Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pemecatan Pochettino, Pengkhianatan Pemain, dan "Wajah Tak Sabaran" Sepak Bola Masa Kini

21 November 2019   06:43 Diperbarui: 22 November 2019   11:21 3399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mauricio Pochettino (kiri) dipecat Tottenham Hotspur meski musim lalu membawa timnya ke final Liga Champions. Posisi pelatih asal Argentina ini digantikan Jose Mourinho/Foto: Goal.com

Seharusnya, pekan ini menjadi periode tenang bagi Liga Inggris. Kompetisinya jeda sejenak. Karena jadwal international match day, tim-tim Premier League libur tidak tampil.

Namun, ketenangan periode tenang itu mendadak pecah bak suara warga berteriak ada maling di tengah kesunyian malam. Adalah kabar pemecatan manajer/pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino pada Selasa (19/11) malam waktu Inggris atau Rabu (20/11) waktu Indonesia yang membuat bising.

Siapa sangka, Pochettino yang pada lima bulan sebelumnya, menjadi orang pertama yang membawa Tottenham ke final Liga Champions, ternyata kini kehilangan pekerjaannya. Padahal, usai kalah dari Liverpool di final tersebut, pelatih asal Argentina ini sempat menyampaikan hasratnya untuk kembali (ke final) tahun depan. Eh ternyata.

Memang, kabar pemecatan pelatih seperti ini bukanlah hal baru di Liga Inggris. Sebelumnya, sudah banyak kabar seperti ini. Korbannya juga nama-nama top yang tidak asing di telinga kita. Malah, ada yang sebelumnya sukses meraih trofi. Membawa klubnya juara. Tapi toh dipecat juga oleh klubnya. 

Sebut saja Roberto Di Matteo (Chelsea) yang pernah membawa Chelsea juara Liga Champions untuk kali pertama di tahun 2012, lalu Claudio Ranieri yang membawa Leicester City juara Liga Inggris untuk kali pertama di musim 2015/16. 

Termasuk Jose Mourinho yang memberikan trofi untuk Chelsea dan Manchester United. Mereka pernah merasakan pemecatan setelah menikmati kejayaan.

Tapi memang, pemecatan Pocchettino bikin kaget. Sebab, sebelumnya, terlepas dari penampilan Tottenham yang kurang bagus di awal musim 2019/20 dengan hanya meraih tiga kemenangan dan lima kali imbang dari 12 laga Premier League, publik Inggris masih beranggapan, manajamen Spurs masih memberikan waktu untuknya. 

Eh ternyata.

Pelatih kini bekerja dalam situasi bahaya
Menyoal pemecatan Pochettino ini, saya jadi teringat dengan ungkapan Italia berbunyi "vivere pericoloso". Merujuk pada makna aslinya, vivere bermakna hidup. Dan, pericoloso artinya berbahaya. Jadi, maknanya kurang lebih "hidup yang berbahaya".

Dua kata itu pernah populer ketika menjadi judul dalam pidato kenegaraan terkenal Bung Karno, yakni "Tahun Vivere Pericoloso" yang disampaikan pada peringatan HUT ke-19 Republik Indonesia, 17 Agustus 1964.

Presiden keempat RI, almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, juga pernah menyinggung makna vivere pericoloso itu. Menurut Gus Dur, vivere pericoloso adalah orang-orang yang bekerja di dekat tungku perapian besar. Di mana, mereka akan selalu berada dalam kondisi bahaya. Sekali saja lengah, nasib mereka akan tamat.

Nah, situasi vivere pericoloso itulah yang kini dirasakan pelatih-pelatih klub sepak bola di kompetisi elit Eropa. Para pelatih itu, setiap saat bekerja dalam kondisi bahaya. Termasuk Pochettino.

Bekerja dalam bahaya bukan dimaknai karena terancam jiwa mereka. Tetapi, terancam pekerjaannya. Sebab, ancaman pemecatan bisa datang sewaktu-waktu.

Para pemilik klub yang merasa sudah mengeluarkan banyak duit untuk membeli pemain yang memang kini harganya gila-gilaan, sekarang jadi tidak sabaran. Mereka ingin cepat-cepat melihat investasinya berhasil.

Mereka tak peduli lagi pada teori di sepak bola bahwa reputasi sebuah klub tidak bisa dibangun dalam waktu semalam. Tetapi dibangun dengan jejak waktu yang panjang, bahkan mungkin puluhan tahun. Bagi mereka, itu "teori usang".

Imbasnya, tidak sedikit pelatih yang kini sulit menemukan kenyamanan dalam bekerja. Salah sedikit, tidak ada lagi kata maaf, langsung pecat! Faktanya, Liga Inggris baru memasuki pekan ke-12, tapi salah satu pelatih top sudah dipecat.

Lalu, kenapa Pochettino dipecat?
Alasannya sangat mungkin seperti yang dialami Mourinho kala dipecat Chelsea di periode keduanya melatih klub tetangga Spurs itu. Kala itu, awal musim 2015/16, Mou baru mempersembahkan gelar Liga Inggris. Namun, performa Chelsea merosot. Kalah 9 kali dari 16 laga Premier League.

Lantas, berawal dari konfliknya dengan dokter tim, lalu muncul mosi tidak percaya beberapa pemain Chelsea terhadap Mou. Pemain bintang seperti Eden Hazard, Diego Costa, dan Cesc Fabregas disebut tampil malas-malasan karena kurang suka dengan Mou.

Pers ikut memanas-manasi dengan membelah siapa pemain yang pro Mou dan yang kontra Mou. Akhirnya, manajemen Chelsea pun memecat pelatih terbaik dalam sejarah klub mereka itu.

Apakah Pochettino juga "dikhianati" oleh pemain-pemain Tottenham seperti kisah Mourinho dulu?

Setidaknya, begitulah analisis Harry Redknapp, mantan pelatih Spurs yang kini sudah pensiun dan menjadi pundit (analis sepak bola). Pria berusia 72 tahun yang pernah melatih Spurs pada periode 2018-2012 ini menyebut pemain-pemain The Lilywhites telah membuat Pochettino dipecat.

Dalam wawancara dengan The Guardian, Redknapp berujar begini:

"People talk about the players there all loving him -- if they love him that much, maybe they should have started playing a bit better. At the end of the day they've got him the sack."

Ya, selama ini, Pochettino memang dikenal dekat dengan pemain-pemain Tottenham. Dia disebut dicintai pemain-pemainnya. Namun, benar apa kata Redknapp, bila Delle Ali dan kawan-kawannya memang sayang dengan Pochettino, mereka seharusnya bisa bermain lebih bagus di musim 2019/19 ini.

Minimal, mereka mampu meneruskan penampilan apik seperti musim lalu yang bisa masuk empat besar Liga Inggris dan jadi finalis LIga Champions. Namun, yang terjadi, Spurs tampil labil. 

Dari 12 pertandingan Liga Inggris, mereka terpuruk di peringkat 14 dengan hanya meraih 14 poin. Hasil buruk itupun berujung pada pemecatan pelatih berusia 47 tahun ini.

Gambaran sepak bola masa kini yang serba tidak sabaran
Pemecatan Pochettino menjadi gambaran jelas, inilah wajah sepak bola era sekarang. Sepak bola era kekinian. Di mana ada banyak pemilik klub yang berpikiran pragmatis dan teramat mudah melupakan jasa pelatihnya.

Para bos klub itu berpikir merekalah yang menggaji pelatih. Sehingga mudah saja memecat seorang pelatih dan menggantinya dengan pelatih lainnya. Bila merasa klub tampil buruk dan susah berubah, solusi cepatnya ya pecat pelatihnya.

Bahkan, dalam beberapa kasus pemecatan pelatih, pemain kini juga bisa menentukan nasib pelatih. Bila tidak suka dengan pelatihnya, mereka bisa "bermufakat jahat" untuk tampil asal, agar sang pelatih dipecat. Harapannya, pelatih baru bisa membuat suasana lebih menyenangkan bagi mereka.

Pendek kata, pelatih kini berada dalam situasi vivere pericoloso itu. Mereka terjebak dalam situasi membahayakan yang tidak bisa mereka tolak. Bila bahaya (baca pemecatan) datang, mereka hanya bisa pasrah. Apa iya mau mengajukan gugatan pra peradilan.

Terkait posisi pelatih yang kini bak orang-orang dalam bahaya, manajer legendaris Manchester United, Sir Alex Ferguson, pernah menyebut bahwa tabiat para pemilik klub sekarang ini sudah berubah. "Anda tak bisa sepenuhnya terkejut dengan tingkah para pemilik klub sekarang ini," ujarnya.

Menurutnya, dulu, di era kepelatihannya, dirinya masih bisa bertahan meski tiga musim tanpa trofi. Manajemen klub masih bisa bersabar menunggu. Dan memang, andai manajemen United kala itu tidak bersabar pada Sir Alex, sepertinya tidak akan pernah ada cerita kejayaan Tim Setan Merah bersama pelatih paling sukses di Premier League tersebut.

Namun, kini rasanya tidak mungkin melihat hal seperti itu. Baru melatih satu atau dua musim saja, bila klubnya tidak tampil apik, para pelatih harus bersiap kehilangan pekerjaan. 

Situasi itu juga yang kini dihadapi Arsenal. Klub tetangga Spurs di London Utara ini diisukan bakal segera memecat pelatihnya, Unai Emery yang asal Spanyol.

Nah, menariknya, nama-nama manajer/pelatih yang saya sebut dalam tulisan ini, ternyata bak menjadi kepingan puzzle. Kepingan yang saling mengisi celah kosong.

Jose Mourinho. Kita tahu, kabar terbaru, manajemen Spurs akhirnya menunjuk pria Portugal yang sempat menganggur (tidak melatih) ini. Dalam wawancara dengan situs Premier League, Mourinho menyebut akan menghadirkan passion di Tottenham. Dia berjanji akan membangkitkan potensi yang dimiliki Spurs dengan menghadirkan passion.

Lalu, Harry Redknapp. Dalam wawancara dengan The Mirror, ia terang-terangan mempromosikan Pochettino untuk menggantikan Unai Emery sebagai pelatih Arsenal. 

Meski, Pochettino juga sempat diisukan akan diambil Bayern Munchen. Bahkan, salah satu pemain top Bayern, Joshua Kimmich memuji pria asal Argentina ini sebagai pelatih kelas dunia.

Dari Pochettino, kita bisa paham bahwa, tidak ada jaminan seorang yang hebat bisa bertahan lama di sebuah klub. Sebab, suksesnya di masa lalu, itu sudah masuk buku sejarah. Hari ini adalah cerita yang berbeda. Bila dinilai gagal, dia dipecat. Tidak ada kesempatan kedua baginya. Dan itulah yang terjadi pada Pochettino.

Dari melihat bagaimana perputaran nasib para pelatih top ini, kita bisa belajar bahwa pekerjaan terkadang sekadar kesempatan yang datang dan pergi. 

Kita hanya perlu memanfaatkan kesempatan yang datang dengan sebaik-baiknya. Sebab, kelak bila kesempatan itu pergi, itu akan menjadi 'pintu pembuka' bagi datangnya kesempatan lainnya. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun