Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Renato Sanches dan Pelajaran Jatuh Bangun Merintis Karier di Usia Muda

25 Juni 2021   09:44 Diperbarui: 25 Juni 2021   09:57 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sempat terpuruk, Renato Sanches, sang Pemain Muda Terbaik Euro 2016, kembali bangkit di Euro 2020. Dia bakal menjadi andalan Portugal di babak 16 besar/Foto: Sebastian Widmann/Getty Images


Lolosnya Portugal ke babak 16 besar Euro 2020 bukan hanya karena faktor kebintangan Cristiano Ronaldo. Meski, 5 dari 7 gol Portugal di fase grup, berasal dari kaki sang kapten.

Di laga terakhir, ada sosok gelandang yang membuat Portugal bisa mengimbangi lini tengah Prancis yang terkenal solid.

Bruno Fernandes kah?

Bukan. Gelandang yang digadang-gadang akan menjadi ruh permainan Portugal di Euro seiring penampilan apiknya di level klub ini malah dicadangkan.

Pelatih Portugal, Fernando Santos, baru memainkan Bruno (26 tahun) di menit ke-72. Itu merupakan 'sanksi' dari Santos seiring penampilan biasa Bruno di laga melawan Hungaria dan Jerman.

Malah, pelatih kharismatik asal Portugal, Jose Mourinho, melontarkan kritikan dengan menyebut Bruno Fernandes ada di lapangan, tetapi seperti tidak ada. Perannya minim.

Adalah Renato Sanches (23 tahun), gelandang Portugal yang mencuri perhatian. Dia mampu memberikan energi besar di lini tengah Tim Seleccao das Quinas--julukan Portugal. Bersama Danilo dan Joao Moutinho, dia berduel dengan duet gelandang juara dunia, Paul Pogba dan N'Golo Kante.

Siapa Renato Sanches?

Renato Junior Luz Sanches, nama lengkapnya. Dia bukanlah nama baru di Timnas Portugal. Dia sudah menjadi bagian tim Portugal saat menjadi juara Euro 2016 silam. Kala itu, di usianya 18 tahun sudah menjadi pemain inti.

Bahkan, pemain kelahiran 18 Agustus 1997 ini diganjar penghargaan individu sebagai Young Player of the Tournament. Pemain Muda Terbaik Euro 2016. Anak muda keren.

Kala itu, situs resmi UEFA menulis, meski di luar lapangan, Sanches terkenal kalem dan tenang, segalanya berubah ketika dia turun ke lapangan. Dia berubah menjadi 'monster' yang tidak bisa dilemahkan oleh lawannya. Bahkan, ketika sesi latihan.

"Ketika dia membawa bola, Anda tidak akan tahu seberapa muda dia. Secara fisik dan mental, dia sangat siap untuk menjadi pemain besar," ujar Antonio Sousa, mantan pemain Timnas Portugal.

Dalam wawancara dengan Benfica TV, ketika ditanya bila dirinya mengidolakan Edgar Davids--mantan pemain Timnas Belanda yang memiliki gaya rambut sepertinya--dia justru menganggap dirinya mirip Clarence Seedorf--rekan Davids.

"Cara memainkan bola dan mengumpan, juga intensitasnya di lapangan, memang mirip Clarence," ujar Pierre van Hoidjonk, mantan pemain Timnas Belanda.

Terlepas dari puji-pujian untuknya, Renato Sanches adalah cerminan sebagian dari kita.

Cerminan dari seorang anak muda yang karena potensi besarnya lantas mendapat kesempatan besar di usia sangat muda. Sayangnya, dia tidak langsung berhasil.

Sempat terpuruk selepas Euro 2016, gagal di Bayern Munchen

Selepas Euro 2016, kagum dengan potensinya, klub kaya Jerman, Bayern Munchen, datang kepadanya. Mengiming-iminginya segepok duit agar mau bergabung. Itu memang peluang besar.

Sanches pun tidak ragu memeluk peluang itu. Dia meninggalkan Benfica. Meninggalkan kampung halamannya. Merantau di negara lain di usia baru 18 tahun.

Bayern dengan segala kebesarannya, memang memesona. Namun, bak anak muda yang langsung bekerja di perusahaan top, ceritanya bakal tidak muda. Meski punya potensi, Sanches merasakan sulit menjadi dirinya sendiri di Bayern.

Di musim pertamanya, dia hanya bermain dalam 17 pertandingan di Bundeslia Jerman. Itupun lebih banyak sebagai pemain cadangan. Tanpa mencetak gol ataupun membuat assist.

Sanches kesulitan mendapatkan menit bermain karena harus bersaing dengan pemain senior yang lebih berpengalaman seperti Arturo Vidal, Xabi Alonso, dan Thiago.

Namun, reporter Sky Deutschland, Torebn Hoffman menyebut masalah terbesar Sanches adalah soal bahasa sehingga sulit menyatu dengan tim barunya. Dia sulit beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Itu menjadi awal kejatuhan Sanches. Jatuh di usia yang masih muda. Di musim berikutnya, 2017/18, dia dipinjamkan ke klub Inggris, Swansea City. Bayangkan, dari Bayern yang megah ke tim biasa seperti Swansea.

Orang tidak lagi ingat bila Sanches merupakan pemain muda terbaik di Eropa. Bilapun diingat, Sanches dianggap seperti beberapa pendahulunya: anak muda yang hebat lantas layu sebelum berkembang karena salah memilih klub.

Kabar buruk diterima Sanches ketika dirinya tidak ikut dipanggil memperkuat Portugal di Piala Dunia 2018.

Itu momen pahit dalam karier Sanches. Jadi juara Eropa tapi tidak main di Piala Dunia. Dia mungkin menyesali keputusannya bergabung dengan Bayern ketimbang tetap bertahan di Benfica.

Semusim kemudian, 208/19, dia kembali ke Bayern. Pelatih baru Bayern, Niko Kovac, berjanji akan lebih memberdayakan potensi Sanches. Toh, dia hanya bermain 17 kali. Meski bisa mencetak satu gol.

Situasi Sanhces bahkan memburuk di musim 2019/20. Depresi karena situasi, darah mudanya bergejolak.

Di awal musim, saat jumpa pers usai Bayern tampil di pertandingan melawan Hertha Berlin pada 24 Agustus, Sanches menyebut ingin pergi demi bisa sering bermain.

Dia mulai berulah. Absen berlatih, memilih pulang, hingga diganjar denda. Masanya di Bayern pun berakhir ketika petinggi Bayern, Karl-Heinz Rummenigge mengkritiknya. Tapi memang, dia tidak berjodoh dengan Bayern.

Membangun kembali kariernya di Prancis, bangkit di saat tepat

Cerita kemudian, dia dilego ke klub Prancis, OSC Lille. Dari sisi manapun, Lille yang pernah juara tiga kali Liga Prancis 2018/19, tidak bisa disejajarkan dengan Bayern.

Namun, di Lille-lah, Sanches bisa membangun kembali kariernya yang berantakan di Bayern. Setelah jatuh babak belur di Jerman, dia bertekad kembali bangun di Prancis.

Berstatus pemain termahal yang pernah dibeli Lille, Sanches menunjukkan kualitasnya. Di musim pertama, dia membantu Lille untuk finish di peringkat 4 dengan mencetak 3 gol.

Lantas, di musim 2020/21 lalu, Sanches menjadi bagian penting saat Lille menjadi juara Ligue 1 Prancis. Lille mampu mengalahkan tim superkaya bertabur pemain bintang, Paris Saint Germain (PSG).

Sanches bangkit di saat yang tepat. Ketika perhelatan Piala Eropa kembali digelar. Tak seperti Piala Dunia 2018 lalu, kali ini, Pelatih Fernando Santos tak ragu memanggilnya.

Meski, di Euro 2020, Sanches bukan lagi pemain inti Portugal seperti empat pemain lalu.

Saat melawan Hungaria di laga pertama, Sanches dicadangkan. Santos lebih memilih Bruno, William Carvalho, dan Danilo. Dia baru dimainkan di menit ke-81, menggantikan William.

Dan, Anda tahu, bagi pemain cadangan, kesempatan bermain, walau hanya 10 menit, itu seperti masa audisi yang akan menentukan masa depan sang pemain.

Bila ia tampil baik, maka kesempatan berikutnya akan datang. Sebaliknya, bila tampil buruk, tak akan ada lagi kesempatan kedua. Yang terjadi, Sanches bisa memberikan vibes positif.

Portugal yang selama 80 menit kesulitan menembus pertahanan Hungaria, sejak masuknya Sanches, ternyata bisa mencetak 3 gol.

Perandaian audisi itu benar adanya. Di laga kedua melawan Jerman, Sanches memang kembali mengawali laga dari bangku cadangan. Tapi, dia mendapatkan menit bermain lebih lama. Santos memainkannya di awal babak kedua.

Sanches tahu persis, ini bak kesempatan terakhir baginya. Now or never. Dia hanya punya dua pilihan: selesai atau terus bermain.

Yang terjadi, dia bermain tenang dan mampu menyegarkan lini tengah Portugal yang loyo di babak pertama. Meski, Portugal akhirnya kalah dari Jerman.

Dan, di laga penentuan melawan Prancis, Fernando Santos tidak ragu lagi memainkan Sanches sebagai pemain inti.

Dia menggeser Bruno Fernandes ke bangku cadangan. Bagi Sanches, dengan bermain sebagai starter, Piala Eropa seperti baru dimulai.

Diandalkan melawan Belgia di babak 16 besar

Melawan Belgia di babak 16 besar Minggu (27/6) malam waktu Eropa nanti, Pelatih Fernando Santos rasanya akan kembali menaruh kepercayaan kepada Sanches.

Dengan kengototan dan pengalamannya, pemain bertinggi badan 176 cm ini bisa diandalkan Portugal untuk membatasi ruang gerak pengatur serangan Belgia, Kevin de Bruyne.

Santos pasti paham, Sanches kini punya motivasi besar. Bukan hanya motivasi untuk membawa Portugal kembali juara. Dia juga ingin memberi pengumuman kepada publik.

Bahwa, anak muda yang dulunya pernah mengejutkan Eropa di tahun 2016 silam, kini telah kembali. Kembali terbangun setelah terjatuh. Kembali move on dari kegagalan.

Sanches adalah gambaran kebanyakan anak muda. Anak muda yang mencoba merintis kariernya di dunianya masing-masing.

Anak muda yang dengan potensi besar yang dimilikinya, mendapatkan peluang bekerja di perusahaan megah di usia muda. Itu kabar bagus. Tapi berisiko.

Lantas, mereka tersadar bahwa bekerja di tempat megah tidak selalu indah. Ada persaingan ketat, rekan kerja yang juga berambisi meraih karier bagus, hingga kesulitan beradaptasi. Tricky. Penuh 'perangkap' yang bila jatuh akan sulit bangkit.

Dan yang terjadi, anak muda itu merasakan periode sulit. Terjatuh. Merasa gagal. Di sinilah momen penentuannya. Mau terus terjerembab atau bangkit. Renato Sanches memilih yang kedua.

Dia bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Dia mau menurunkan standarnya dengan bergabung ke perusahaan yang mungkin lebih kecil. Namun, di situlah, dia bisa bangkit dan membangun kembali kariernya.

Kegagalan itu telah mengajari Sanches. Juga menjadi pelajaran bagi kita. Bahwa, gagal bukan berarti akhir segalanya. Bahwa, gagal masih bisa diubah. Apalagi di usia muda.

Selama kita memang mau belajar. Selama mau mengevaluasi kegagalan. Lantas, berusaha untuk terus memperbaiki kemampuan diri. Bila begitu, kesempatan kedua akan datang.

Situasi seperti itulah yang saat ini dirasaan Sanches bersama Timnas Portugal di Euro 2020. Pernah jaya lalu jatuh lantas kembali bangun. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun