Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengagumi "Kesetiaan Menulis" Para Senior di Kompasiana

28 September 2018   16:36 Diperbarui: 28 September 2018   18:11 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bagaimana caranya untuk membedakan seorang penulis yang baik dan penulis yang buruk? Setiap orang mungkin punya jawaban bersinya masing-masing. Semisal penulis yang tidak melakukan praktek pencurian ide (baca sekadar copy paste tulisan orang lain).

Namun, mengutip ujaran Jeff Goins, pemilik situs goinswriter.com, untuk membedakan antara penulis yang baik dengan penulis yang buruk, ternyata bukan hanya dari kualitas tulisan yang dihasilkan. Ya, perbedaan perbedaan keduanya tidak pernah terkait skill atau gaya menulis. Menurut dia, seorang penulis yang buruk akan mudah menyerah dan berhenti. Sedangkan penulis yang baik akan terus menulis.

Nah, merujuk pada ujaran Jeff Goins tersebut, di 'rumah besar' bertanda nama Kompasiana ini, ada banyak penulis baik yang istiqomah, konsisten dan tetap setia untuk terus menulis. Ada banyak nama yang telah membangun reputasi masing-masing lewat ketertarikannya menulis di bidang tertentu.

Kalau harus menyebut nama, di ranah politik ada mas Tilaria Padika, mas Susy Haryawan, mas Yon Bayu dan mas Pebrianov yang tulisan-tulisannya hampir setiap hari berseliweran di Kompasiana.

Lalu di ranah "per-cerpen-an dan per-puisi-an", ada Latifah Maurin, pak Edy Priyatna dan pak Rustian Al Ansori, juga mbak Indria Salim dan mbak Liliek Fatimah Azzahra yang juga istiqomah menulis. Dan di kanal olahraga ada mas Arnold Adoe dan Pria Ibra yang juga konsisten membagikan ulasan-ulasannya. Serta mas Katedrarajawen yang rajutan kalimat-kalimatnya seperti punya daya pikat.

Namun, dari semua nama tersebut, juga nama-nama yang mungkin terlupakan belum disebut, ada beberapa nama yang tidak hanya baik seperti ujaran Jeff Goins itu, tetapi mereka juga layak menjadi panutan. Panutan karena mereka berhasil menjaga 'kesetiaan menulis' di usia yang tidak muda lagi.

Bila semangat menulis itu diibaratkan 'nyala api', saya mengagumi kepiawaian pak Tjiptadinata Effendi, pak Hendro Santoso dan juga pak Mawan Sidarta karena telah mampu menjaga semangat itu tetap menyala meski sejatinya tidak mudah.

Ya, tidak mudah bisa memiliki motivasi untuk terus menulis di usia yang tidak muda lagi. Kalau tekadnya tidak kuat, akan sangat sulit sekadar menghasilkan satu tulisan per hari. Lebih mudah untuk sekadar membaca berita-berita di Kompasiana, membaca koran, menonton televisi atau beraktivitas dengan anak dan cucu.

Pernah cukup lama bekerja di "pabrik koran" lantas bekerja di instansi pemerintah yang tidak jauh dari tulis-menulis membuat saya memiliki referensi cukup tentang tipikal orang-orang yang katanya bekerja menulis.

Jangan salah, tidak semuanya rajn menulis lho. Malah ada yang sekadar menunggu 'kiriman' berita dari kawan seprofesinya ataupun menunggu berita rilis yang dikirim melalui email. Malah dulu ada plesetan "cnn" alias cuma nanya-nanya (narasumber) tetapi tidak ditulis.

Bahkan ada juga yang sekadar orientasi nya nyari duit. Bahwa datang (lalu menulis) harus ada duitnya. Kalau tidak ada duitnya bisa jadi tidak ditulis. Mereka inilah yang pada akhirnya 'merusak' marwah profesi yang mereka akui mereka jalani (meski sebenarnya secara kompetensi belum pantas masuk profesi ini).

Nah, merujuk pada dua substansi di dua paragraf terakhir tersebut, bila membaca tulisan-tulisan para senior ini, tulisan yang dihasilkan merupakan buah dari pikiran sendiri. Bukan sekadar menulis ulang tulisan orang lain ataupun mencomot berita di media arus utama.

Pun, dalam menulis, mereka tidak sekadar ngarep duit. Nyatanya, mereka tidak mendapatkan uang per tulisan seperti di beberapa media online kekinian yang menggaji 'kotributor lepas' selaku penulis. Jangan melihatnya di era Kompasiana menerapkan K-Rewards bagi penulisnya seperti sekarang. Pun, ketika dulu tulisan sekadar dimuat saja, setahu saya sejak dulu beliau-beliau ini sudah istiqomah menulis.

Tjiptadinata Effendi

Mustahil tidak memasukkan nama pak Tjiptadinata Effendi sebagai senior di Kompasiana yang wajib menjadi panutan dalam hal semangat menulis. Faktanya, beliau memang sudah berpredikat senior di Kompasiana. Pak Tjipta juga pernah terpilih sebagai Kompasianer of The Year 2014.

Bergabung di Kompasiana sejak 14 Oktober 2012, pak Tjipta yang kelahiran Padang, 21 Mei 1943 ini dikenal luas plus orang yang bersahabat. Dia hampir tidak pernah melewatkan hari tanpa menulis di Kompasiana sesuai moto nya: one day one article. Bahkan kadang bisa lebih. Pak Tjipta sudah menghasilkan 3761 tulisan. Wow.

Mayoritas tulisan pak Tjipta berkisah tentang cerita perjalanan, pengalaman tinggal di luar negeri, dan juga tulisan-tulisan yang menginspirasi. Seperti tulisan berjudul "Berani Berharap Harus Berani Menerima Tantangan" yang diposting kemarin .

Pada Mei 2016 silam, di ulang tahunnya yang ke-73 tahun, komunitas kutu buku membuat lomba menulis bertajuk mengapresiasi Sosok Tjiptadinata Effendi 73 tahun. Tulisan saya termasuk yang terpilih sebagai satu dari 10 pemenang.

Hendro Santoso

Pak Hendro Santoso atau yang dikenal luas dengan "Pak Hensa" juga salah satu senior yang layak jadi panutan di Kompasiana. Semangat menulisnya luar biasa. Setiap hari, selalu ada tulisan dari beliau. Selaras dengan predikatnya sebagai "Penjelajah", beliau juga rajin 'menjelajah' dan menjalin silaturrahmi dengan 'warga Kompasiana' lainnya di laman komentar tulisan-tulisan di Kompasiana.

Bergabung sejak 4 Mei 2012, pak Hensa sudah menghasilkan 539 tulisan. Mayoritas tulisannya tentang sepak bola nasional dan juga kompetisi sepak bola di Eropa. Tulisannya hampir selalu masuk "Pilihan", lalu "Artikel Utama" dan sering masuk "Nilai Tertinggi". Seperti tulisan ini.

Karena memiliki kesamaan passion menulis olahraga, hampir setiap hari kami bertukar komentar di postingan tulisan masing-masing. Dari komentar tersebut, mudah untuk tahu bahwa Pak Hensa ini punya wawasan olahraga yang mendalam dan juga update informasi olahraga terkini. Tidak hanya sepak bola, juga bulutangkis.

Lucunya, tidak jarang, mereka yang menulis komentar di tulisan saya, menyebut saya dengan "Kang Hensa" hehe. Mungkin tidak sadar, karena memang nama belakang kita sama ya pak: santoso.

Yang paling membuat saya hormat dengan pak Hensa adalah bagaimana beliau mendeskripsikan diri di profil. Pak Hensa menulis begini: "Seorang kakek, hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun". Narasi itu lebih dari cukup untuk menjelaskan, selain semangatnya luar biasa dalam menulis, Pak Hensa juga sosok yang membumi.

Mawan Sidarta

Dari kesemua senior ini, hanya pak Mawan Sidarta ini yang saya pernah bertemu langsung. Tepatnya ketika kami mengikuti kunjungan Kompasiana ke pabrik Ajinomoto di Mojokerto pada awal tahun 2017 silam. Pernah juga bertemu ketika beliau memotret acara budaya di Balai Kota Surabaya.

Bapak yang tinggal di Gresik dan memiliki satu anak ini bergabung di Kompasiana mulai 12 April 2013. Beliau sudah aktif di Kompasiana lebih dari 5,5 tahun dan sudah masuk kategori "Penjelajah". Selama itu, pak Mawan telah menghasilkan 651 artikel. Sebanyak 192 tulisan jadi headline dan 507 artikel masuk pilihan.

Mayoritas tulisannya merupakan tulisan hasil reportase on the spot berupa budaya, kuliner juga destinasi wisata. Selaras dengan narasi di profilnya "bukan reporter sembarang reporter tapi reporter Kompasianadotcom. Traveler berwarna".

Ke mana pak Mawan melangkah, pasti meninggalkan jejak berupa tulisan yang siap dinikmati. Dan saya tahu itu tidak mudah. Seperti tulisan terbarunya.

Yang paling saya suka dari pak Mawan ini, hal-hal sederhana yang bagi sebagian orang mungkin dianggap biasa saja, bisa dikemasnya menjadi tulisan yang 'gurih'. Contohnya wedang tape yang diulasnya menjadi tulisan seperti ini. Bahkan, sekadar makan di warung bakso (yang bukan sedang promosi) pun bisa dirupakannya dalam tulisannya.

Mugi-mugi (semoga), beliau para senior ini senantiasa sehat dan tetap setia  menulis untuk menyemangati dan menginspirasi yang lebih muda supaya tetap istiqomah menulis. Sebab, salah satu cara ampuh untuk menyemangati diri ketika sedang malas menulis adalah dengan melihat tulisan orang lain yang memang terbukti mampu memelihara kesetiaan dalam menulis. Itu bisa menjadi "jeweran" bagi kita. Barokallah. Salam hormat.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun