Mohon tunggu...
Sosbud

Mengenal Dessy, Hafidz Quran Muda Penyayang Orang Tua

4 Agustus 2018   23:32 Diperbarui: 4 Agustus 2018   23:33 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi seorang penghafal Al Quran adalah sebuah prestasi yang membanggakan. Dalam hal ini, peran orangtua menjadi penting di balik kesuksesan seorang Hafidzoh, sebutan bagi perempuan penghafal Al Quran.

Kebanggaan itu yang kini dirasakan oleh Dessy Linda Setiawati. Perempuan yang tinggal di Jalan Denpasar Blok B5 No 10, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur ini mampu menghafal Al Quran saat usianya menginjak 18 tahun.

Putri pertama dari pasangan Imam Soeprapto dan Nur Aminah mengaku terinspirasi menjadi hafidz dari salah seorang pemilik pondok pesantren. Di usia kecil, Dessy mendapatkan pesan agar nanti bisa menjadi seperti ibunya yang juga sebagai Hafidzoh. "Biar nanti Dessy bisa seperti Ibu Dessy," pesannya.

Kedua orangtuanya pun mendukung penuh keinganan anaknya untuk menjadi Hafidz. "Allhamdulillah orangtua excited dan mendukung," jelas Dessy saat ditemui di Gedung H, Universitas Islam '45' Bekasi.

Perempuan kelahiran Demak, 28 Juli 1996 memulai menghafal Al Quran ketika masih duduk di bangku kelas empat Madrasah Ibtidaiyah (MI) Rohmatulloh Cokro Grabag Magelang. Ketika menginjak kelas enam, Dessy sudah mampu menghafal lima juz.

Selepas lulus MI, Dessy memutuskan untuk pindah pesantren di daerah Demak. Ia kembali melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.


Di pesantren itu, Dessy diharuskan kembali mengulang hafalannya dari awal. Memulai dari Iqro, Juz Amma, serta hafalan surat-surat pendek. "Dan untuk persyaratan mau boyong (keluar) pesantren harus simaa'an dulu 30 juz dimusholla pesantren. Biar dapat sanad dan syahadah (ijazah). Ini persyaratan khusus anak tahfidz," papar Dessy.

Setelah melewati itu, Dessy mulai masuk tahfidz saat di bangku kelas dua MTs. Dalam waktu empat setengah tahun, Dessy mampu menyelesaikan 30 juznya di kelas tiga Madrasah Aliyah Quran Bahasa dan IPA (MAQBA), Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. Kemudian Dessy melangsungkan wisuda tahfidznya pada 24 April 2015 silam.

Beragam prestasi pun telah diraihnya Diantaranya, Juara 1 MTQ umum cabang Fahmil Quran Tingkat Kabupaten tahun 2013 dan Juara terbaik 1 MTQ Umum cabang tahfidz 30 juz tingkat Kabupaten tahun 2015.

Bukan hal yang biasa untuk seorang perempuan yang baru duduk di sekolah dasar tetapi sudah pandai membaca dan menghafal Al Quran. Karakternya terbentuk sejak dini berkat asuhan kedua orangtuanya dan para guru-gurunya. Di usia mudanya, Dessy sudah mampu menjadi seorang hafidzhoh.

Perempuan yang usianya kini genap berusia 20 tahun ini tidak pernah membayangkan dirinya bisa menjadi hafidzhoh seperti sekarang. Bagi Dessy, dukungan orangtua merupakan motivasi penting dalam usahanya menghafal Al Quran.

"Dulu aku nggak pernah tau kenapa aku harus hafal Al Quran. Karena itu bukan kemauan yang pernah aku pikirkan sebelumnya, dan sebuah tuntutan dari orang tua. Orang tuaku memberi kebebasan untuk hal itu," ucapnya.

Dessy sadar, apa yang diraihnya kini tidak cukup untuk membalas apa yang sudah diberikan oleh kedua orangtuanya. Namun, yang membuatnya bisa menjadi sekarang ini adalah keinginan untuk memuliakan ayah dan ibunya.

"Makanya saat itu aku termotivasi sebuah hadits yang menyebutkan bahwa orang yang hafal Al Quran akan memberikan mahkota untuk kedua orang tuanya di akhirat kelak. Aku ingin memuliakan bapak dan ibu di akhirat nanti, makanya aku harus menyelesaikan hafalan Al Quran ketika itu," ungkap Dessy.

Perjalanan Dessy tidak sampai di situ, selepas melangsungkan wisuda tahfidznya di MAQBA Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak, dia pun bercita-cita untuk meneruskan kuliahnya di Universitas Indonesia. Jurusan Kedokteran menjadi pilihan Dessy saat itu. Akan tetapi, keinginan Dessy terhenti ketika dirinya tidak dinyatakan lolos sebagai mahasiwi kedokteran.

"Dulu Dessy udah coba daftar kuliah Fakultas Kedokteran di UI tiga kali, tapi hasilnya malah zonk," ucap Dessy.

Keinginan Dessy untuk menjadi dokter sudah ditanamkan sejak dirinya masih duduk di bangku MI. Saat itu, dia berharap apa yang diraihnya nanti dapat berguna bagi orang banyak.

"Dulu Dessy pengen banget jadi dokter. Terus nanti itu bisa punya rumah sakit sendiri yang khusus untuk orang-orang kurang mampu. Kasian banget liat orang-orang yang harusnya dapet pertolangan tapi ya karena gak ada uang akhirnya gak tertolong," jelas Dessy.

Semangatnya terus berlanjut, Dessy mendedikasikan dirinya di salah satu Yayasan Rumah Kasih Sayang Yatim. Bagi Dessy, kebaikan itu bisa didapatkan serta dilakukan dengan cara apa saja, asalakan tujuan itu baik.

"Saat itu Dessy bingung mau kuliah di mana. Terus ditawarin mengajar sama ngurusin yayasan dan kebetulan belum ada pengajarnya. Akhirnya Dessy bismillah aja lah ya, sama aja di yayasan juga intinya yang penting bermanfaat untuk orang lain," jelasnya

Yayasan Rumah Kasih Sayang Yatim, dikatakan Dessy dibangun sejak 2014 lalu. Yayasan ini, dikhususkan untuk anak yatim, piatu dan dhuafa. Lebih lanjut Dessy menjelaskan lokasi yayasan tersebut berada di Jl. Irida Barat No 24, Kavling Pinggir Rawa RT 02/03 Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur.

"Jadi kita memprioritaskan warga-warga sekitar sini. Seperti untuk pembayaran sekolah, atau keperluan lainnya anak-anak insyaAllah akan kami fasilitasi," paparnya.

Aktivitas Dessy sama seperti pada perempuan umumnya. Setiap hari ia bangun pukul setengah empat pagi. Biasanya, dikatakan Dessy untuk menunggu waktu subuh, ia menghabiskan waktunya untuk tadarus.

"Jam tiga atau setengah empat biasanya bangun. Tadarus sebentar minimal satu atau dua juz sambil nunggu subuh," jelas Dessy.

Selepas subuh, Dessy harus kembali melanjutkan aktivitasnya sebagai mahasiswi di perguruan tinggi swasta. Universitas Islam 45 Bekasi menjadi pijakannya. Selain berjarak dekat dari kediamannya, hal ini juga agar tidak mengganggu aktivitas kesehariannya sebagai salah satu pengurus sekaligus pengajar di yayasan.

Sebelum kuliah, Dessy mengharuskan terlebih dahulu membersihkan ruangan rumahnya. Selain itu, Dessy juga harus menyiapkan sarapan untuk kedua orangtuanya. Setelah semuanya selesai ia melanjutkan perjalanan menuju kampusnya.

Waktu perkuliahan, dikatakan Dessy dimulai sejak pukul 07.30 WIB. Hampir setiap Senin sampai Jumat ia menghabiskan waktunya sebagai mahasiswi pada umumnya. Selepas pulang kuliah, ia harus kembali lagi ke rumahnya untuk bersiap mengajar di yayasan.

"Biasanya pulang kuliah langsung pulang, kadang istirahat tidur. Karena setiap habis maghrib harus ngajar di yayasan," ungkap Dessy.

Di yayasan itu, Dessy memberikan materi pembelajaran dan kegiatan baca tulis Al Quran kepada anak-anak. Dalam proses pembelajarannya, anak-anak di yayasan diharuskan untuk menyetor hafalan surat-surat pendek.

"Jadi anak-anak di yayasan itu kita programin one day one ayat Khusus yang Al Quran. Kalau yang masih iqro ya fokus ke baca tulis Al Qurannya. Dan mereka harus setoran hafalan setiap habis maghrib. Kecuali hari minggu, karena malam minggu mereka libur," terangnya.

Hingga saat ini, dikatakan Dessy jumlah anak anak yang berada di yayasan mencapai ratusan. Meski demikian, Dessy sendiri tidak pernah merasa terbebani, justru menjadikan hal tersebut untuk tetap selalu bersyukur.

"Alhamdulillah di yayasan sekarang habis maghrib anak-anak yang ngaji dan belajar ada seratus anak," ungkapnya.

Selain kesibukannya sebagai pengajar, Dessy juga menghabiskan sebagian waktunya untuk mengajar les private di luar. Hal ini dilakukan terlepas dari aktivitas perkulihan dan kegiatannya di yayasan.

"Pulang kuliah biasanya, hari Rabu dan Jumat jam empat ngajar private di Perumahan Bekasi Permai. Biasanya yang diajarkan itu mengaji dan belajar bahasa arab," jelasnya.

Meskipun di tengah kesibukannya, Dessy tetap istiqamah dalam menjaga hafalan Al Quran. Menurutnya, aktivitas yang dijalani selama ini tidak mengganggu dirinya sebagai seorang tahfidz.

"Dengan menerapkan program seperti yang pas di pesantren di ajarin. Minimal one day one juz untuk muraja'ah. Hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab dengan keputusan yang Dessy ambil," terangnya.

Terakhir, perempuan yang kini tengah menempuh studi Ilmu Komunikasi di Unisma Bekasi ini berpesan kepada para generasi muda agar mampu menjadi pemimpin masa depan bangsanya. Pemuda, kata dia, harus tetap menanamkan nilai-nilai ibadah.

"Al Quran merupakan ruh serta zikir di muka bumi. Mau dibuat apa hidup kita kalau bukan untuk ibadah?," tutupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun