Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pelajaran Respek dari Lemparan Botol Gubernur dan Tangisan Son Heung-min

5 November 2019   08:35 Diperbarui: 5 November 2019   12:24 2505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain Tottenham asal Korea Selatan, Son Heung-min (tengah), menangis setelah melihat pemain Everton, Andre Gomes cedera parah akibat tekel yang dia lakukan di pertandingan Liga Inggris akhir pekan kemarin/Foto: Getty Images Metro.co.uk

Ada satu pelajaran penting yang bisa kita dapat dari lapangan sepak bola. Pelajaran penting yang sayangnya acapkali malah dianggap bak angin lalu oleh puluhan ribu penonton yang hadir di tribun stadion. Seolah kasat mata.

Pelajaran apa?

Pelajaran bernama respek. Kalau kata orang luar negeri sana: respect. Bahwa, esensi utama dari sepak bola adalah rasa saling menghormati satu sama lain. Bahwa, meski bertandingan dengan tujuan sama-sama ingin menang, jangan sekali-kali "menggadaikan" respek.

Bila pemain dari dua tim yang bertanding saling respek, maka tidak akan ada keinginan untuk mencederai lawan. Tidak ada terbersit niatan licik untuk pura-pura jatuh di lapangan demi mendapatkan penalti. Meski, terkadang itu menjadi bagian strategi untuk memenangi pertandingan.

Bila pemain respek kepada wasit yang memimpin pertandingan, maka mereka akan menghormati keputusan wasit. Tidak akan ada pemandangan wasit dikejar-kejar pemain di lapangan karena keputusannya dinilai merugikan salah satu tim. Konteksnya di sini tentunya wasit yang memang kompeten menjalankan tugasnya. 

Tidak hanya mereka yang ada di lapangan, mereka yang ada di tribun, siapapun dia, mereka seharusnya bisa menangkap pelajaran penting dari sepak bola itu. Bahwa dalam hal dukung-mendukung, respek harus jadi nomor satu. Bukan sekadar menang-menangan.  

Jangan kehilangan kesabaran karena sepak bola
Nah, akhir pekan kemarin, kita seperti diingatkan perihal pentingnya respek dalam sepak bola ini. Ada dua kejadian viral di tempat berbeda yang dua-duanya mengerucut pada pentingnya nilai respek ini.

Kejadian pertama ada di panggung Liga 1 Indonesia. Ada peristiwa yang jarang terjadi. Kabar adanya seorang kepala daerah yang mendadak jadi viral di media sosial setelah terekam kamera sedang melempar botol saat menonton Liga 1 Indonesia.

Dikutip dari bola.tempo.com ceritanya, pak Gubernur Kalimantan Tengah jadi perbincangan setelah melakukan pelemparan botol di Stadion Tuah Pahoe saat menyaksikan laga Kalteng Putra melawan Persib Bandung dalam lanjutan Liga 1 2019 pada Jumat, 1 November 2019. Dalam laga itu, Kalteng Putra kalah 0-2.

Dalam wawancara yang dikutip dari Tempo.com, Pak gubernur berinisial SS ini mengatakan alasannya melakukan itu. "Saya kecewa dengan kepemimpinan wasit yang berat sebelah dan merugikan Kalteng Putra" ujarnya.

Menurut versinya, dia terpancing emosi setelah melihat ada 'ketidakwajaran' di lapangan. Menurutnya lagi, beberapa pemain Persib terlihat memancing keributan dengan melalukan tekel, tetapi hanya mendapatkan teguran dari wasit. Namun, ketika pemain Kalteng Putra melakukan hal yang sama, malah langsung diganjar kartu kuning.

Puncaknya terjadi saat penyerang Kalteng Putra, Patrich Wanggai, dipegang lehernya dan jatuh lantas entah sengaja atau tidak, dia mengenai perut pemain Persib. Lantas, wasit Abdul Rahman Salasa memanggil Wanggai. Karena dia tidak menghiraukan, wasit langsung memberikan kartu merah.

Momen inilah yang membuat Pak Gubernur kehilangan kesabaran. Dia emosi. Dari atas tribun VVIP, ia lantas melempar botol air mineral ke arah lapangan. Aksinya itu terekam video, dan kemudian jadi viral di dunia maya.

Dikutip dari Kompas.com, pak gubernur bahkan turun ke tepi lapangan untuk menyuarakan protes. Lantas, Kapolres Palangkaraya, AKBP Timbul RK Siregar terlihat berusaha menenangkan penonton dan Gubernur Kalteng tersebut, hingga akhirnya permainan dilanjutkan.

"Jika seperti ini terus sepak bola kita susah majunya," ujar Gubernur yang mengaku kejadian semacam ini sudah beberapa kali disaksikannya (Kompas Bola).

Namun, apapun alasannya, tindakan melempar ke botol ke arah lapangan sebagai wujud aksi protes, tidaklah dibenarkan. Itu wujud kurangnya respek terhadap pengadil pertandingan. Bila respek terhadap wasit yang memimpin pertandingan dikedepankan, tidak akan ada kejadian seperti itu.

Apalagi, sebagai pemimpin di wilayahnya, Pak Gubernur seharusnya menjadi teladan. Jadi contoh. Jadi sosok yang mampu menenangkan. Bukan malah sebaliknya. Apa jadinya bila penonton seisi stadion tersebut lantas terprovokasi dan mengikuti aksinya untuk melempar botol ke lapangan?  

Toh, kalaupun wasit dianggap curang dan merugikan timnya dalam memimpin pertandingan, ada prosedur yang bisa dilakukan untuk melaporkannya. Tim bisa melakukan pelaporan resmi beserta bukti dan dugaan kecurangannya.

Bila terbukti, wasit bisa kena sanksi. Mungkin, durasi respons dari koreksi terhadap kepemimpinan wasit ini berbeda dengan di Liga Inggris sana. Namun, bagaimanapun, mekanisme yang benar harus diikuti.

Respek menjadi pelajaran penting dalam sepak bola/Foto: UEFA.com
Respek menjadi pelajaran penting dalam sepak bola/Foto: UEFA.com
Semoga saja, viralnya aksi lempar botol itu, menjadi pelajaran bagi semuanya. Utamanya para kepala daerah maupun petinggi klub yang sedang menyaksikan pertandingan langsung dari lapangan. Pelajaran tentang pentingnya memiliki respek kepada 'pelaku' pertandingan.

Dalam hal ini, saya tertarik dengan pernyataan presiden klub Madura United, Achsanul Qosasih di akun Instagramnya. Meski jelas kecewa karena timnya, Madura United, kalah di kandang sendiri dari Persipura pada akhir pekan kemarin, Pak Achsanul menyikapinya dengan bijak.

Dia menulis kalimat begini sebagai narasi foto ketika dirinya duduk di lapangan bersama Wali Kota Jayapura, Ketua DPRD Kota Jayapura dan Manager tim Persipura, Rudy Maswi.

"Sepak bola itu memperbanyak teman dan sahabat. Kita diskusi dan bercengkrama banyak hal. Saya mengenal mereka sejak tahun 2003. Kami mencintai sepak bola sejak lama. Sepak bola harus selesai dalam 90 menit. Yang menang jangan merasa hebat, yang kalah jangan merasa terhina."

Pelajaran Respek dari Cedera Horor Andre Gomes
Selain dari Palangkaraya dan Madura, pelajaran tentang respek juga muncul dari Inggris. Tepatnya di Kota Liverpool saat Everton menjamu Tottenham Hotspur pada pekan ke-11 Liga Inggris, Minggu (3/11/2019).

Di laga yang berakhir 1-1 tersebut, cedera mengerikan menimpa pemain Everton, Andre Gomes. Engkel kaki kiri pemain asal Portugal ini patah. 'Pelakunya' adalah pemain Tottenham asal Korea Selatan, Son Heung-min.

Ceritanya, di menit ke-78, Andre Gomes membawa bola. Son yang mengejarnya, lantas berusaha merebut bola dengan melakukan tekel. Dari tayangan ulang, tekel Son sebenarnya normal. Tidak ada niatan mencederai lawan.

Namun, situasinya berbeda ketika Gomes yang terhuyung, masih mengejar bola tetapi kehilangan keseimbangan. Apes, dia ditabrak pemain Tottenham lainnya, Serge Aurier dari depan. Lantas, kaki kanan Gomes mendarat di posisi yang salah. Engkelnya patah. Terlihat kakinya bengkok ke arah yang tidak normal.

Melihat Andre Gomes terjatuh, Son bangkit dan ingin menolongnya. Namun, ketika melihat kondisi cedera pemain yang pernah berkostum Barcelona itu, Son lantas memegangi kepalanya. Dia seperti tak percaya tekelnya menjadi horor.

Sejurus kemudian, Son menangis terisak di tengah lapangan. Terlebih melihat Andre Gomes ditandu keluar lapangan. Son lantas dikartu merah oleh wasit Martin Atkinson karena dianggap biang kejadian horor itu.

Toh, Son seperti tak peduli dirinya diusir keluar lapangan. Dia masih shock dengan kejadian yang menimpa Andre Gomes. Bahkan, kapten Everton, Seamus Coleman sampai ikut menenangkan hati Son yang terus menundukkan kepala menuju ruang ganti pemain.

Son Heung-min, menyesal setelah melihat Andre Gomes mengalami cedera parah setelah ditekel olehnya/Foto: Metro.co.uk
Son Heung-min, menyesal setelah melihat Andre Gomes mengalami cedera parah setelah ditekel olehnya/Foto: Metro.co.uk
Dikutip dari cnnindonesia.com, Son belum memberikan pernyataan di media. Namun, pemain yang membawa Korsel juara sepak bola Asian Games 2018 ini menuliskan permintaan maaf sekaligus doa kepada Gomes di akun Twitter pribadinya.

"Lekas pulih Andre Gomes," tulis Son sambil membubuhkan gambar pertanda permintaan maaf seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Tentu saja, kabar cedera parah pemain sepak bola, memunculkan keprihatinan. Namun, dari kejadian itu, ada banyak pelajaran tentang respek kepada sesama yang bisa dipungut.

Lihat bagaimana pemain-pemain Everton memperlakukan Son yang telah melakukan tekel sehingga rekan setim mereka cedera. Mereka tidak menyalahkan Son. Tidak ada insiden mendorong-dorong badannya di lapangan. Apalagi sampai ada bogem mentah ke wajahnya. Tidak ada.

Malah, mereka memberikan penghiburan kepada Son. Mereka seperti paham bahwa Son juga sangat terpukul dengan cedera parah yang menimpah Andre Gomes itu. Itulah bentuk respek. Ada rasa empati antarpemain yang boleh jadi pernah berada di posisi Son.

Mengapa Son justru diperlakukan baik oleh pemain-pemain Everton meski dia ikut andil dalam cederanya Andre Gomes?

Karena, Son juga memperlihatkan respek luar biasa. Dia langsung bangkit karena ingin menolong. Dia menyesal luar biasa dan menangis sesenggukan melihat ada pemain lain yang cedera parah. Bahkan, tidak memedulikan diberi kartu merah.

Andai setelah kejadian tekel itu, Son cuek saja dan memperlihatkan rasa tidak bersalah, lantas bereaksi karena dikartu merah, pemain-pemain lainnya pasti akan kehilangan respek kepadanya. Namun, karena dia meperlihatkan respek dan empati, pemain lain ikut merasakan perasaan yang dirasakannya.

Dalam kejadian itu, tidak ada lagi pemain Tottenham atau Everton. Yang ada adalah pesepak bola yang saling respek karena memiliki perasaan sama demi melihat horor paling mengerikan di lapangan. Horor yang bisa saja mereka alami.

Lihat, bila respek yang dinomorsatukan di lapangan, urusan menang-menangan yang menjadi tujuan pertandingan, menjadi tidak lagi yang utama. Ia kalah oleh rasa persaudaraan antar pemain. Sebab, apalah artinya menang bila ada pemain yang mengalami musibah di lapangan.

Terkait hal ini, saya pernah membaca buku berjudul "Blue Ocean Strategy". Banyak yang menganggap buku karya pasangan dosen dan murid, W. Chan Kim dan Renee Mauborgne itu sebagai antitesis dari pemikiran tentang hidup yang selama ini berkembang.

Bahwa, bila selama ini kebanyakan orang menganggap hidup bak kompetisi yang dilakoni dengan mengalahkan satu persatu lawan, maka buku "Samudera Biru" ini kebalikannya.

Buku ini seolah menegaskan, ada hal yang salah di balik cara berpikir seperti itu. Hidup mungkin harus dijalani dengan berkompetisi. Tapi tidak dengan cara memukul lawan. Tidak harus selalu dengan cara mengalahkan lawan.

Konsep "Samudera Biru" ini lebih menekankan pada sebuah loncatan. Bahwa kita dituntun untuk mencari celah. Bukan sekadar bertarung berhadap-hadapan demi menjadi yang terbaik. Tetapi mencari celah demi tetap menjadi pemenang. Minimal jadi pemenang untuk diri sendiri.

Ya, untuk menjadi pemenang, memang tidak perlu dilakukan dengan menyalahkan orang lain. Apalagi sampai melempar botol sebagai bentuk kekecewaan pada orang lain. Untuk menjadi pemenang, tidak perlu menjadi 'pemain bengis' yang tidak punya hati hanya karena ingin menang. Namun, untuk menjadi pemenang, bisa dicapai dengan respek.

Kalaupun belum waktunya menang, kita tidak perlu menggadaikan sisi baik manusia kita. Karena, urusan rivalitas dan kalah menang itu harus selesai dalam 90 menit plus beberapa menit. Selebihnya kembali menjadi kawan. Karena, lapangan itu untuk memperbanyak teman. Bukan sebaliknya. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun