Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Frank Lampard dan Pelajaran Menjadi "Atasan" di Tempat Kerja

7 Oktober 2019   09:47 Diperbarui: 7 Oktober 2019   16:31 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Frank Lampard (tengah) bersama dua pemain mudanya, Tammy Abraham (kanan) dan Mason Mount/Foto: straitstimes.co

Lama menjadi karyawan biasa, lantas dipercaya naik jabatan menjadi atasan di tempat bekerja. Tidak sembarangan orang bisa merasakan fase karier seperti itu. Hanya mereka yang dianggap berprestasi dan punya potensi yang bisa bermetamorfosis dari karyawan menjadi atasan.

Tentu saja, cerita itu masih koma. Belum titik. Ditunjuk menjadi atasan bukanlah akhir cerita. Justru, itu baru permulaan dari cerita yang lebih besar. Tantangannya jauh lebih besar daripada menjadi karyawan.

Sebab, bila menjadi karyawan, tantangannya hanya bagaimana dia bisa mengerjakan tugasnya sebaik mungkin. Namun, menjadi atasan, bukan hanya tentang menjalankan tugas sendirian. Tapi juga tugas sebuah unit kerja.

Nah, dalam sebuah unit kerja, sukses dan tidaknya akan banyak bergantung pada kejelian atasan dalam mengambil keputusan. Kejelian dalam memilih siapa saja anak buah yang dipercaya untuk membantu mewujudkan gagasan-gagasan yang ingin diwujudkan di tempat kerjanya.

Bila pemilihan anak buah untuk membantu pekerjaan atasan tersebut tepat, niscaya pekerjaan besar di tempat bekerja tersebut juga akan tuntas. Namun, bila salah memilih orang, masalah yang akan muncul. 

Dalam soal pilih-memilih ini, pilihannya terkadang hanya dua. Memilih memasukkan mereka yang kenyang pengalaman, tapi sulit diajak 'bekerja total' karena pikirannya sudah terbagi dengan urusan rumah (keluarga). Apalagi bila pola pikirnya hanya ingin mendapatkan tambahan duit.

Ataukah memasukkan anak-anak muda yang minim pengalaman, tapi punya potensi yang bisa dikembangkan. Serta, punya semangat dan mau bekerja total sehingga kapanpun siap diajak bekerja.

Lampard dan anak-anak muda di Chelsea

Cerita karyawan yang lantas menjadi atasan dan dilemanya dalam memilih anak buah itu yang juga dirasakan Frank Lampard di Liga Inggris musim ini. Lampard yang semasa bermain dulu menjadi pemain tengah paling disegani di Chelsea, kini naik jabatan. Dia kini menjadi manager tim alias pelatih Chelsea.

Tentu saja, ceritanya kini berbeda. Bila dulu, tugasnya adalah bermain sebaik mungkin di lapangan. Tujuan akhirnya, membantu tim rutin meraih kemenangan. Kalau bisa meraih piala. Kalaupun gagal, dia tidak akan menjadi sorotan utama.

Kini, tugas utamanya sebenarnya tidak jauh berbeda. Meski tidak ikut bermain, Lampard 'hanya' perlu memastikan Chelsea sering meraih kemenangan. Syukur-syukur bila bisa meraih piala di akhir kompetisi.

Sebaliknya, seandainya Chelsea ternyata kalahan dan dalam posisi buruk di Liga Inggris, Lampard-lah yang akan paling disorot. Dia yang akan diminta pertanggung jawaban. Bukan pemain. Bahkan, manajemen tim tidak akan ragu memecatnya meski dia pemain legenda di tim itu.

Seperti seorang atasan di tempat kerja, Lampard pasti paham. Bahwa, bagus atau tidaknya performa timnya, bergantung pada siapa saja pemain yang ia percaya untuk tampil di lapangan. Menariknya, dalam hal ini, sebagai orang baru, Lampard justru memilih keputusan berani.

Dari 11 pemain yang ditunjuknya sebagai pemain inti, Lampard justru tidak banyak memilih pemain-pemain senior. Padahal, dengan pengalaman panjang yang dimiliki, pemain-pemain itu seharusnya bisa memberikan Lampard kenyamanan dan ketenangan di masa transisi Chelsea seperti sekarang.

Justru, Lampard lebih memilih memainkan anak-anak muda yang minim 'jam terbang' di Liga Inggris. Beberapa dari mereka merupakan lulusan akademi klub Chelsea. Ada yang sempat dipinjamkan ke klub lain dan dipanggil pulang. Malah ada yang baru bermain di Liga Inggris.

Sebut saja bek Fikayo Tomori (19 tahun) dan Reece James (19 tahun). Gelandang Mason Mount (20 tahun). Penyerang Tammy Abraham (21 tahun). Juga ada Callum Hudson-Odoi, anak muda 18 tahun yang berposisi sebagai penyerang sayap. Kesemuanya berkewarganegaraan Inggris.

Bahkan, Lampard berani memainkan mereka sebagai pemain inti. Demi memainkan Abraham, dia menepikan penyerang kenyang pengalaman, Olivier Giroud. Malah, Christian Pulisic yang sempat digadang-gadang jadi penerus Eden Hazard yang pindah ke Real Madrid, juga dicadangkan demi memberi tempat untuk Hudson-Odoi. Dia juga menepikan Matteo Kovacic demi memberi tempat untuk Mason Mount. Bahkan, karena ada Tomori, Lampard rela melepas David Luiz ke Arsenal.

Memainkan 'bocah' di kompetisi seketat Liga Inggris, jelas sebuah keputusan yang berani. Dan, gara-gara keputusan itu, Lampard sempat dihujat. Lampard dinilai telah mengambi keputusan yang keliru. Pasalnya, Chelsea tampil buruk di awal kompetisi.

Mereka langsung kalah telak 0-4 dari Manchester United di pertandingan perdana pada 11 Agustus silam. Sebuah cara buruk bagi Lampard untuk menandai kiprahnya sebagai pelatih di Liga Inggris. Bahkan, Chelsea seperti sulit meraih kemenangan.

Tiga hari kemudian, Chelsea yang merupakan juara Liga Europa musim lalu, tampil di Piala Super Eropa melawan tim juara Liga Champions, Liverpool. Chelsea kembali takluk. Kali ini lewat adu penalti 5-4 setelah bermain 2-2.

Fans Chelsea benar-benar diuji kesabarannya demi melihat timnya meraih kemenangan pertama di era Lampard. Di pekan kedua Liga Inggris, Chelsea lagi-lagi tak mampu menang. Mereka bermain 1-1 dengan tamunya, Leicester City. Artinya, Chelsea tak pernah menang di tiga pertandingan.

Sontak, media-media Inggris menyebut Lampard terlalu percaya pada bocah. Orang Inggris lantas teringat ujaran terkenal di sana "Anda tidak akan memenangi apa-apa dengan sekumpulan bocah".

Toh, Lampard bergeming dengan semua kritikan. Lebih tepatnya bully-an. Dia masih percaya pada pilihan dan intuisinya. Dia yakin, pemain-pemain mudanya akan bisa 'meledak' pada waktunya.

Anak-anak muda kepercayaan Lampard akhirnya 'meledak'

Apa yang diyakini Lampard pun terjadi. Keputusan beraninya dengan memberikan kepercayaan pada anak-anak muda ketimbang mereka yang sudah senior, pada akhirnya berbuah manis. 

Pada 24 Agustus 2019, Chelsea akhirnya meraih kemenangan 2-3 di markas Norwich City. Anak-anak muda yang dipercaya Lampard, tampil menggila. Abraham mencetak dua gol. 

Lalu, satu gol oleh Mount. Ketika melawan Leicester, Mount juga sudah bikin gol. Sepekan kemudian, Abraham kembali mencetak dua gol saat Chelsea di tahan Sheffield United 2-2 pada 31 Agustus.

Dan di pekan kelima, trio anak muda ini memperlihatkan bahwa mereka-lah masa depan Chelsea. Gol awal Tomori, hat-trick Abraham dan gol penutup Mount, membawa Chelsea menang 5-2 atas tuan rumah Wolverhampton.

Dari sini, media-media Inggris mulai latah. Mereka membandingkan tiga anak muda ini dengan para legenda Chelsea. Tomori dianggap titisan John Terry. Mount disebut penerusnya Lampard di lini tengah. Dan Tammy Abraham dipuji sebagai replikanya Didier Drogba.

Singkat kata, Minggu (6/10) tadi malam, Chelsea kembali menang di pekan ke-8 Liga Inggris. Chelsea mengalahkan tuan rumah Southampton dengan skor telak, 1-4. Lampard memainkan Tomori, Mount, Hudson-Odoi dan Abraham sebagai starter. Keempatnya tampil keren.

Abraham mencetak gol pertama setelah meneruskan umpan dari Hudson-Odoi. Mount mencetak gol kedua. Sementara Tomori bermain solid bersama Kurt Zouma di lini belakang.

Kemenangan ini membawa Chelsea yang di awal musim dalam posisi mengenaskan, kini sudah ada di papan atas. Chelsea ada di peringkat 5 dengan 14 poin, sama dengan raihan poin Leicester City di peringkat 4, dan hanya terpaut satu poin dengan Arsenal yang ada di peringkat 3. Chelsea kini bahkan sudah berada jauh di atas Manchester United yang tercecer di peringkat 12 dengan 9 poin.

Merujuk pada bagaimana cara Chelsea bermain dan juga gairah anak-anak muda kepercayaan Lampard di lapangan, bukan tidak mungkin The Blues akan terus berada di papan atas hingga akhir musim.

Dikutip dari Telegraph.co.uk, Lampard menyebut, dengan Chelsea dijatuhi sanksi oleh FIFA dilarang mendatangkan pemain di transfer musim panas 2019 dan musim dingin 2020, pemain-pemain muda menjadi pilihan masuk akal. 

Dia juga memuji pemain senior seperti Willian yang bisa membimbing pemain-pemain mua. Tak ketinggalan, dia juga memuji fans Chelsea yang disebutnya sangat dewasa.

"Kami kini memiliki banyak pemain muda yang saya yakin, fans sangat sabar melihat mereka bertumbuh. Mereka butuh ruang. Namun, aturannya tetap sama. Jika Anda memperlihatkan semangat juang dan gairah untuk memberikan yang terbaik bagi klub, fans akan respek kepada mereka. Terlepas kami menang, kalah atau draw," ujar Lampard dikutip dari.

Pada akhirnya, saya tidak akan pelit untuk memuji keputusan berani Lampard. Dia berani 'pasang badan' dihujat di awal musim karena lebih memilih anak-anak muda yang menurutnya punya potensi bagus.

Dari Lampard, kita bisa belajar untuk tidak ragu memberikan kepercayaan pada anak-anak muda yang punya semangat tinggi dan masih haus belajar. Mungkin di masa awal mereka akan mengalami jatuh bangun. Namun, itu bagian dari proses.

Memang, mereka minim pengalaman. Tapi, mereka punya semangat. Saya percaya, sebuah kualitas akan bisa dikejar seiring berjalannya waktu. Pengalaman akan datang dengan sendirinya dalam berproses. Namun, motivasi dalam bekerja tidak akan bisa dibeli.

Terpenting, tugas seorang pemimpin, atasan, bos atau apapun sebutnya, seharusnya bukan sekadar memastikan pekerjaan di unit kerjanya berjalan lancar. Namun, pemimpin seharusnya juga ikut berperan mendidik anak-anak muda yang kelak bisa menjadi penerusnya. Caranya dengan memberi mereka ruang untuk bertumbuh dan belajar. 

Sebab, keberhasilan pemimpin bukan hanya pencapaian tim semata. Tetapi bila ada anak-anak didiknya yang berhasil "menjadi orang". Itu bentuk 'legacy mahal' dari seorang pemimpin. Dan, seperti itulah yang dilakukan Lampard di Chelsea saat ini. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun