Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Proteksi Gereja dari Potensi Aliran Dana Korupsi dan Dana Pensiun Itu

26 Januari 2021   07:24 Diperbarui: 26 Januari 2021   07:47 2811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Mediaindonesia.com 

Awal tahun  2021  media sosial  sosial (medsos)  cukup ramai    menginformasikan agar  umat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)  memberikan   kontribusi dana untuk membayar dana pensiunan para pekerja di HKBP yang bermasalah  memenuhi kewajibannya sekitar   100 milyar rupiah.  

Tidak lama kemudian, medsos heboh karena  ephorus HKBP  (pimpinan HKBP)  menerima sumabangan mobil  yang cukup mewah dari  seorang pejabat yang  menurut berbagai informasi  tidak ada prestasi selama menjabat. Sumbangan  mobil itu lengkap dengan pelat khusus  BK 1 RBB. RBB adalah singkatan dari nama pimpinan HKBP.   

Pertanyaannya, jika pejabat itu terkait korupsi dan  di pengadilan ditanya aliran dana, bagimana jika disebut  salah satu aliran dana  itu adalah membeli mobil yang diberikan ke pimpinan HKBP itu?

Sekitar tahun 2000-an saya aktif   sebagai kontributor media Kristen dan media umum  nasional maupun lokal, bahkan bulletin-buletin gereja  saya mengisi rubrik  opini  dan salah satu yang saya sorotin adalah  kasus  suap anggota DPR yang menyumbang gereja.  Anggota DPR itu bersaksi di pengadilan tipikor  bahwa anggota DPR menyumbang  ke  salah satu gereja HKBP  di Depok.     

Kemudian, ketua pembangunan  HKBP  di Depok  mengatakan  bahwa uang itu status pinjaman. Mungkinkah?.  Apakah pernah gereja meminjam uang dari jemaat untuk membangun?.  Akhirnya, uang  RP 100 juta rupiah itu dikembalikan ke  pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Tahun 2000-an juga terjadi konflik  di HKBP Paledang Bogor karena   pimpinan pusat HKBP  menjual aset  berupa lahan puluhan milyar rupiah untuk dana pensiun. Ceritanya, lahan  bangunan  HKBP Paledang statusnya adalah  hibah dari seorang jemaat dengan perjanjian selama HKBP ada lahan itu bisa dipakai.  Dalam perjalananya Pemerintah Kota (Pemkot)  Bogor  memberikan lahan gereja ke HKBP dan lahan itulah yang dijual pimpinan pusat untuk dana.  Jemaat bertanya, mengapa lahan kami dijual pimpinan pusat?.

Ketika terjadi konflik di HKBP Paledang tahun 2000-an, saya wawancara dengan Pendeta HKBP  Silalahi tentang mengapa lahan pemberian pemerintah itu dijual?. Jawabnya pendeta itu adalah karena pemilik mau jual.  Singkat, padat dan jelas jawabnya.  Siapakah pemilik lahan gereja itu?. Bukankah lahan itu diberikan untuk  kebutuhan jemaat?

Menurut pendeta Silalahi yang saya kenal sejak  dari HKBP Sukajadi mengatakan  dalam aturan HKBP semua lahan milik HKBP  ditentukan oleh pimpinan pusat.  Walaupun aturan demikian, secara nurani  kita kan mengetahui bahwa pemerintah memberikan untuk kebutuhan jemaat  HKBP Bogor dan  mengapa dijual untuk dana pensiun?. Tidak ada jalan untuk mengumpulkan dana pensiun?.  Pendeta itu menjawab, "pokoknya pemilik mau jual, mau apa kita?".

Pimpinan Pusat  HKBP menjual lahan gereja pemberian  Pemkot dan dampaknya keturunan yang memberi hibah ke HKBP  Paledang meminta kembali tanah hibah yang diberikan orang tua mereka. Alasannya, kalau lahan pemberian Pemkot dijual, mengapa lahan  orang tua kami menjadi hibah?.   Pindah saja HKBP  Paledang ke lahan  yang telah diberikan Pemkot. Orang tua kami memberikan tanah hibah karena  HKBP tidak memiliki lahan. Ketika itu konflik makin dahsyat.

Jemaat HKBP Paledang Bogor umumnya menginginkan  lahan pemberian Pemkot  menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak jemaat.  Keti itu Tedy Irianto  anggota DPRD Kotamdaya Bogor dari Partai Damai Sejahtera (PDS)  memberikan solusi  dengan  cara   lebih murah sedikit dari harga jual tetapi kompensasinya bagi hasil karena akan dibangun mall dan tanah itu akan kembali ke HKBP setelah 20 tahun.  Jika dibangun mall  diberikan ruang kepada HKBP untuk menggunakannya seperti tempat kursus dan kegunaan lain. Intinya ada ruangan untuk digunakan HKBP. Seingatku  ketika itu  selisih harga tipis tetapi dipaksa jual dibandingkan tawaran Tedy  Irianto dengan sistem build-operate-transfer (BOT).

Pimpinan Pusat HKBP memaksakan menjual lahan HKBP pemberian Pemkot dan keturunan pemberi hibah memaksa tanahnya kembali. Akibatnya,  dana penjualan lahan itu dikirim ke dana pensiun dan  sisanya membayar tanah hibah.  Ketika muncul  isu  dana pensiun HKBP  diperingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  karena  madek memenuhi  kewajiban membayar maka saya teringat  akan kasus HKBP Paledang Bogor dan kemudian teringat lagi  kasus HKBP Depok 2 mengembalikan dana korupsi ke Tipikor.

Hampir 5 tahun lalu saya sudah komitmen tidak  ingin menulis tentang organisasi gereja dengan segala perilakunya karena takut kecewa dan tidak disukai.  Tetapi saya terpancing lagi menulis mengingatkan agar gereja  harus terdepan proteksi diri menghindari  kemungkinan  masuknya hasil korupsi ke gereja. Bagimana caranya?  Pertanyaan bagaimana caranya acapkali berakhir dengan debat tak bermakna padahal sangat mudah jika kita mau.

Pertanyaanya adalah apa susahnya pejabat gereja seperti ephorus menolak sumbangan mobil dari seorang pejabat atau pengusaha atau siapa saja?.  Apakah etis menolak?.  Supaya etis dan pasti maka perlu dibuat aturan  apa saja yang boleh diterima pejabat gereja dan organisasi gereja itu. Sumbangan dana kampanye politik saja dibatasi.  Pejabat Negara juga dibatasi  menerima sumbangan. Jika dana kampanye dibatasi dan pejabat dibatasi mengapa pejabat gereja dan organisasi gereja tidak dibatasi?.  Aturan itu membuat gereja dan  pejabat gereja memiliki alasan yang kuat. Secara moral tanpa aturanpun sangat baik pejabat gereja menolak.  Apalagi dari pejabat yang tidak memiliki prestasi bagi keadilan rakyat.

Mengapa  sejak  tahun 2000 an sejak dibentuk pengumpulan dana pensiun tersendat bahkan menghasilkan konflik yang menghasilkan luka jemaat?.  Pertanyaan ini serius. Bukankah semua program gereja harus membangun iman jemaat?.  Masa ada program gereja menghasilkan konflik yang melukai hati jemaat?. Mengapa program gereja  tidak menghasilkan sukacita?.  Sejak pertanyaan inilah saya berhenti bicara gereja sejak 5 tahun terkahir.

Lima tahun terkahir sejak berdiam diri  saya  menemukan pimpinan gereja kami yang 100 %  jemaatnya bersuka cita karena pelayanannya.  Gereja kami mempunyai klinik untuk mengobati  mereka yang tidak sanggup bayar.  Kemudian  selalu mengumumkan siapa di daerah terpencil yang akan dibantu.  Dokter di jemaat kami memberikan waktunya melayani mereka yang tidak sanggup bayar.  Di gereja kami tidak  ada isu yang menyangkut ketidakpercayaan.   Jemaat salin menopang untuk melayani dan pikiran pemimpin gereja dan jemaat untuk membangun. 

Dari pengalaman itu saya melihat kuncinya adalah  pemimpin gereja yang hatinya fokus melayani Tuhan.  Dengan demikian  jemaat bahu-membahu untuk pelayanan dengan sepenuh hati. Kemudian bijak menyikapi isi hati dan kebutuhan jemaat. Pimpinan gereja fokus  kepada kebutuhan jemaat bukan kepada kebutuhan pendeta.  

Fokus akan pelayanan Tuhan dan tegas  akan kebenaran mengajarkan jemaat mau belajar kepada Tuhan dan menjadi jemaat yang murah hati.  Jika jemaat menolak tanahnya dijual, jangan dipaksa. Sebab jika dipaksa, jemaat akau kecewa dan hatinya akan terluka. Hendaklah semua rencana dan program gereja  membangun iman jemaat.  Bukankah tugas pelayanan kita membangun iman jemaat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun