Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Alasan Saya Menolak Ketokohan DJA dalam Sastra Indonesia Mutakhir

24 Januari 2018   00:49 Diperbarui: 24 Januari 2018   12:52 2645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang, saya bukanlah siapa-siapa dalam sejarah sastra Indonesia serta obrolan kalangan sastrawan Indonesia. Latar pendidikan khusus saya adalah Teknik Arsitektur--bidang belajar (studi) yang lebih mengutamakan garis (gambar), khususnya bangunan, bukan aksara. Dan profesi saya adalah arsitek, bahkan bersertifikat resmi tingkat Madya.

Lantas, mengapa saya menolak ketokohan DJA dalam sastra Indonesia mutakhir? Apa urusan saya--sebagai arsitek--dengan DJA dan sastra Indonesia? Apakah karena saya sekadar ikut-ikutan sebagian kalangan sastrawan Indonesia yang sangat keras menolak DJA sejak terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (2014)?

Saya memiliki sikap sendiri, yang berkaitan dengan bidang belajar saya. Sementara sastra merupakan kelanjutan dari kegemaran saya dalam tulis-menulis, khususnya jurnalistik, sejak SMA dengan keterlibatan saya di majalah sekolah dan kuliah dengan keterlibatan saya di majalah tingkat fakultas (majalah mahasiswa Tenik) dan universitas (tabloid mahasiswa kampus).

Sikap saya sangat jelas sejak terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh itu, meskipun baru awal 2018 saya 'muntahkan' karena mendengar puisi esai prabayar alias proyek penulisan buku puisi esai di 34 provinsi Indonesia. Lagi-lagi, apa urusan seorang arsitek dengan buku berisi tokoh sastra Indonesia itu, sih?

Ada seorang tokoh arsitek yang namanya sangat dikenal oleh kalangan arsitek Indonesia, bahkan masuk daftar 10 Arsitek Terbaik Indonesia pada 2011. Arsitek tersebut lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, 6 Mei 1929, dan meninggal dunia di Jakarta pada 10 Februari 1999. Dua buku arsitekturnya yang terkenal, yaitu Wastucitra (1988), dan Fisika Bangunan (1980). Salah satu karya besarnya dalam penerapan ilmu arsitekturnya adalah kawasan Kali Code, Yogyakarta, dan diganjar penghargaan internasional, Aga Khan Award, pada 1992.

Yulius Bilyarta (Y.B.) Mangunwijaya atau juga Romo Mangun, begitulah namanya. Selain di bidang arsitektur, arsitek-rohaniwan-aktivis sosial ini pun juga dikenal di kalangan aktivis sosial dengan menyebutnya "Romo Kedung Ombo" di Sragen, Jawa Tengah, dan kalangan sastrawan Indonesia. Mendiang menghasilkan buku-buku, yang salah satunya, yaitu novel Burung-burung Manyar (1981), diganjar penghargaan sastra se-Asia Tenggara, Ramon Magsaysay, pada 1996.

Sedikit saja yang perlu saya tuliskan tentang Romo Mangun. Tetapi, betapa sangat saya sayangkan, mendiang sama sekali tidak termasuk dalam daftar 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, dan malah muncul nama DJA pada urutan ke-30.

Lengkapnya 33 tokoh itu adalah 1. Kwee Tek Hoay; 2. Marah Roesli; 3. Muhammad Yamin; 4. HAMKA; 5. Armijn Pane; 6. Sutan Takdir Alisjahbana; 7. Achdiat Karta Mihardja; 8. Amir Hamzah; 9. Trisno Sumardjo; 10. H.B. Jassin; 11. Idrus; 12. Mochtar Lubis; 13. Chairil Anwar; 14. Pramoedya Ananta Toer; 15. Iwan Simatupang; 16. Ajip Rosidi; 17. Taufik Ismail; 18. Rendra; 19. N.H. Dini; 20. Sapardi Djoko Damono; 21. Arief Budiman; 22. Arifin C. Noor; 23. Sutardji Calzoum Bachri; 24. Goenawan Mohammad; 25. Putu Wijaya; 26. Remy Sylado; 27. Abdul Hadi W.M.; 28. Emha Ainun Nadjib; 29. Afrizal Malna; 30. Denny J.A.; 31. Wowok Hesti Prabowo; 32. Ayu Utami; 33. Helvi Tiana Rosa. 

Apa hebatnya seorang DJA sampai bisa menjadi salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh? Apakah saya harus misuh (memaki) DJA beserta Tim 8 buku itu, yang memasukkan nama DJA, dan tidak peduli pada pencapaian seorang Romo Mangun?

Saya bandingkan juga, misalnya, dengan Seno Gumira Ajidarma (SGA) yang telah menginspirasi saya dalam tulis-menulis, khususnya menikmati senja dan kamar mandi, seorang DJA sama sekali tidak ada sekukunya SGA dalam pengaruh sastra. Atau dengan Kuntowijoyo yang melarang mencintai bunga-bunga, apalah DJA itu? Atau lagi, dengan Wiji Thukul dengan puisi Peringatan, tamatnya rezim Soeharto, dan entah di mana kini Wiji berada. Belum dengan Umbu Landu Paranggi, dan sastrawan-sastrawan lainnya, yang selalu menggetarkan para pemerhati sastra Indonesia.

DJA dan puisi esainya, apa hebatnya hingga menjadi salah seorang tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh? Puisi esai karya DJA tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kibaran sarung pacar kecilnya Joko Pinurbo. Atau, dengan puisi-puisi Aan Mansyur yang terkenal lewat film Ada Apa dengan Cinta #2. Lha, apa hebatnya DJA itu, sih?

Selain itu, ada lagi yang pernah terkenal tetapi kurang dikenal generasi milineal, yaitu Hilman Hariwijaya dengan serial Lupus-nya pada 1980-1990-an. Apalah seorang DJA jika dibandingkan Hilman, bukan? Jangan-jangan kini DJA malah kalah pamor jika dibandingkan dengan Tere Liye dalam tulis-menulis dan buku.

Sampai awal 2018 ini saya belum pernah membaca puisi esai DJA memiliki pengaruh (pengaruh positif, dan menggetarkan) di kalangan sastrawan. Yang ada hanya menggemparkan dengan gemuruh pisuhan (caci-makian) di Nusantara, karena ternyata ada mahar untuk para penganutnya! Aduhai, seperti orang-orang politik yang sedang ribut dengan mahar kontestasi Pilkada Serentak 2018 saja!

Demikian alasan saya menolak DJA, baik sebagai tokoh sastra berpengaruh maupun proyek berbayar yang bernama "Program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional" dengan Rp5 juta per puisi esai bagi kontributor melalui sebuah kontrak. Saya tidak perlu misuh karena saya tabah menghadapi situasi sastra Indonesia mutakhir semacam ini.

*******

Panggung Renung Balikpapan, 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun