Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sekadar Narasi

28 Februari 2019   06:08 Diperbarui: 28 Februari 2019   06:49 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuharap kamu tidak membaca tulisan ini karena kamu pasti akan memakiku lagi. Meski kamu selalu memaki dalam hati, aku bisa mendengarnya pada debar dan deru napasnya. Aku tidak mau kamu sampai berdebar, berderu, dan bermaki hanya disebabkan oleh tulisan kurang bahkan tidak bermutu. Namun, jika ternyata tanpa sengaja kamu telanjur membaca tulisan ini, apa boleh buat sajalah.

Aku tidak akan menulis hal-hal bertema politik, kiat-kiat menulis, atau narasi bijak-bestari yang sekadar demi suatu citra yang dengan cepat menancap dalam benak pembaca, termasuk benakmu. Kalian justru lebih menguasai tema politik, perihal tulis-menulis, dan selalu bijak-bestari dalam tulisan, apalagi lisan. Aku sudah membaca sebagian tulisan kalian, dan berkesimpulan sementara.

Aku hanya ingin menulis hal yang tidak berguna. Sekadar narasi. Bukan narasi putih, kuning, uduk, goreng, dan lain-lain. Omong kosong. Menyia-nyiakan waktu. Padahal setiap matahari terbit adalah pesan yang bukan sekadar fajar, pagi, dan siang, lalu turun sebagai sore, senja, petang, hingga tenggelam menjadi malam untuk berbagi putaran sebutan. Kata orang, sih, matahari bukan sekadar putaran sebutan begitu.

Biarlah apa kata orang. Aku memunyai kata-kata sendiri. Kata orang atau kata kalian adalah bukan kepunyaanku. Tidak perlu semua kepunyaan wajib sama. Tidak perlu semua kepunyaan wajib disama-samakan. Tidak perlu keseragaman atau penyeragaman untuk kepunyaan.

Seragam hanya untuk anak sekolah, pegawai atau karyawan, kelompok-kelompok tertentu, dan seterusnya. Seragam hanya untuk memudahkan dalam pengenalan suatu identitas. Namun seragam tidak berlaku bagi pikiran setiap orang, bahkan orang kembar pun memunyai pikiran yang berbeda di antara mereka.    

Oleh karenanya, aku memunyai kata-kata sendiri, meski semua berawal dari kata-kata kepunyaan ibu hingga entah siapa saja. Tidak ada yang baru di bawah matahari dalam hal perkataan. Huruf atau angka pun bukan lagi menjadi kepunyaan siapa atau sekelompok siapa. Berarti, sebenarnya, aku tidak memunyai kata-kata sendiri.

Baiklah, kuakhiri saja setelah kusadari bahwasannya aku tidak memunyai kata-kata sendiri alias kata-kata kepunyaan orang lain. Tidak berguna kuteruskan. Sia-sia memang menuliskan hal semacam ini, apalagi kalau tanpa sengaja kamu membaca lalu berdebar, berderu, dan bermaki-maki. Makanya sejak awal kuharap tadi.

*******
Balikpapan, 28/02/2019    

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun