Mohon tunggu...
Habsul Nurhadi
Habsul Nurhadi Mohon Tunggu... Wartawan dan Konsultan -

Konsultan, mantan peneliti LP3ES Jakarta, mantan Tenaga Ahli Puskaji MPR-RI, yang juga Wartawan Kompeten Jenjang Utama Sertifikasi Dewan Pers 1513, tinggal di Kota Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

"Kode Etik Pegawai" Jangan Sampai Rugikan Pegawai

7 November 2015   05:47 Diperbarui: 7 November 2015   07:44 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Diklat Kepegawaian

Diklat pegawai - termasuk penetapan jenis diklatnya maupun siapa saja pesertanya - sesungguhnya merupakan tupoksi dari Sub Bagian Pengembangan Pegawai pada Bagian Kepegawaian. Sehingga oleh karenanya Bagian Kepegawaian tersebut harus secara aktif selalu memotret kondisi sumber daya manusia pegawai di seluruh lingkungan Sekretariat Jenderal MPR-RI, agar berhasil mendapatkan update informasi mengenai hal-hal apa saja yang perlu di-Diklat-kan untuk para pegawai.

Dengan demikian penyelenggaraan sesuatu Diklat di Sekretariat Jenderal MPR-RI bukanlah hanya ditujukan untuk pegawai-pegawai tertentu saja. Bahkan para unit kerja yang memerlukan adanya sesuatu Diklat tertentu untuk para stafnya, dapat secara terbuka mengajukan usulan penyelenggaraan Diklat tersebut kepada Biro Administrasi dan Pengawasan.
Contoh, terkait dengan penyelenggaraan Diklat Keprotokolan, Diklat Fotografer, Diklat Inventaris dan Pencatatan Barang Milik Negara, sesungguhnya berawal dari adanya usulan dari unit kerja terkait, yang kemudian direspons oleh unit pengembangan pegawai dengan melaksanakan Diklat-diklat tersebut.

Sebenarnya penyelenggaraan suatu Diklat tersebut tidak ada ketertutupan para pesertanya. Maksudnya, peserta Diklat tersebut adalah terbuka untuk semua pegawai, dan bukan terbatas khusus untuk pegawai-pegawai tertentu saja.

Pemahaman Pegawai Tentang Tunjangan Kinerja Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi itu adalah suatu keharusan, dimana pemberian tunjangan kinerja merupakan bagian dari reformasi birokrasi. Sehingga semua jajaran PNS di seluruh Indonesia, tidak terkecuali para pegawai di Sekretariat Jenderal MPR-RI, seharusnya mengetahui dan memahami seluk-beluk pelaksanaan reformasi birokrasi ini.

Berdasarkan ketentuan aturan lama, sebelum adanya ketentuan tentang pemberian tunjangan kinerja reformasi birokrasi ini, maka kepada para pegawai diberikan gaji dan tunjangan serta honor secara "halal", karena pemberian tunjangan dan/atau honor itu ada dasar hukum Surat Keputusannya, misalnya SK Sekretaris Jenderal MPR-RI. Misalnya saja sebagai anggota suatu Tim Kerja diberikan tunjangan tetap sebesar Rp 100 ribu per bulan, atau sebagai anggota suatu Panitia diberikan honor tidak tetap sebesar Rp 350 ribu. Meskipun penerbitan SK Tim Kerja atau SK Panitia tersebut tidak boleh "dikarang-karang", namun kemudian ditengarai, jumlah tunjangan dan honor ini secara nasional seringkali menjadi tidak terkontrol.

Oleh karenanya padawaktu sekarang, pemberian tunjangan dan honor secara "sektoral" tidak diperbolehkan lagi, atau jumlahnya sangat dibatasi, untuk kemudian digantikan dengan adanya pemberian tunjangan kinerja reformasi birokrasi. Pemberian tunjangan kinerja ini ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yang angka nominalnya ditetapkan berdasarkan jabatan dan grade jabatannya, misalnya jabatan eselon. Dengan adanya tunjangan kinerja ini, maka boleh dibilang sebagai tunjangan yang "halalan thoyiban", dikarenakan benar-benar sesuai dengan prestasi kinerja yang sudah dikerjakan, serta sesuai dengan kelas jabatannya.

Pemberlakuan kebijakan tunjangan kinerja reformasi birokrasi ini adalah suatu keharusan bagi Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah. Bahkan Sekretariat Jenderal MPR-RI bersama tiga Kementerian/Lembaga lainnya (yakni Radio Republik Indonesia, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, dan Sekretariat Jenderal DPD-RI) termasuk lembaga yang paling akhir diberikan tunjangan kinerja dari seluruh Kementerian/Lembaga yang ada.

Diakui oleh Aip Suherman, bahwa setelah diberlakukan kebijakan pemberian tunjangan kinerja reformasi birokrasi di Sekretariat Jenderal MPR-RI ini, maka bisa jadi take home pay para pegawai Sekretariat Jenderal MPR-RI akan mengalami penurunan, terkait dengan predikat "thoyiban" tadi. Misalnya, ketika seorang pegawai, sebelum diberlakukannya tunjangan kinerja reformasi birokrasi mendapatkan tunjangan Rp 100 ribu, tetapi setelah diberlakukan tunjangan kinerja hanya mendapatkan Rp 70 ribu, maka benar mengalami penurunan pendapatan, dikarenakan adanya pendapatan-pendapatan lain secara "sektoral" sudah tidak diperbolehkan lagi.

Dengan demikian, sekarang ini, harga jabatan adalah betul-betul dihargai. Jika sekiranya pada awalnya pendapatan setelah diberlakukan tunjangan kinerja reformasi birokrasi menjadi berkurang, maka hal itu sangat dimungkinkan terjadi. Tetapi pada tahap-tahap berikutnya, diyakini pendapatannya akan mengalami kenaikan kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun