Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Belanda, Zahavi, dan Pelajaran Hidup dari "Drama" Kualifikasi Euro 2020

12 September 2019   08:15 Diperbarui: 13 September 2019   08:06 2189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Belanda, bangkit dari episode kejatuhan. Mereka tampil bagus di Kualifikasi EURO 2020/Foto: Twitter UEFAEURO

Sepak bola itu contoh nyata betapa hidup terkadang berada di atas, tapi sekejap saja ia bisa membawa kita ke bagian terendah. Persis dengan apa yang disampaikan penyerang legendaris Timnas Inggris, Gary Lineker: "Football is the glorious example of the ups and down of life".

Lineker benar. Dalam sepak bola, jamak terjadi tim yang awalnya digdaya lantas tak berdaya. Ada pula cerita pemain yang pernah dipuja-puja lantas dilupakan. Atau pelatih yang disanjung tinggi tahu-tahu dicaci-maki. 

Ujaran Lineker juga cocok untuk menggambarkan bagaimana kondisi Tim Nasional Belanda dalam periode lima tahun terakhir. Timnas Belanda bak siklus bulan. Dari purnama lantas menghilang. Dari tim yang berada di jajaran atas sepak bola dunia, kemudian jatuh ke jurang terdalam.

Ya, lima tahun silam, ketika Timnas Belanda tampil di Piala Dunia 2014, saya meyakini tim Oranje punya prospek cerah di tahun-tahun mendatang. Rasanya banyak orang juga sependapat dengan saya. 

Ketika Belanda mengawali turnamen dengan menang 5-1 atas juara bertahan Spanyol dan mengakhiri turnamen sebagai tim "juara III" usai mengalahkan tuan rumah Brasil 3-0.

Kala itu, Belanda dihuni banyak pemain muda berbakat. Seperti kiper Jasper Cillesen yang waktu itu berusia 25 tahun, Daley Blind (24 tahun), Stefan de Vrij (22 tahun), Bruno Martins Indi (22 tahun), Georginio Wijnaldum (23 tahun), Jordy Clasie (23 tahun), dan Memphis Depay (20 tahun). 

Dengan banyak nya anak-anak muda itu, tidak sulit menyebut Belanda bisa berbicara banyak di Piala Eropa 2016.

Tapi, apa yang terjadi. Astaga, Belanda malah gagal lolos. Mereka kalah bersaing dengan Republik Ceko, Islandia, dan Turki selama penyisihan. Itu sungguh mimpi buruk bagi negara juara Piala Eropa 1988 ini. Potensi hebat anak-anak muda itu seolah tertinggal di Brazil pada 2014 lalu.

Empat tahun kemudian, Belanda coba bangkit untuk lolos ke Piala Dunia 2018. Tetapi, Belanda yang mengalami kejatuhan parah, terlihat susah untuk bangkit. Mereka meraih hasil minimalis dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2018. 

Pada akhirnya, Belanda gagal lolos setelah kalah bersaing dengan Prancis. Serta Swedia yang menjadi runner-up dan merebut tiket ke play off.

Belanda kini tampil bagus di Kualifikasi Euro 2020
Toh, mereka yang mengalami kejatuhan, separah apapun kondisinya, pasti ingin bangkit. Belanda pun begitu. Setelah hanya jadi penonton di Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2016 yang tentu saja menjadi tamparan keras bagi negara "raksasa sepak bola" seperti mereka, kini Belanda ingin memulai kisah baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun