Dalam pengambilan segala keputusan didasarkan pada suara terbanyak (voting) dalam parlemen. Diadakannya pemilu pada masa demokrasi ini, pemilu pada masa itu diikuti oleh banyak partai politik.Â
Banyaknya partai politik pada masa ini mencirikan demokrasi liberal, dimana setiap individu berhak menyalurkan aspirasinya melalui pendirian partai politik dengan persyaratan yang mudah.Â
Baca juga : Memurnikan Nilai-Nilai Pancasila pada Kaum Milenial di Era Globalisasi Budaya
Demokrasi ini berakhir semenjak dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959, dimana dalam dekrit tersebut dinyatakan bahwa Indonesia kembali pada UUD 1945. Sistem parlementer tidak berlaku dalam UUD 1945.Â
Selain itu demokrasi ini berakhir karena beberapa sebab diantaranya yaitu, banyak terjadi pemberontakan di berbagai wilayah Indonesia (PRRI, Permesta, G/30S-PKI, DI-TII), pembangunan menjadi tidak stabil karena seringnya terjadi pergantian kabinet, Konstituante gagal membentuk konstitusi baru, dan banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa ini.
Demokrasi Terpimpin
Keluarnya dekrit presiden pada 5 Juli 1959 untuk mengembalikan Indonesia pada UUD 1945 tidak sepenuhnya dilaksanakan. Dalam sidang Konstituante pada tahun 1957 presiden menyatakan pemberlakuan demokrasi terpimpin di Indonesia.Â
Adanya perwakilan rakyat dan sistem pemerintahan presidensil. MPRS dan DPAS tidak dibentuk dengan pemilu namun ditujukan secara langsung oleh presiden Soekarno.
Sesuai dengan UUD 1945, presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, para menteri bertanggungjawab kepada presiden.Â
Ciri yang khas pada demokrasi terpimpin di Indonesia ini adalah kekuasaan presiden yang tidak terbatas. Presiden menunjuk secara langsung anggota DPAS, MPRS, dan DPRS, sekaligus ketuanya.Â
Ketua lembaga negara ditunjuk sebagai menteri, sehingga secara tidak langsung presiden memiliki kekuasaan atas semua lembaga negara.