Keputusan strategis Kerajaan Arab Saudi untuk menyetujui pembangunan Kampung Haji Indonesia (KHI) di sekitar Masjidil Haram menjadi tonggak bersejarah dalam relasi bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi. Di tengah kompleksitas geopolitik kawasan dan reformasi ekonomi domestik Arab Saudi pasca-Vision 2030, langkah ini mencerminkan kepercayaan tinggi Riyadh terhadap Indonesia sebagai mitra kunci dalam pembangunan ekonomi spiritual dan diplomasi umat Islam dunia.
Kampung Haji Indonesia, yang diprakarsai langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dan disampaikan kepada Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS), tidak hanya sebatas proyek hunian. Ia menjadi representasi strategis dari upaya Indonesia mengukuhkan kehadiran dan peran aktifnya dalam ekosistem pelayanan haji global. Tidak berlebihan jika proyek ini disebut sebagai diplomasi real estat keagamaan pertama yang berskala nasional.
Hal yang membuat proyek ini revolusioner adalah keputusan Kerajaan Saudi untuk merevisi Undang-Undang Kepemilikan Real Estat, khususnya di Makkah. Salah satu kota paling tertutup dalam urusan kepemilikan tanah oleh non-Saudi. Perubahan legislasi ini bukan sekadar administratif, melainkan refleksi dari keinginan Saudi membuka diri terhadap investasi strategis asing yang bernuansa religius.
Ketika diplomasi bertemu iman, hasilnya bukan sekadar perjanjian, melainkan warisan. Kampung Haji Indonesia bukan hanya kawasan, ia adalah bukti bahwa suara umat dari Nusantara mampu mengubah undang-undang di Tanah Suci.
Undang-undang baru itu memungkinkan individu, korporasi, bahkan entitas nirlaba dari luar Saudi untuk memiliki atau mengelola hak atas properti, seperti hak pakai (usufruct), hak sewa jangka panjang, dan bentuk kepemilikan terbatas lainnya. Namun, tetap dengan koridor kendali negara, baik lokasi, jenis properti, serta peruntukannya tetap diatur dengan ketat, terutama dalam zona-zona suci seperti Makkah dan Madinah.
Presiden Prabowo membuktikan kemampuannya melakukan diplomasi yang tidak hanya simbolik, tetapi berdampak langsung pada jutaan warga Indonesia yang menjadi jemaah haji setiap tahun. Pengajuan KHI ke Putra Mahkota MBS yang disambut dengan revisi regulasi properti di Saudi memperlihatkan peran baru Indonesia sebagai stakeholder aktif dalam arsitektur spiritual global Islam.
Danantara, badan pengelola investasi strategis nasional Indonesia, menjadi pelaksana utama proyek ini. Dipimpin oleh Rosan Perkasa Roeslani, Danantara telah menerima penawaran delapan plot lahan strategis dari pihak Saudi. Lokasinya berada sangat dekat dengan Masjidil Haram, menjadikan proyek ini sangat potensial sebagai ikon investasi Indonesia di luar negeri.
Proyek KHI juga memiliki dimensi ekonomi multinasional yang penting. Hadirnya infrastruktur pelayanan jamaah seperti hotel, klinik, pusat kuliner halal, pusat UMKM Indonesia, serta layanan edukasi dan spiritual, akan menciptakan rantai pasok dan nilai tambah yang saling menguntungkan antara dua negara.
Arab Saudi, di bawah visi progresif MBS, tengah bertransformasi dari negara pengekspor minyak menjadi episentrum pariwisata religi, keuangan Islam, dan teknologi hijau. Dalam konteks ini, keterlibatan Indonesia menjadi penting. KHI dapat menjadi prototipe bagaimana negara Muslim bisa menanamkan investasi religius sekaligus ekonomis secara bersamaan.
Kampung Haji Indonesia adalah jawaban terhadap berbagai persoalan tahunan yang dihadapi jemaah Indonesia, dari akomodasi mahal dan terpencar, hingga layanan yang tidak terintegrasi. Dengan adanya satu kawasan khusus yang dimiliki dan dikelola oleh entitas Indonesia, efisiensi biaya, kualitas layanan, dan keamanan jemaah bisa lebih terjamin.
Dari sisi hukum internasional dan kedaulatan, proyek ini membuka babak baru dalam isu kepemilikan lintas-negara di kawasan suci Islam. Indonesia menjadi negara pertama yang diberi keistimewaan semacam ini, menjadikan KHI bukan hanya kawasan fisik, tetapi simbol diplomasi yang memadukan iman, kebangsaan, dan investasi global.