Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketua DPR RI

18 November 2017   19:37 Diperbarui: 20 November 2017   09:46 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Associated Press

***  

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sepakat atau tidak, merupakan sebuah singgasana yang selalu menjadi sorotan masyarakat umum. Dan, sepakat atau tidak, dengan sebutan "wakil rakyat", dalam aspek formal secara konstitusional, baik pra maupun pasca amandemen Undang-undang Dasar 1945, suatu negara yang menganut trias politika-nya John Locke dan Montesquieu, "wakil rakyat" merupakan representasi dari rakyat.

Dengan kata lain sekaligus sesuai dengan struktur negara, posisi seorang ketua DPR setara dengan seorang presiden. Sementara aspek informal, sebutan itu pun tetap berlaku dalam tata pergaulan masyarakat umum.

Tidaklah janggal ketika ia berada di Amerika Serikat, tepatnya di Donald Trump Tower, New York, 13 September 2015, dalam suasana kampanye untuk pemilihan presiden di negara adidaya itu seorang kandidat pun menampilkan sosoknya sebagai bagian kampanye. "Ladies and Gentlemen, this is a very, an amazing man. He is, as you know, right, Speaker of the House of Indonesia. He's here to see me. Setya Novantno. One of the most powerful men and a great man and his whole group is here to see me today and we will do great things for the United States," ujarnya.

***

Sayangnya, pada saat bersamaan (sebagai wakil rakyat), sebagian masyarakat (rakyat) tidak menganggap seorang wakil rakyat merupakan representasi rakyat karena kasus-kasus atau pernyataan-pernyataan anggota wakil rakyat justru tidak mewakili aspirasi atau harapan rakyat. Kasus korupsi menjadi penyakit sosial paling serius karena sebagian wakil rakyat terlibat dan berhubungan langsung-mutlak dalam upaya pemakmuran bangsa. 

Beberapa kasus itu justru semakin menunjukkan bahwa kenyataan tidaklah sesuai dengan pernyataan, baik formal maupun informal. Kasus KTP elektronik pun sangat nyata berkaitan dengan kelanjutan seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa-bernegara secara legal-formal. Kenyataan yang juga masih marak adalah sebagian rakyat tidak juga mendapatkan status kewarganegaraannya secara legal-formal dalam wujud KTP.

Munculnya tulisan, minimal sekadar status, ataupun gambar sindiran (kartun opini, meme, dll.) di media sosial bukanlah hal yang janggal atau layak-tidak layak. Keramaiannya pun begitu kentara. Yang paling tidak diinginkan oleh banyak pihak, terlebih wibawa negara (Indonesia) meski hanya pada satu lembaga negara, adalah jika berdampak buruk, yaitu obyek olok-olok masyarakat umum, bahkan bertendensi sebagai musuh bersama (public enemy). Sungguh berlebihan, pastinya.   

Oleh karena itu, pasca-kecelakaan di kawasan Permata Hijau bermunculan tulisan dan gambar (meme, kartun opini, dll.) yang langsung maupun tidak langsung menjurus pada sosok seorang ketua DPR dalam iklim kebebasan berpendapat secara demokratis, sebaiknya bisa dijadikan sebagai bahan introspeksi para pejabat elit negara. Menjadi seorang pejabat penting, khususnya ketua DPR, dalam tata kelola negara bersama keberadaan pilar demokrasi ke-4 yakni media massa, tidaklah lagi terbebas atau tabu dari sorotan dan opini masyarakat luas sebagai sebuah konsekuensi logis.

Ya, lagi-lagi introspeksi. Introspeksi diri secara individu maupun sosial dalam tatanan sosial-politik bangsa dan kewibawaan negara. Menjadi ketua wakil rakyat tetapi belum mumpuni atau belum optimal berpihak kepada rakyat, tentunya, sebaiknya melakukan introspeksi serius. Mungkin lebih baik introspeksi yang berujung pada kesadaran diri daripada selalu tanpa kesadaran diri (tidak sadarkan diri alias pingsan).

*******

Kelapa Lima, Kupang, 18-11-2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun