Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Inilah 9 Tantangan Dana Pensiun di Balik Harmonisasi Program Pensiun

4 Maret 2024   09:03 Diperbarui: 5 Maret 2024   21:12 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Finansialku

Sebagai mandat dari UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pasal 189 ditegaskan bahwa pemerintah mengharmonisasikan seluruh Program Pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Harmonisasi ini, diantaranya mengatur tentang program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Karena itu, saat ini pemerintah sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang harmonisasi program pensiun, khususnya tingkat penghasilan yang dikenakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Targetnya, agar setiap pekerja saat pensiun dapat meningkatkan manfaat pensiun yang diterimanya nanti.

Kenapa harmonisasi program pensiun diperlukan? Kita sama-sama tahu, sudah 30 tahun program pensiun diatur sejak tahun 1992. Namun kondisi aktual saat ini adalah 1) kepesertaan rendah (pekerja formal kurang dari 40%, pekerja informal kurang dari 1%), 2) manfaat yang diterima rendah, rata-rata setara 10% dari penghasilan terakhir, 3) terlalu mudah menarik dana di usia muda, 4) ketahanan dananya terbatas, 5) dana jangka panjang sedikit, dan 6) kebijakan investasi belum optimal. Maka melalui harmonisasi program pensiun, diharapkan nantinya 1) kepesertaan program pensiun menjadi tinggi, 2) manfaat pensiun yang diterima layak (40% dari penghasilan terakhir, sesuai rekomendasi ILO), 3) sebagian besar dana hanya dapat diambil saat berhenti bekerja, 4) ketahanan dana yang kokoh, 5) tersedianya dana jangka panjang dalam jumlah yang besar, dan 6) kebijakan investasi yang optimal. Jadi, harmonisasi program pensiun memang sangat ideal.

Sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini, tanpa interpretasi lain. Karena bersifat tambahan, rencananya program pensiun tambahan yang bersifat wajib nantinya akan diselenggarakan oleh Dana Pensiun, baik Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) atau Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan tetap fokus pada program pensiun yang bersifat wajib seperti JHT dan JP sebagai bagian sistem jaminan sosial nasional. Mungkin soal penyelenggara ini "tidak lagi" perlu diperdebatkan bila tidak mau disebut "harga mati". Namanya juga program pensiun tambahan, maka penyelenggaranya bukan lembaga wajib.

Namun begitu, di balik harmonisasi program pensiun, setidaknya industri dana pensiun dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Menurut Pak Steven Tanner, dalam catatan analisisnya, dana pensiun harus bergerak dan menyiapkan apapun yang perlu disiapkan. Dana pensiun, baik DPLK maupun DPPK harus mulai mempersiapkan diri untuk menyongsong hadirnya kebijakan harmonisasi program pensiun. Setidaknya ada 9 (sembilan) tantangan di depan mata yang harus diantisipasi terkait harmonisasi program pensiun, khususnya program pensiun tambahan bersifat wajib adalah sebagai berikut:

1. Mengubah cara pandang tentang program pensiun kompensasi pascakerja (DKPK) yang nantinya akan diwajibkan ke program wajib Jaminan Pensiun (JP) dan atau Jaminan hari Tua (JHT) pada level penghasilan tertentu.

2. Kecanggihan sistem teknologi untuk mengakomodasi kepesertaan program pensiun tambahan bersifat wajib khusus "di atas penghasilan tertentu" yang ditetapkan. Karena iuran program pensiun, ada yang disetor ke BPJS TK ada yang ke dana pensiun pada level penghasilan tertentu yang ditetapkan. Digitalisasi program pensiun menjadi sangat diperlukan untuk hal ini.

3. Kesiapan sumber daya manusia untuk memberikan pelayanan dan pemahaman yang baik dan benar tentang program pensiun tambahan bersifat wajjib. Bagaimana menjelaskan program ini kepada publik, kepada pemberi kerja?

4. Kemampuan mengoptimalkan investasi, baik penempatan ke instrumen investasi yang ada, pengelolaan selama diinvestasikan, dan imbal hasil investasi yang diperoleh peserta.

5. Optimalisasi layanan kepada peserta dan pemberi kerja, untuk mengetahui akumulasi dana yang tercatat dan kemudahan untuk mencairkan manfaat pensiunnya.

6. Mau diapakan pekerja mandiri atau pekerja informal yang belum ter-cover melalui program pensiun tambahan yang bersifat wajib? Apakah mereka dilihat sebagai potensi atau bukan potensi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun