Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Semua Hidupmu Terkait Kebijakan Politik

30 Oktober 2020   06:15 Diperbarui: 30 Oktober 2020   06:49 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: makassar.terkini.id 

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak tanggal 9 Desember 2020 tugasnya adalah memilih pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik akan mampu memenuhi kebutuhan rakyat dengan baik. 

Selama ini apakah kita tidak memiliki pemimpin yang baik? Apa yang terjadi selama ini sehingga rakyat sulit bangkit dari berbagai kesulitan? Apa persoalan selama ini  sehingga  kesulitan dan ketidakberdayaan rakyat selalu berulang?

Andaikan pemimpin itu  berpihak kepada rakyat maka dipastikan rakyat itu akan sejahtera. Pertanyaanya adalah pakah pembangunan itu berdasarkan kebutuhan rakyat atau diciptakan program untuk kepentingan pemimpin? Jumlah dana  yang terbatas  dari Anggaran  Pendapatan Belanja Daerah (APBD)  prioritasnya untuk kebutuhan rakyat yang mendesak atau untuk kolega Bupati atau Walikota? Prioritas kepentingan bersama Bupati/Walikota dengan anggota DPRD? Jika dijawab dengan jujur maka ketemulah jawabnya.

Mengapa para ilmuwan, aktivis  atau komunitas yang berasal dari  suatu daerah  tidak nyambung bekerjasama dengan pemerintahan? Mengapa perusahaan swasta pusing menyalurkan dana sosial (CSR) ke daerah? Jawabanya adalah acapkali pegawai pemerintahan yang harus dilayani. Sejatinya pegawai pemerintahan daerah yang mencari  ilmuwan, aktivis, CSR untuk memenuhi  kekurangan dana untuk mengerjakan program kebutuhan rakyat. Pemerintah Daerah (Pemda)  fokus menghabiskan APBD saja. Itupun sering tersanjung uang komisi.

Jika aparat pemerintah masih senang dengan uang komisi, maka sampai kapanpun daerah itu akan merana. Bandingkan jika paradigmanya Pemda menginventarisasi masalah kebutuhan rakyat yang mendesak dan rencana pembangunan jangka panjang dengan baik  kemudian mengalokasikan dana  secara jujur dan melibatkan berbagai komponen untuk membangun maka hasilnya akan berbeda.

Fakta  yang terjadi adalah  APBD minimal bahkan kurang, itupun banyak berlomba atau berebut untuk mendapatkan dana komisi. Jika perilaku ini terjadi maka tidak mungkin pembangunan berjalan dengan baik.  Dampaknya adalah kericuhan yang berkelanjuitan. Apalagi jika perilaku ini ditindaklanjuti aparat hukum, aktivis, dan berbagai pihak yang nakal, maka sempurnalah penderitaan rakyat. Persoalan berputarputar yang berakibat saling menyakiti. Beberapa waktu lalu jaksa di tangkap di Riau karena memeras puluhan kepala sekolah terkait dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Suburnya wartawan bodrek atau kini disebut wartawan silaturahmi  dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memantau kesalahan  pejabat dan ujungnya "berdamai" disuatu daerah merupakan ciri daerah yang masih kumuh. Andaikana pemerintahan dikelola dengan baik, maka secara otomatis wartawan bodrek atau wartawan silaturahmi dan LSM  yang ujungnya "damai"  secara otomatis berhenti atau mati. Sebab mereka bisa tegas  dan informasipun terbuka.

Andaikan pemimpin di daerah niatnya baik untuk membangun daerah, maka kita sangat mudah mengakses data. Data yang mudah diakses akan dianalisis banyak orang seperti ilmuwan, aktivis, pemerhati lingkungan, sosial dan berbagai kalangan. 

Analisis itu akan memunculkan ide dan gagasan yang hebat untuk dikontribusikan ke suatu daerah. Peluang itulah yang sejatinya dimanfaatkan pemerintah untuk menerima masukan-masukan dari publik. Jika pemerintahan  tertutup, maka sulit publik mengakses data. Karena data sulit diakses maka gagasan pun tidak akan muncul.

Masyarakat banyak yang peduli Danau Toba seperti masyarakat yang berada di perantauan. Jika ditanya secara jujur mengapa masyarakatnya banyak yang tidak sejahtera karena pertanian belum mendapat sentuhan teknologi maka  di satu sisi  jawabannya adalah Pemkab belum memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik untuk mengelola pemerintahan dengan baik. 

Di sisi lain banyak masyarakat kawasan Danau Kendala pertama adalah perantau tidak percaya dengan pemerintah daerah akan kejujuran. Kendala kedua para perantau memiliki ilmu pengetahuan tetapi tidak memiliki dana untuk mengimplementasikan keilmuwannya. Keilmuwan itu bisa saja diimplementasikan dengan dana APBD apabila isu itu kebutuhan rakyat yang mendesak.  Isu seperti ketersediaan air bersih, tekonologi pangan, pengelolaan sampah,  sistem pengelolaan keuangan dan lain sebagainya.

Sejatinya Bupati atau Walikota menginventarisasi sejumlah gagasan mereka yang peduli kemudian menginventarisasi lembaga-lembaga yang mungkin bisa membantu. Pemimpin harus mampu melakukan sinkronisasi seluruh  kebutuhan rakyat yang mendesak, lembaga atau perorangan yang dapat membantu, sumber-sumber keungan yang bisa membantu. Jika sikap serba terbuka maka kebutuhan dan jawaban akan sinkron.

Posisi kita sekarang adalah banyak Bupati atau Walikota maupun Gubernur anti kritik. Pemimpin kita tidak memiliki kapasitas mendengar kritik dan belum mampu membedakan kritik yang baik dan tidak baik. Kemudian ditambah sulitnya mengakui sebuah kesalahan. Akibatnya, konflik dan derbat kusir publik. Pemimpin yang nihil kapabilitas dibela mereka yang mendapat kua atau proyek dari pemimpin. Konflik dan debat kusir yang sesungguhnya inti persoalannya adalah pemimpin tidak memiliki kapasitas dan jauh dari sikap melayani.

Pilkada 9 Desember 2020 sudah dekat, karena itu waktunya kita memilih pemimpin yang memiliki kapasitas dan semangat melayani. Jika tidak, persoalan kita selalu itu itu saja berulang. Kita lelah dan  debat kusir tanpa makna. Padahal, kita ingin sama-sama sejahtera. Kesejahteran akan terwujud jika pemimpin bijak, rendah hati dan mau melayani. Sebaliknya, kita merana jika pemimpin arogan dan sibuk membela diri. Sejatinya pemimpin yang melayani yang selalu membuka diri. Jika masih menutup diri maka raung-ruang gelap itu  berdampak kemiskinan yang berkelanjutan.

Pendapat yang mengatakan bahwa siapaun Bupatinya, siapapun Walikotanya, siapapun Gubernurnya tidak mengubah hidup gua adalah kekeliruan yang besar. 

Jika Walikota/Bupati atau Gubernurmu memberikan kebijakan gratis anakmu sekolah dan anakmu kuliah dengan kemiskinanmu maka kesuksesan anakmu membuatmu bisa naik haji, memiliki rumah, dukungan usaha atau seluruh aktivitasmu. Kita harus sadar bahwa hidup kita diatur oleh kebijakan politik, termasuk jaminan sosialmu. Harga sembako, kebutuhan obat dan pakaian pun diatur oleh kebijakan politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun