Dari ketiga kamus itu dapat disimpulkan bahwa "ambruk" berarti "roboh" atau "runtuh".
Gedung Ambruk
Dalam pengertian kamus tadi, "gedung ambruk" berarti "gedung roboh" atau "gedung runtuh". Sementara dalam pemahaman arsitektural, sebuah gedung bisa ambruk disebabkan oleh hal yang berkaitan mutlak dengan struktur atau konstruksinya.
Gedung yang berarti pula "bangunan berukuran besar", tentu saja, keambrukannya berkaitan dengan struktur atau konstruksi secara keseluruhan. Kalau hanya terjadi masalah struktural-konstruksional pada bagian depan atau samping kanan-kiri, berdasarkan kantor gubernur, tentulah akan mengalami ambruk pada bagian tertentu itu. Artinya, hanya sebagian.
Plafon Rusak Diterjang Angin Â
Plafon (langit-langit) bukanlah bagian dari struktur atau konstruksi bangunan, berdasarkan kasus kantor gubernur tadi. Elemen plafon terdiri dari rangka dan penutup (serta penyelesaiannya). Posisi plafon berada di luar dan dalam bangunan (gedung).
Pada foto dan isi berita tertulis "Plafon gedung yang dikerjakan PT Waskita Karya di jalan El Tari Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur ini rusak setelah diterjang angin...". Saya ambil intinya "Plafon gedung rusak setelah diterjang angin".
Yang paling mudah diterjang angin, tentu saja, plafon yang berada di luar bangunan (gedung). Dalam foto itu terlihat posisi puing plafon berada di luar bagian depan gedung kantor gubernur. Tidak ada puing struktural (beton), dinding, dan lain-lain.
Apakah ketika hanya kerusakan plafon luar bagian depan gedung lantas benar bahwa "gedung ambruk"?
Pars Pro Toto Berkonotasi Fatal
Judul yang sangat berlebihan, dan fatal, menurut saya sebagai arsitek. Sebagian kecil, bahkan sangat tidak struktural, malah ditulis "Baru Diresmikan, Gedung Kantor Gubernur Ambruk".