Anies Baswedan dalam Perspektif Bung Karno
Bung Karno dan Anies Baswedan adalah dua tokoh yang lahir dari zaman yang berbeda, namun sama-sama dikenal sebagai pemimpin dengan kekuatan kata, pemikiran yang strategis, dan daya tarik intelektual. Bung Karno adalah pendiri bangsa, peletak dasar ideologi Indonesia, pemimpin revolusi yang menyatukan kebangsaan, Islam, dan Marxisme dalam Pancasila. Anies Baswedan adalah intelektual muda yang menjelma menjadi tokoh politik nasional, dikenal karena pidato-pidato reflektif, gagasan pendidikan, serta kepemimpinan di DKI Jakarta dan peran dalam pemilihan presiden 2024.
Bagaimana Bung Karno akan melihat Anies Baswedan? Apakah ia akan menganggapnya sebagai penerus ide-ide revolusi, atau sebagai representasi elitisme politik yang pernah ia lawan? Tulisan ini akan membedah Anies Baswedan dalam perspektif Bung Karno, bukan sekadar untuk menilai, tetapi untuk menguji apakah pemimpin hari ini masih berada di jalan yang dirintis oleh Sang Proklamator.
---
1. Kecintaan pada Ilmu dan Bahasa: Titik Temu Kultural
Bung Karno mencintai kata-kata. Ia percaya bahwa retorika bisa membakar semangat bangsa dan mengguncang dunia. Pidato-pidatonya bukan sekadar orasi, melainkan strategi politik, senjata ideologis, dan sarana pendidikan rakyat. Demikian pula Anies Baswedan, yang sejak awal dikenal sebagai orator dan pendidik. Pidatonya sarat kutipan, bernas dalam konsep, dan apik dalam narasi.
Dalam aspek ini, Bung Karno kemungkinan besar akan merasa ada persaudaraan intelektual. Ia akan menghargai kemampuan Anies menghidupkan gagasan dan membangun narasi. Namun ia juga akan mengingatkan, bahwa kata-kata tidak boleh menjadi pengganti kerja nyata. Seperti yang sering ia tekankan:
> "Bangsa ini tidak butuh kata-kata indah saja. Bangsa ini butuh kerja, perjuangan, dan darah!"
Bung Karno akan menilai apakah retorika Anies dibarengi dengan tindakan revolusioner, atau hanya sebagai bentuk estetika politik yang indah namun tidak menggugah struktur ketimpangan.
---