Hadi Hartono Mohon Tunggu... Penulis Lepas, Bisnis digital, Editor naonsia.com dan gerungnews.com

Hadi Hartono was born in Tangerang 55 years ago. He has a Bachelor's degree in Business Management from a private university in Jakarta and a diploma in Financial Management from the Akademi Pimpinan Perusahaan – Ministry of Industry in Jakarta. Hadi Hartono served as Director of PT Naya Indo Nusa from 2014 to 2021. He is currently the Chief Editor of the online media Naonsia.com and also manages his personal blog, hadihartono.com. In the organizational world, Hadi was the Chairman of the DPD of the Indonesian Micro and Small Business Association (Hipmikindo) in Banten Province from 2015 to 2020. He has also been a member of the Indonesian Tourism Operators Association (ASPPI) since 2015. He was a member of the Tangerang Regency DPRD for one term and served two terms in the Banten Provincial DPRD. Hadi has written several books, including Mengelola Minimarket Mandiri, published by Indonesia Cerdas in Yogyakarta, From Zero to Owner, published by Andi in Yogyakarta, and Elon Musk: Kaya Karena Inovasi, published by Mafy Media in Solok City. In addition to print books, he has also written dozens of eBooks on business and personal development. Novelis di KBM.ID atau kbm app https://shorturl.at/FMtOG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Konspirasi di Balik Tangki BBM

19 Juni 2025   11:22 Diperbarui: 19 Juni 2025   11:22 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di balik deru kendaraan yang melintasi jalanan Jakarta, di balik deretan pompa bensin yang tampak teratur dan steril, tersembunyi gelombang kejahatan sistematis yang mengalir bersama setiap tetes bahan bakar. Tak ada yang curiga. Tak ada yang bertanya mengapa mobil mereka sering batuk-batuk padahal mengisi bensin berkualitas. Di dalam ruang-ruang kaca gedung-gedung energi, para pengatur distribusi, pedagang perantara, dan direktur anak perusahaan BUMN bermain catur dengan angka dan spesifikasi, mencuri tanpa sentuhan kasar, hanya lewat spreadsheet dan kode tender.
 
Arga Mahesa, seorang analis sistem di perusahaan migas nasional, adalah bagian kecil dari mesin besar itu. Ia tak pernah berniat mengguncang sistem. Pekerjaannya sederhana: menyusun model untuk pengadaan bahan bakar berbasis algoritma harga pasar dan kualitas input kilang. Ia bekerja dengan presisi, percaya pada angka. Tapi justru dari situlah keganjilan pertama muncul.
 
Selama berbulan-bulan, Arga mencermati pola impor BBM dari Singapura dan Dubai. Semua terlihat "terlalu sempurna"---tidak ada deviasi, tidak ada variasi pasar yang seharusnya terjadi. Seakan-akan pasar dikendalikan oleh tangan-tangan tak terlihat. Yang lebih aneh: nilai oktan yang dicatat dalam sistem selalu 92, tapi hasil uji lapangan dari uji acak di depo hanya menunjukkan angka 89, kadang bahkan 88. Arga mengira itu hanya kesalahan logistik. Tapi data tidak pernah berbohong.
 
Ketika ia mengajukan analisis itu ke atasannya, hasilnya bukan diskusi---melainkan mutasi. Ia dipindahkan secara mendadak ke depot logistik di Kalimantan Timur. Tidak ada penjelasan. Tidak ada surat teguran. Hanya pemindahan dengan alasan "penyesuaian kebutuhan operasional".
 
Di Kalimantan, Arga bertemu Ragil, seorang mantan teknisi depot yang dicap pembangkang. Ragil pernah bersuara soal pengoplosan BBM yang dilakukan secara sistematis. Pertalite yang seharusnya dijual untuk subsidi, dioplos dan dijual sebagai Pertamax dengan harga penuh. Setiap drum berisi margin tersembunyi. Dan perintah itu, kata Ragil, datang tanpa tertulis. Hanya tekanan. Hanya bisikan. Mereka yang menolak? Dicopot. Dipindah. Atau dibungkam.
 
Pola itu kembali bergema di kepala Arga. Ia mulai menyusun kembali seluruh file, log email, dan simulasi lama. Sistem pengadaan berbasis digital yang dulu ia kembangkan bersama tim audit internal---telah dimatikan. Padahal itu satu-satunya jalur transparan yang tidak bisa dimanipulasi. Kini semua dikendalikan melalui proses manual: invoice, memo, dan dokumen yang bisa diatur sesuai kebutuhan para pemain.
 
Dalam pencariannya, Arga terhubung dengan Tari Atmadja, jurnalis investigasi dari media independen yang sedang menyelidiki kerusakan mesin kendaraan secara massal di beberapa wilayah. Tari awalnya mencium adanya masalah kualitas BBM. Tapi informasi dari Arga membuka cakrawala baru: ini bukan sekadar kelalaian teknis, ini korupsi berskala industri. Mereka mulai menelusuri jejak uang, nama-nama direksi, dan perusahaan broker.
 
Nama yang terus muncul: Kerry Riza. Broker minyak muda, flamboyan, putra dari seorang taipan migas era Orde Baru. Kerry mengendalikan perusahaan perdagangan BBM lintas negara. Ia bukan pemain biasa. Ia terhubung dengan pejabat, dengan pengusaha pengimpor, bahkan dengan jaringan logistik Pertamina cabang luar negeri. Ia bukan menjual minyak. Ia menjual akses.
 
Sementara itu, laporan Tari mulai mendapat tekanan. Redaksi tempatnya bekerja diretas. Salah satu jurnalis senior tertabrak di jalan saat hendak menemui narasumber. Pesan-pesan tak dikenal masuk ke ponsel Arga, mengancam adik dan ibunya yang tinggal di Yogya. Semakin mereka mendekati pusat, semakin kabur bentuknya. Dan semakin berbahaya.
 
Namun mereka tidak sendiri. Seorang politisi muda, Andra, yang kini duduk di Komisi VII DPR, terhubung dengan Arga lewat jaringan alumni. Andra dulu adalah orang yang mendukung rancangan sistem transparansi energi, tapi kalah suara dalam sidang pleno. Kini, ia menyusun ulang strategi. Ia meminta dokumen pendukung, rekaman komunikasi, serta bukti perubahan spesifikasi BBM yang dimanipulasi sejak 2021.
 
Rapat dengar pendapat digelar. Pertamina mengelak. BPKN menolak bicara. Tapi publik mulai mencium bau busuk. Dalam waktu singkat, media sosial dipenuhi dengan testimoni pengguna kendaraan yang mesinnya rusak setelah menggunakan BBM resmi. Tak satu pun dari mereka tahu bahwa bahan bakar yang mereka gunakan telah dicampur, diturunkan kualitasnya, lalu dijual dengan harga tinggi untuk menutupi margin keuntungan para broker.
 
Arga dan Tari terus menggali. Di balik lapisan dokumen, mereka menemukan nama yang lebih besar: Mentari Wibowo. CEO dari subholding energi internasional, wanita cerdas yang mengendalikan jaringan pengadaan migas lintas benua. Wibowo adalah figur publik yang dipuja, simbol reformasi energi. Tapi di dalam sistem, ia adalah pusat kendali. Arga mencium skema kompleks yang disebut sebagai "Ruang Delta"---sebuah jaringan tak resmi yang mengatur.

Novel bisa dibaca di kbm id atau kbm app

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun