Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Puan Jadilah "Puan"

12 September 2020   09:37 Diperbarui: 12 September 2020   09:33 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila, sumber: wikipedia (public domain)

Puan jadilah Puan, nama yang pantas disandang oleh seorang perempuan.  Tidak perlu menambahkan gelar puan, engkau sudah seorang puan.  Nama yang menandakan bahwa segala ucapan, perilaku semuanya tertata dan terukur sehingga tidak menimbulkan kegaduhan pada rakyat kebanyakan.  Di setiap kata yang terucap selalu ada maksud. Maksud itu sekarang menjadi bahan diskusi yang tiada henti.

Bisa kita saksikan di berbagai media.  "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila".  Berbagai tafsir atas ucapan Puan baik dari yang pro maupun kontra menambah panjang bangsa ini tersita energinya dengan hal-hal yang remah-remah dan tidak substantif.  Tulisan ini tidak akan membahas multi tafsir  yang terjadi.  Tetapi lebih kepada rasa khawatir pada masa depan bangsa ini.  Ketika para penerus pemimpin bangsa semakin jauh terjebak pada sikap pragmatis politik partai. 

Turunlah ke Bawah seperti Soekarno

Cobalah lepas kebesaran nama Soekarno di belakangmu.  Turun ke bawah menemukan persoalan-persoalan besar yang dihadapi bangsa ini.  Semua pemimpin besar adalah yang memahami persoalan yang dihadapi rakyat yang paling bawah.  Ketika bolos kuliah Soekarno bersepeda hingga ke Bandung Selatan dan bertemulah dengan Marhaen.  Kemudian menyadari persoalan besar rakyatnya yang memiliki alat produksi yang sangat terbatas. 

Lahir banyak quote dari Soekarno, "beri aku sepuluh pemuda maka aku akan mengguncang dunia", atau "Aku takkan membiarkan asing mengelola kekayaan Indonesia, lebih baik menunggu lahirnya para ahli dari Indonesia sehingga bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Indonesia".  Apakah pemikiran Soekarno ini sudah sesuai dengan kondisi saat ini?  Apakah UU Minerba lebih banyak menguntungkan Indonesia ataukah segelintir orang alias oligarki, hasil persekongkolan penguasa dan pengusaha?  Bagaimana juga dengan UU Omnibus Law?  Sudahkah berpihak pada rakyat kita?

Lepaskanlah nama Soekarno, lepaslah dari kungkungan "istana" dan orang-orang yang menyatakan Indonesia sedang baik-baik saja.  Jadilah Sidharta Gautama, lepas dari "istana" sehingga menyadari banyak orang miskin dan sakit di luar kemegahan istana, yang justru berusaha dijauhkan oleh ayahandanya.  Sapalah musuh-musuh politikmu yang berakal karena mereka sesungguhnya sahabat sejati, bukan yang ketakutan kehilangan jabatan dan kemapanan mereka.    Ingatlah betapa dekatnya kata "istana dan astana", semuanya akan kembali kepada keabadian. 

Menegakkan keadilan hukum paling berat adalah pada orang dekat.  Data tak bisa dibantah. Urutan partai yang paling banyak tertangkap tangan oleh KPK adalah partainya tempat Puan berada.  Inilah persoalan-persoalan yang di jaman sekarang dengan mudah diketahui.  Untungnya wong cilik masih terikat kuat pada kharisma Soekarno. Mereka pengikut setia.

Pada titik inilah masyarakat Minang yang memiliki literasi politik melek tidak tertarik dengan partai tempat Puan berada.  Tokoh-tokoh perjuangan yang berasal dari Tanah Minang adalah para tokoh yang memiliki andil besar dalam proses kemerdekaan Indonesia.  Seandainya Tan Malaka orang Jawa, apakah ia yang akan terpilih menjadi Presiden?  Mengingat dirinyalah yang menyatakan tidak bersedia bekerja sama dengan Jepang.  Penderitaan untuk Kemerdekaan Indonesia juga luar biasa, seperti yang ia tulis dalam buku "Dari Penjara ke Penjara". 

"Buku ini saya beri nama Dari Penjara ke Penjara. Memang saya rasa ada hubungannya antara penjara dengan kemerdekaan sejati. Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan diri-(nya) sendiri," tulis Tan Malaka memperkenalkan bukunya. Luar biasa bukan? Adakah pemimpin sekarang yang mau menderita demi rakyatnya atau hanya sekedar mempertahankan kemapanan?  Kita saat ini merasakan diatur oleh segentir elit yang memiliki uang dan kekuasaan.

Jangan Ingin Memerintah Jika Hanya Ingin Mengulang Masa Lalu,  Memerintahlah untuk Hari Ini dan Masa Depan 

Ingat RUU Haluan Ideologi Pancasila yang ramai menjadi polemik?  Bagi saya adalah sebuah kemunduran ketika kita kembali mempermasalahkan Pancasila yang sudah final.  Pancasila bukan hanya pemikiran Soekarno, ia adalah sumbangan para founding fathers bangsa ini.  Soekarno adalah sentralnya, tapi bukan segala-galanya.  Kita bersyukur punya Soekarno yang pintar, orasinya selalu memukau dan mempersatukan bangsa ini.  Tetapi menggali kembali untuk mejadikan Pancasila hanya sebagai pemikiran tunggal Soekarno adalah sebuah kegagalan berbangsa.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun