Mohon tunggu...
Haditya Endrakusuma
Haditya Endrakusuma Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Equilibrium

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menusantarakan Arab

23 Juni 2018   21:48 Diperbarui: 24 Juni 2018   04:15 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Aneh tapi nyata, saat menuduh kalangan lain sebagai kalangan yang anti madzhab karena menyelisihi pendapat mu'tamad, sementara untuk menjustifikasi khosois "Nusantara" maka boleh mengambil pendapat yg menyelisihi pendapat mu'tamad Madzhab. Nyata tapi aneh, saat Islam Nusantara itu boleh menyatakan diri bukan "Madzhab" sementara diwaktu yang sama untuk kalangan lain, pernyataan "bukan madzhab" itu harus di artikan "Madzhab" sempalan. Jikalau begitu, lantas dimana "bebas nilai" yg dimaksud itu?.

Saat kerja "tempel-salin" nuqilan al-Umm, Umdatu As-Salik, Safinatun Naja, Matan Abu Suja, dst dijadikan justifikasi "pandangan soal 'Urf" dengan style yg katanya sesuai kaidah "ilhaqul masail bi nazhairiha",  lantas kesimpulannya tersebut diklaim sebagai bagian dari Syafi'iyah, absurdnya saat justifikasi yang dibuat ternyata "tafarrud" dgn  "at-Tahqiq"-nya an-Nawawi maka kemudian dicarikan udzur khilafiyah dalam ber-Madzhab dengan menuqilkan perkataan al-Haitami.

Model argumen yang unik, menyelisihi kaidah ber-Madzhab sebab jelas al-Haitami sendiri dalam "Tuhfatu Al-Muhtaj" bekerja keras meneliti, menelaah, melakukan tahdzib, tanqih, tahrir derajat kitab asy-Syaikhan untuk mencari kitab yang paling mu'tamad sehingga menyimpulkan "at-Tahqiq"-nya an-Nawawi sebagai referensi paling mu'tamad dalam ber-Madzhab.

Saat Ibn Abbas r.a. (yang diriwayatkan oleh Al Bukhoriy) menjelaskan tentang "Kitab Purba" [QS Nuh : 23] yang bicara soal asal muasal Paganisme; muncul diawali dari pemuliaan orang-orang shalih era Nuh a.s. Kini, kaum Sophist Nusantara mengajarkan kembali logika generasi pagan itu dengan idiom; "Syirik tidak terletak pada benda, tapi pada apa yg kau pikirkan tentangnya". 

Dengan mantra itu, pemujaan berhala baik itu benda ataupun manusia dianggap syah karena hanya berfungsi sebagai perantara menuju "Rahmah" Tuhan..lama-kelamaan bisa jadi nantinya ada poster besar istighosah beribu manusia berbaju santri dengan latar tulisan; "Ngalap berkahnya Kyai Sadrakh, sang penggembala yang tercerahkan kasih Tuhan..."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun