Pimpinan Pusat HKBP memaksakan menjual lahan HKBP pemberian Pemkot dan keturunan pemberi hibah memaksa tanahnya kembali. Akibatnya,  dana penjualan lahan itu dikirim ke dana pensiun dan  sisanya membayar tanah hibah.  Ketika muncul  isu  dana pensiun HKBP  diperingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  karena  madek memenuhi  kewajiban membayar maka saya teringat  akan kasus HKBP Paledang Bogor dan kemudian teringat lagi  kasus HKBP Depok 2 mengembalikan dana korupsi ke Tipikor.
Hampir 5 tahun lalu saya sudah komitmen tidak  ingin menulis tentang organisasi gereja dengan segala perilakunya karena takut kecewa dan tidak disukai.  Tetapi saya terpancing lagi menulis mengingatkan agar gereja  harus terdepan proteksi diri menghindari  kemungkinan  masuknya hasil korupsi ke gereja. Bagimana caranya?  Pertanyaan bagaimana caranya acapkali berakhir dengan debat tak bermakna padahal sangat mudah jika kita mau.
Pertanyaanya adalah apa susahnya pejabat gereja seperti ephorus menolak sumbangan mobil dari seorang pejabat atau pengusaha atau siapa saja?.  Apakah etis menolak?.  Supaya etis dan pasti maka perlu dibuat aturan  apa saja yang boleh diterima pejabat gereja dan organisasi gereja itu. Sumbangan dana kampanye politik saja dibatasi.  Pejabat Negara juga dibatasi  menerima sumbangan. Jika dana kampanye dibatasi dan pejabat dibatasi mengapa pejabat gereja dan organisasi gereja tidak dibatasi?.  Aturan itu membuat gereja dan  pejabat gereja memiliki alasan yang kuat. Secara moral tanpa aturanpun sangat baik pejabat gereja menolak.  Apalagi dari pejabat yang tidak memiliki prestasi bagi keadilan rakyat.
Mengapa  sejak  tahun 2000 an sejak dibentuk pengumpulan dana pensiun tersendat bahkan menghasilkan konflik yang menghasilkan luka jemaat?.  Pertanyaan ini serius. Bukankah semua program gereja harus membangun iman jemaat?.  Masa ada program gereja menghasilkan konflik yang melukai hati jemaat?. Mengapa program gereja  tidak menghasilkan sukacita?.  Sejak pertanyaan inilah saya berhenti bicara gereja sejak 5 tahun terkahir.
Lima tahun terkahir sejak berdiam diri  saya  menemukan pimpinan gereja kami yang 100 %  jemaatnya bersuka cita karena pelayanannya.  Gereja kami mempunyai klinik untuk mengobati  mereka yang tidak sanggup bayar.  Kemudian  selalu mengumumkan siapa di daerah terpencil yang akan dibantu.  Dokter di jemaat kami memberikan waktunya melayani mereka yang tidak sanggup bayar.  Di gereja kami tidak  ada isu yang menyangkut ketidakpercayaan.  Jemaat salin menopang untuk melayani dan pikiran pemimpin gereja dan jemaat untuk membangun.Â
Dari pengalaman itu saya melihat kuncinya adalah  pemimpin gereja yang hatinya fokus melayani Tuhan.  Dengan demikian  jemaat bahu-membahu untuk pelayanan dengan sepenuh hati. Kemudian bijak menyikapi isi hati dan kebutuhan jemaat. Pimpinan gereja fokus  kepada kebutuhan jemaat bukan kepada kebutuhan pendeta. Â
Fokus akan pelayanan Tuhan dan tegas  akan kebenaran mengajarkan jemaat mau belajar kepada Tuhan dan menjadi jemaat yang murah hati.  Jika jemaat menolak tanahnya dijual, jangan dipaksa. Sebab jika dipaksa, jemaat akau kecewa dan hatinya akan terluka. Hendaklah semua rencana dan program gereja  membangun iman jemaat.  Bukankah tugas pelayanan kita membangun iman jemaat?