Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

4 Alasan Tradisi Emas Bulu Tangkis Indonesia di Olimpiade Bisa Berlanjut

22 Juli 2021   12:54 Diperbarui: 22 Juli 2021   15:46 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan ganda putra Indonesia, Kevin Sanjaya (kanan) dan Marcus Gideon, jadi unggulan 1 di Olimpiade 2020| Sumber: Badmintonphoto/Yohan Nonotte

Ada delapan cabang olahraga (cabor) yang diikuti kontingen Indonesia di Olimpiade 2020 Tokyo. Dari 8 cabor itu, tidak berlebihan menyebut bulu tangkis menjadi yang paling ditunggu kiprahnya.

Ya, selain cabor atletik, panahan, renang, dayung, menembak, selancar, dan angkat berat, kiranya bulu tangkis yang paling bikin penasaran banyak orang.

Ada banyak alasan yang bisa dimunculkan untuk menjawab mengapa bulu tangkis paling bikin penasaran.

Pertama, karena rindu.

Pandemi membuat masyarakat, utamanya pecinta badminton, sudah memendam rindu berkepanjangan untuk segera menyaksikan atlet-atlet bulu tangkis kebanggaan Indonesia tampil.

Pasalnya, pandemi membuat bulu tangkis sempat mati suri. Bila biasanya nyaris setiap bulan ada turnamen, selama 1,5 tahun terakhir ini situasinya berbeda.

BWF selaku induk organisasi badminton dunia, memutuskan untuk membatalkan sejumlah turnamen dalam kalender BWF World of Tour di 2020 dan 2021 ini.

Karenanya, para badminton lovers hanya bisa menyaksikan kabar update Kevin Sanjaya dan kawan-kawannya dari media sosial. Bukan dari lapangan.

Alasan kedua, harapan.

Bulu tangkis paling ditunggu kiprahnya karena selama ini punya tradisi meraih medali emas di Olimpiade.

Sejak dipertandingkan di Olimpiade 1992 (kecuali edisi 2012), bulu tangkis selalu bisa menyumbangkan medali emas di Olimpiade. Dimulai dari Susy Susanti, hingga pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di Olimpiade 2016 Rio de Janiero, Brasil.

Masyarakat Indonesia, termasuk saya, berharap agar pejuang bulu tangkis Indonesia di Olimpiade 2020 bisa melanjutkan tradisi itu. Sembari berharap cabor lainnya juga bisa meraih medali.

Lalu, bagaimana peluang tradisi emas dari bulu tangkis itu di Olimpiade 2020?

Bisakah berlanjut? Seharusnya bisa.

Sebab, kontingen bulu tangkis Indonesia memenuhi sejumlah syarat untuk bisa meraih medali emas di Tokyo nanti. Apa saja?

Indonesia berangkat dengan membawa 11 atlet

Indonesia mengirimkan 11 pebulu tangkis yang akan tampil di lima nomor yang dipertandingkan. Bulu tangkis menjadi cabor yang paling banyak wakilnya dibandingkan 7 cabor lainnya.

Jumlah 11 atlet itu bahkan lebih banyak dibandingkan di Olimpiade 2016 silam. Kala itu, Indonesia mengirimkan 10 atlet dengan hasil pencapaian satu medali emas.

Ke-11 pejuang bulu tangkis Indonesia di Olimpiade 2020 itu yakni Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie di tunggal putra. Gregoria Mariska Tunjung di tunggal putri.

Di nomor ganda putra ada Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon serta Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan. Lalu Greysia Polii dan Apriani Rahayu di ganda putri. Serta pasangan Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti di ganda campuran. 

Dalam hal jumlah atlet badminton yang tampil di Olimpiade 2020, Indonesia hanya kalah dari Jepang (13 atlet) dan China (14 atlet).

Tentu saja, jumlah banyak itu tidak sembarangan. Sebab, mereka lolos setelah melalui kualifikasi ketat. Dan yang pasti, jumlah banyak itu tentunya memperbesar peluang untuk meraih medali.

Pemain Indonesia sedang bagus-bagusnya

Tidak hanya jumlah yang banyak, pemain-pemain bulu tangkis Indonesia yang tampil di Olimpiade juga sedang bagus-bagusnya.

Meski, saya tahu, narasi penampilan bagus itu masih debatable. Sebab, mereka sudah lama tidak bermain karena ketiadaan turnamen.

Tetapi memang, bila merujuk peringkat terakhir pemain di ranking BWF, pemain-pemain Indonesia ada dalam posisi bagus.

Kita tahu, untuk ganda putra, dua wakil Indonesia menempati ranking 1-2 dunia. Marcus/Kevin ada di ranking 1 dan menjadi unggulan 1. Serta Hendra/Ahsan ada di ranking 2 dan jadi unggulan 2.

Lalu pasangan Praveen/Melati ada di ranking 4 dan beberapa kali bisa mengalahkan tiga pasangan top 3. Yakni dua ganda China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, Wang Yilu/Huang Dong Ping dan ganda Thailand Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. 

Juga Anthony Ginting yang bila tampil dalam penampilan terbaiknya, sangat sulit dikalahkan dan bisa menjadi kandidat kuat peraih medali.

Jangan lupakan Jonatan Christie yang punya motivasi berbeda di ajang seperti ini. Terbukti, dia meraih medali emas di Asian Games 2018 meski tidak diunggulkan.

Termasuk pasangan ganda putri, Greysia Polii/Apriani Rahayu yang bisa "meledak" di Tokyo nanti. Siapa tahu, Gregoria Mariska di tunggal putri juga bisa bikin kejutan.

Semangat pemain newbie dan veteran

Pebulu tangkis Indonesia yang tampil di Olimpiade 2020 bisa dibedakan dalam dua kategori. Yakni mereka yang masuk kategori pemain newbie dan pemain veteran.

Barisan newbie adalah mereka yang baru pertama kali tampil di Olimpiade. Mereka yakni Kevin Sanjaya, Marcus Gideon, Anthony Ginting, Jonatan Christie, Gregoria Mariska, Apriani Rahayu, dan Melati Daeva.

Lalu pemain veteran alias kenyang pengalaman adalah mereka yang sudah pernah tampil di Olimpiade. Ada Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan, dan Greysia Polii yang akan tampil di Olimpiade ketiga mereka.

Sementara Praveen Jordan akan melakoni Olimpide keduanya dengan pasangan berbeda. Di Olimpiade 2016 lalu, dia main bareng Debby Susanto dan terhenti di perempat final dari Tontowi/Liliyana yang akhirnya meraih medali emas.

Nah, pemain newbie dan veteran tersebtu tentu punya motivasi berbeda. Mereka yang newbie akan tampil all out karena ini Olimpiade pertama mereka. Mereka ingin meraih hasil maksimal karena Olimpiade tidak hadir setiap tahun.

Sementara mereka yang veteran akan tampil habis-habisan karena ini akan menjadi Olimpiade terakhir bagi mereka. Utamanya bagi Hendra (36 tahun), Ahsan (33 tahun), dan Greysia yang kini sudah berusia 33 tahun.

Motivasi melanjutkan tradisi

Tiga bekal utama itu, jumlah pemain, kondisi pemain, dan semangat akan bersenyawa dalam satu tujuan. Yakni, melanjutkan tradisi bulu tangkis Indonesia meraih emas di Olimpiade.

Ginting dan Jonatan kita harapkan bisa tampil maksimal sehingga bisa menyamai pencapaian Alan Budikusuma dan Taufik Hidayat yang meraih medali emas di Olimpiade 1992 dan 2004.

Gregoria Mariska, meski bukan unggulan, pastinya bakal terlecut untuk mengikuti jejak Susy Susanti ataupun Maria Kristin yang meraih perunggu di Olimpiade 2008.

Di ganda putra, Minions dan Daddies bakal termotivasi menjadi pasangan ganda putra keempat Indonesia yang meraih medali emas di Olimpiade. Hendra pernah melakukannya bersama mendiang Markis Kido di Olimpiade 2008 silam.

Lalu, Greysia/Apriani pasti ingin menjadi pasangan ganda putri pertama dalam sejarah yang bisa meraih medali untuk Indonesia di Olimpiade.

Dan, Praveen/Melati, andai tampil dalam form terbaik, mereka bisa mempertahankan raihan medali emas Tontowi/Liliyana di Olimpiade 2016 silam.

Untuk mewujudkan harapan melanjutkan tradisi emas itu, PP PBSI sudah melakukan semua persiapan. Tidak hanya menjaga kondisi fisik dan mental pemain, PBSI juga menggelar simulasi pertandingan.

Seperti bulan lalu, PP PBSI menggelar simulasi Olimpiade di Pelatnas. Mereka yang bakal tampil di Olimpiade Tokyo, bertanding melawan sesama pelatnas.

Ini merupakan cara jitu dari PBSI untuk mengasah feeling game Kevin Sajaya dan kawan-kawan. Sebab, mereka sudah tidak bertanding lama.

Memang, lawan yang dihadapi rekan mereka sendiri. Namun, jangan lupa, rekan mereka juga banyak yang berstatus pemain top. Beberapa di antaranya masuk dalam ranking 20 besar BWF. Artinya, tujuan mendapatkan atmosfer bertanding, bisa dicapai.

Meski, beberapa wakil Olimpiade kalah di laga simulasi tersebut. Toh, itu bisa menjadi masukan penting bagi para pelatih untuk bisa melakukan evaluasi dan koreksi.

Terpenting, tampil di Olimpiade tidak semata soal kemampuan teknis, unggulan, ataupun head to head. Namun, yang paling menentukan adalah kesiapan mental.

Simak komentar Liliyana Natsir yang dilansir dari badmintalk_com ini: "Kalau mental tidak siap, sekalipun kita diunggulkan, medali bisa tidak dapat karena bermain di mental itu yang saya alami," ujar Liliyana.

Babak penyisihan grup cabor bulu tangkis di Olimpiade 2020 akan dimulai Sabtu (24/7). Semoga pejuang bulu tangkis Indonesia bisa langsung tampil optimal demi membuka jalan lolos ke babak berikutnya. 

Salam bulu tangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun