Karenanya, saya kurang senang ketika ada kawan yang dengan santainya berujar, "aku temenmu lho, boleh dong dikirimi satu bukunya" di kolom komentar akun sosmed teman yang woro-woro bukunya lahir.
Sebab, saya paham bagaimana rasanya berproses menulis buku. Lelah. Pegal pikiran. Mata juga panas karena kelamaan berkencan dengan laptop.
Bahkan dulu, ketika menulis buku pertama dan kedua di tahun 2013 dan 2014, saya sampai sakit thypus. Mungkin karena efek keseringan begadang memberesi naskah buku.
Pendek kata, perjuangan untuk menulis buku itu tidak mudah. Jadi, sudah seharusnya, karya mereka dihargai. Caranya ya dengan membeli buku mereka.
Dengan membeli buku, kita juga ikut mendukung industri perbukuan. Industri seni kreatif. Khususnya di bidang sastra. Kita memberikan apresiasi untuk hasil kerja banyak orang.
Sebab, proses lahirnya buku bukan hanya hasil kerja penulis. Ada juga peran perancang sampul, tata letak halaman, tim editing, dan juga penerbit. Ada perputaran rezeki.
Jadi, setop meminta bila ada teman yang menulis buku. Toh, harga bukunya relatif terjangkau. Demi menghargai buku ini, saya sengaja menghindari kata mahal atau murah.
Cara lain mengapresiasi teman yang menulis buku
Selain membeli, apresiasi yang bisa diberikan untuk teman yang menulis buku ya dengan membaca bukunya. Jadi tidak sebatas membeli tapi bukunya ditaruh begitu saja.
Seorang penulis buku tentu berharap tulisannya bisa dibaca dan dinikmati banyak orang. Mereka bukan hanya mengharap fee dari hasil penjualan buku.
Sebab, tidak sedikit penulis yang menjadikan buku karyanya sebagai cara untuk membangun personal branding dirinya. Cara untuk mengenalkan siapa dirinya.