Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Makna Gelar New Zealand Open 2019 bagi Jonatan Christie dan Indonesia

6 Mei 2019   13:59 Diperbarui: 7 Mei 2019   12:53 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi pebulu tangkis tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie| Sumber: Badminton Indonesia

Namun, semua catatan bagus itu nyatanya tidak membuat Jonatan bisa dengan mudah menembus barisan tunggal putra elit dunia. Sebab, dia kesulitan untuk meraih gelar di turnamen BWF yang berlevel lebih tinggi: Super Series/Premier yang sejak 2018 lalu berganti nama menjadi BWF World Tour.

Jojo--panggilan Jonatan Christie bukannya tidak memiliki kesempatan untuk meraih gelar BWF Super Series/BWF World Tour. Dia pernah beberapa kali punya peluang juara.

Seperti pada September 2017 silam, dua hari setelah ulang tahunnya yang ke-20 tahun, Jonatan tampil di final Korea Open. Itu final pertamanya di Super Series. Di final, dia bertemu dengan sahabatnya, Anthony Sinisuka Ginting. Yang terjadi, Jojo kalah rubber game dari Ginting, 13-21, 21-19, 20-22. Jojo pun hanya menjadi runner-up.

Setahun kemudian, 6 Mei 2018, Jonatan kembali berhasil menembus final di New Zealand Open 2018. Sayangnya, lagi-lagi dia kembali jadi runner up. Jojo takluk dari pemain senior Tiongkok yang juga idolanya, Lin Dan 14-21, 19-21 yang diwarnai aksi kontroversial ngepel lantai Lin Dan di akhir game kedua.

Agustus 2018, ketika Jonatan meraih medali emas nomor perorangan Asian Games, dia diprediksi bakal mampu bersaing di level teratas. Yang terjadi, Jojo merasakan kegagalan demi kegagalan. Bahkan, dia cukup sering tersingkir di babak pertama/kedua turnamen. Dia pun di-bully warganet yang menyebutnya hanya jago bila tampil di kandang. Ada pula yang merundungnya bahwa dia kurang fokus karena sibuk syuting iklan.

Di tahun 2019 ini, stigma buruk yang disematkan kepada Jojo sebagai "pemain spesialis babak awal" belum lenyap. Utamanya dia kandas cepat di All England Open 2019 pada awal Maret lalu.

Toh, Jonatan bukan keledai. Dia belajar dari kesalahan. Dia terus berlatih untuk memperbaiki kekurangannya. Terbukti, awal April lalu, Jonatan tampil luar biasa di Malaysia Open 2019.

Untuk kali pertama, dia mampu mengalahkan Kento Momota, sang juara dunia 2018 dan tunggal putra rangking 1 dunia terkini di putaran II. Dia juga menang atas Viktor Axelsen, Juara Dunia 2017 di perempat final. Sayangnya, dia terhenti di semifinal usai kalah dari pemain Tiongkok, Chen Long.

Namun, meski gagal, penampilan Jojo sudah berubah. Permainannya tidak lagi monoton. Dia lebih kreatif dalam menyerang. Pertahanannya juga kokoh. Terpenting, mentalnya tidak mudah drop ketika tertinggal. Pendek kata, ada optimisme yang tersembul dari penampilan Jojo tersebut. Bahwa bila konsisten, tidak lama dia akan bisa meraih gelar.

Dan, benar adanya, di turnamen BWF berikutnya, di New Zealand Open 2019, Jojo tampil sebagai juara. Di final, Jojo yang menjadi unggulan 3, mengalahkan pemain Hongkong, NG Ka Long Angus lewat straight game, 21-12, 21-13. Jojo bisa memaksimalkan kesempatan ketika pemain-pemain top dunia tidak ikut tampil di Selandia Baru.

Kota Auckland di Selandia Baru rupanya sangat ramah pada Jojo. Bila tahun lalu dia menjadi runner-up, tahun ini dia berhasil meraih gelar pertamanya di BWF World Tour.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun