Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengurai Beberapa PR Pemerintah dalam Pemberian Bantuan Sosial

14 Mei 2020   10:24 Diperbarui: 15 Mei 2020   11:22 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penerima bantuan Sosial | KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Kemarin, beberapa media di Surabaya mem-blow up pernyataan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang menyindir penyerahan bantuan langsung tunai di Surabaya yang disebutnya tidak menerapkan protokol kesehatan karena penerimanya masih berkerumun.

Sebenarnya, sejak awal April lalu, untuk BLT, pemerintah sudah menegaskan akan menggunakan sistem perbankan. Melansir dari ekonomi.bisnis.com, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut pembagian BLT dengan jaringan perbankan akan mempermudah masyarakat di tengah pandemi Covid-19 sehingga tidak ada antrian dalam penarikannya seperti dikutip dari ekonomi.bisnis.com.

Adapun detail mekanismenya dijalankan oleh Kementerian Sosial yang menangani bansos ini. Tetapi memang, pelaksanaan di lapangan masih ada yang ternyata belum sesuai dengan teorinya. Toh, setiap masalah ada solusinya. Ada beberapa opsi perihal pembagian bantuan ini.

Seperti, pemerintah daerah bisa melakukan pendistribusian langsung ke rumah warga yang mendapatkan bantuan. Tidak harus mengantre. Atau, menjadwalkan secara matang bila memang akan membagikan bantuan ini di kantor kecamatan maupun kelurahan sehingga tidak terjadi kerumunan warga.

Selain skema pembagian, yang tidak kalah penting adalah tenggat waktu pembagian bantuan. Bahwa bantuan harus diserahkan ke masyarakat dengan prinsip lebih cepat lebih baik. Jangan sampai, karena distribusi bantuan lambat, warga yang seharusnya menerima, harus menunggu lama.

Kasus lain yang muncul dari pembagian bantuan sosial ini adalah adanya 'politisasi bantuan'. Ada beberapa kepala daerah, utamanya yang masih berkepentingan dalam elektoral kepala daerah edisi berikutnya, bersikap 'narsis' dengan menempelkan stiker wajahnya pada bantuan yang diserahkan. Padahal, itu adalah bantuan dari pemerintah.

Tentu saja itu tidak elok. Dalam situasi ketika banyak orang yang dapurnya tidak lagi mengepul karena tidak punya pekerjaan, kok masih sempat-sempatnya menarik simpati masyarakat untuk kepentingan politiknya.

Pada akhirnya, perihal penyerahan bantuan untuk meminimalisir dampak dari pandemi bagi warga terdampak, pemerintah tidak hanya harus bekerja tanggap dalam merespons perubahan data penerima agar bantuan bisa tepat sasaran. Tapi juga bekerja cepat agar bantuan segera diterima yang berhak menerima.

Serta, bekerja dengan ketulusan. Apa iya memberikan bantuan atas nama pemerintah di situasi yang sulit begini, tapi masih ada oknum yang sempat-sempatnya tebar pesona diri. Itu sungguh terlalu. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun