Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Para Orangtua, Setop Menganggap Anak Sendiri Selalu Benar dan Anak Orang Lain Selalu Salah

11 Februari 2020   09:57 Diperbarui: 15 Februari 2020   19:34 4073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak berantem (thinkstock/vesmil)

Efek buruk bagi anak bila orangtua bersikap seperti itu
Bila ada orangtua yang bermental seperti atasan ABS tersebut, penting untuk segera mengubah sikap seperti itu. Sebab, kebiasaan terlalu melindungi anak dengan menganggap anak selalu benar dan paling baik, sejatinya tidak bagus bagi proses tumbuh kembang anak.

Kenapa? Sebab, anak sangat mungkin bertumbuh sebagai anak yang sak karepe dhewe, semaunya sendiri. Bahkan bisa semena-mena terhadap teman-temannya.

Pasalnya, dia merasa, apapun yang dia lakukan dalam ranah bergaul di lingkungan pergaulannya, entah itu benar ataukah salah, dirinya akan mendapatkan pembelaan dari orangtuanya. 

Nah, dengan merasa mendapatkan perlindungan dari orangtua itu, bisa menjadi stimulus bagi dia untuk merasa bebas bersikap apa saja kepada kawan-kawannya. Bilapun sikapnya itu keliru. Sebab, dia merasa, dirinya tidak akan dianggap salah dan dibela orangtuanya.

Selain itu, anak-anak yang dianggap selalu benar terbiasa dibela membabi buta orangtuanya ketika mendapati masalah, akan sulit tumbuh sebagai anak yang mandiri. Mereka malah cenderung menjadi anak cengeng. Lembek.

Mereka tidak akan terbiasa menghadapi masalahnya sendiri. Sebaliknya, ketika menghadapi masalah, mereka merasa urusan segera beres karena ada orangnya yang akan menyelesaikannya. Padahal, orangtua tentu tidak selamanya membela anaknya memberesi masalahnya?

Lalu, orangtua seharusnya bagaimana?
Karenanya, penting sebagai orangtua ketika menjalankan tugas melindungi sang anak, tidak sekadar agar anak merasa aman karena ada orangtua yang peduli dengannya.

Orangtua juga harus berpikir jangka panjang untuk kepentingan si anak. Bahwa, setiap kejadian yang dialami anak, merupakan momen pembelajaran sikap baginya. Bahwa, anak juga harus diajari bersikap dan dibiasakan untuk mencari jalan keluar sendiri dari masalah yang dihadapinya.

Ambil contoh paling ringan. Ketika anak bertengkar dengan temannya di kelas atau di lingkungan perumahan, orangtua seharusnya bisa mendinginkan suasana. Semisal mengatakan bahwa masalah tersebut sepele dan akan selesai bila tiap anak mau berdamai.

Mereka harus dibiasakan untuk tidak menjadi anak pendendam. Namun, mau meminta maaf dan juga memberi maaf. Jangan malah orangtuanya ikut mengompori dengan menyalahkan anak lain yang malah menyebabkan pertengkaran diantara mereka semakin memanas.

Di sinilah perlunya orangtua untuk tidak mudah menjadi "sumbu pendek" ketika mendapat laporan dari anaknya. Semisal anaknya berujar bertengkar dengan anak lain, penting bagi orangtua untuk mengetahui masalahnya secara utuh. Bahkan, bila perlu, gali informasi dari teman-temannya yang lain. Jadi bukan hanya mendapatkan informasi versi anak sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun