Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liverpool Juara dan Cerita yang Mungkin Terjadi Andai Wabah Corona Tak Mengganas

29 Maret 2020   20:43 Diperbarui: 30 Maret 2020   02:45 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andai badai virus Corona tidak mewaba dan Liga Inggris tetap berjalan, Liverpool sangat mungkin sudah merayakan gelar Liga Inggris/Foto: Premierleague.com

Mewabahnya coronavirus disease (Covid-19) yang mewabah secara global, telah mengubah "'wajah" dunia. Hampir semua aspek dalam hidup yang biasa kita jalani, menjadi lumpuh karena virus yang telah menyebabkan ribuan orang meninggal di seluruh dunia. Lumpuh dalam artian tidak bisa berjalan seperti biasanya.

Salah satu aspek yang merasakan dampak dahsyat dari virus corona adalah sepak bola. Ada cukup banyak pesepak bola, pelatih, dan presiden klub yang dinyatakan positif corona. Selain itu, semua liga-liga sepak bola top di Eropa juga dipaksa menghentikan kompetisinya.

Ya, sejak corona mewabah, seolah tidak ada lagi sepak bola di muka bumi ini. Liga-liga sepak bola top di Eropa yang setiap akhir pekan hadir menyapa para pecinta bola, kini "dikarantina". Termasuk Liga Champions yang merupakan kompetisi elit tim-tim Eropa.

Begitu juga Liga 1 Indonesia yang baru memasuki tiga pekan, menyusul ikut dihentikan. Belakangan, ada pemain klub Liga 1 yang dinyatakan positif corona. Termasuk Timnas Indonesia yang bakal tampil di lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia, juga terkena dampaknya.

Pihak Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) juga memutuskan untuk menunda gelaran Piala Eropa yang seharusnya digelar Juni-Juli 2020 nanti menjadi tahun 2021. 

Penundaan itu demi memberikan ruang bagi penyelenggara liga untuk melanjutkan kompetisi andai situasi berangsur normal dan masih memungkinkan untuk melanjutkan kompetisi.

Andai "badai" corona tidak menyerang, kompetisi sepak bola top Eropa kini bakal memasuki masa-masa genting. Fase menentukan bagi banyak klub top yang berjuang memburu gelar. Begitu juga bagi deretan klub kecil yang tengah memperjuangkan nasibnya untuk bertahan dari ancaman degradasi.

Andai badai corona tidak menghentikan kompetisi dan pertandingan berjalan seperti seharusnya, beberapa momen penting bahkan bersejarah, sudah akan terjadi di lapangan sepak bola. Apa saja?

Liverpool kembali juara Liga Inggris sejak tahun 1990
Andai Liga Primer Inggris tetap berjalan tanpa ada gangguan wabah corona, sangat mungkin Liverpool sudah resmi menjadi juara Premier League Inggris musim 2019/20. Kita sudah akan bisa melihat Mo Salah dan kawan-kawannya merayakan gelar.

Ketika Liga Inggris dihentikan pada 14 Maret lalu, Liverpool (82 poin) dalam situasi hanya membutuhkan dua kemenangan lagi untuk meraih gelar liga pertama sejak tahun 1990. Bila meraih dua kemenangan, poin Liverpool akan menjadi 88 poin. 

Raihan itu sudah tidak akan terkejar oleh peringkat dua, Manchester City (57 poin) yang maksimal mengumpulkan 87 poin bila pun memenangi 10 laga sisa.

Liverpool berpeluang meraih dua kemenangan itu ketika menghadapi tim sekota, Everton yang seharusnya dimainkan pada 16 Maret lalu menjamu Crystal Palace di Anfield pada 21 Maret.

Ya, tanggal 21 Maret lalu, Liverpool seharusnya sudah juara bila meraih dua kemenangan. Bahkan, andai di pekan pada 16 Maret itu, mereka menang dan Manchester City ternyata kalah dari Burnley, Liverpool sudah bisa dinyatakan juara.

Namun, badai corona membuat rencana manis Liverpool itu berantakan. Karenanya, saya memahami bila Liverpudlian sebal bila kemudian muncul wacana liga dibatalkan tanpa juara. Lha wong mereka hanya butuh dua kemenangan lagi dari 9 laga.

Sebaliknya, saya tidak memahami alasan mereka yang menyebut Liga Inggris dibatalkan karena belum ada tim yang layak juara. Apalagi ditambahi asumsi bagaimana bila semisal Liverpool kalah terus dalam 9 laga, sementara City terus menang dalam 10 laga.

Dalam sepak bola, berasumsi itu boleh. Tapi jangan ngawur. Sebab, dalam sepak bola, prediksi itu harus didasarkan pada fakta dan sederet pertimbangan teknis yang terjadi pada tim-tim yang berkompetisi.

Bagaimana bisa, Liverpool yang baru kalah sekali dalam 29 laga, bisa dibayangkan akan kalah beruntun dalam sembilan kali. Sementara mereka sedang bersemangat memburu gelar yang sudah ditunggu-tunggu.

Memang, apapun bisa terjadi dalam sepak bola. Tapi, kata apapun itu juga tidak asal. Kalau apapun bisa terjadi, kurang apa Manchester City yang sedekade terakhir dihuni pemain-pemain top dan pelatih top, tapi belum pernah juara Liga Champions. Begitu juga Arsenal yang bahkan ketika era The Invicibles (tak terkalahkan) di Liga Inggris musim 2003/04, juga tak mampu jadi juara Eropa.

Bila apapun bisa terjadi dalam sepak bola, tapi mengapa Inggris yang punya kompetisi bagus dan diperkuat pemain-pemain hebat, tetapi hingga kini malah belum pernah juara Piala Eropa.

Juventus come back di Liga Champions
Andai wabah corona tidak menghadirkan kengerian di Italia, fans Juventus mungkin sudah bergembira ria di lapangan. Bergembira karena tim idolanya, mampu come back dan lolos ke perempat final Liga Champions.

Ya, seharusnya, pada 18 Maret lalu, Juventus tampil di laga leg kedua babak 16 besar Liga Champions. Juve dijadwalkan menjamu tim Prancis, Olympique Lyon dengan misi membalik kekalahan 0-1 di markas Lyon pada leg I, 27 Februari lalu.

Sangat mungkin, Juventus akan come back. Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan bisa berbalik menang di kandang sendiri dengan selisih gol lebih banyak. Kemungkinan itu tidaklah berlebihan. Sebab, di musim lalu, Juventus telah memperlihatkan kemampuan membalik ketertinggalan ketika mampu come back dari Atletico Madrid.

Namun, kemungkinan itu masih sebatas angan-angan. Hingga kini, belum jelas, kapan laga Juve-Lyon tersebut akan dimainkan. Terlebih, Italia menjadi salah satu negara di Eropa yang paling merasakan dampak mengerikan wabah corona.

Hingga Minggu (29/3), jumlah korban meninggal akibat wabah Covid-19 di Italia, sudah melewati 10 ribu korban. Tapi, semoga Italia dan Eropa lekas membaik dan kompetisi sepak bolanya kembali diputar.

Jose Mourinho mungkin kehilangan jabatannya
Tim-tim Liga Inggris pastinya merasa kecewa karena kompetisi dihentikan. Tidak ada lagi sepak bola di akhir pekan yang berarti tidak ada pemasukan dari tiket maupun tayangan pertandingan. Suporter juga kehilangan hiburan dan kebanggaan.

Namun, jeda ini (bila nanti liga bisa dilanjutkan) bisa dibilang bagus bagi Tottenham Hotspur. Terlebih bagi sang manajer, Jose Mourinho. Kok bisa?

Sebab, sebelum Liga Inggris dihentikan, Tottenham tengah dalam situasi terpuruk. Mereka baru saja tersingkir dari Liga Champions. The Lilywhites--julukan Tottenham juga out dari Piala FA. Lalu, di tiga laga terakhir Liga Inggris, Tottenham juga tidak pernah menang dengan dua kali kalah.

Masalah Spurs kala itu adalah banyaknya pemain yang cedera. Terutama di lini depan seiring cederanya Harry Kane dan Heung Min-Son. Bahkan, di beberapa laga, Jose Mourinho sampai harus memainkan Dele Alli yang seorang gelandang, "disulap" sebagai penyerang tengah.

Nah, andai saja liga terus berjalan, dengan pemain-pemain yang terbatas, bukan tidak mungkin tren negatif itu berlanjut. Tottenham kembali menuai hasil buruk. Dan bukan tidak mungkin, manajemen Tottenham akan kehilangan kesabaran pada Mourinho seperti ketika mereka memecat pelatih asal Argentina, Mauricio Pochettino pada November lalu.

Shin Tae Yong ukir debut resmi saat Indonesia menghadapi Thailand
Andai wabah corona tidak mengganas seperti sekarang, manajer pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong sudah melakukan debut bersama Skuad Garuda di laga Kualifikasi Piala Dunia 2022. Kita akan menjadi saksi bagaimana "wajah" Timnas bersama pelatih asal Korsel ini.

Ya, seharusnya, Timnas Indonesia away menghadapi Thailand di Bangkok di matchday 6 Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia pada 26 Maret kemarin. Lima hari kemudian, Timnas akan menjamu Uni Emirat Arab pada 31 Maret.

Namun, FIFA melalui AFC, memutuskan untuk menunda seluruh laga FIFA Matchday pada Maret 2020 ini. Termasuk laga Indonesia melawan Vietnam di Hanoi pada laga terakhir kualifikasi pada 4 Juni mendatang, juga ikut ditunda.

Memang, Indonesia tidak lagi berpeluang lolos ke Piala Dunia 2022 menyusul lima kekalahan beruntun dalam lima pertandingan awal. Meski begitu, menarik ditunggu bagaimana penampilan Timnas di bawah asuhan Shin Tae-yong setelah babak belur di era kepelatihan Simon McMenemy.

Apalagi, Timnas sudah melakukan persiapan cukup matang untuk menghadapi tiga laga sisa Kualifikasi Piala Dunia 2022. Shin Tae-yong sudah memanggil pemain sejak pertengahan Februari 2020 lalu.

Pada akhirnya, semua itu hanya pengandaian saja. Sebab, dalam situasi seperti ini, menghentikan kompetisi dan meniadakan pertandingan adalah pilihan paling tepat. 

Bagaimanapun, kesehatan dan keselamatan dari pemain, ofisial tim, wasit dan perangkat pertandingan, serta suporter dan semua yang terlibat dalam pertandingan, lebih utama dibandingkan pertandingan itu sendiri.

Sebagai penikmat sepak bola, kita hanya bisa berharap, wabah corona ini bisa segera berakhir. Sehingga, sepak bola bisa kembali hadir di lapangan. Dan, kita pun bisa kembali menikmati akhir pekan ditemani pertandingan-pertandingan yang menentukan nasib banyak tim jelang penghujung kompetisi musim ini. Salam sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun