Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Endorsement, Kemutakhiran Alat Politik Masa Kini

18 Oktober 2020   07:20 Diperbarui: 20 Oktober 2020   10:33 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dukungan ketika kampanye. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Idealnya pemimpin itu adalah seorang tokoh masyarakat. Seorang tokoh masyarakat masa lalunya memiliki kesan dan dampak yang luar biasa kepada keluarga, kolega dan jasanya kepada umum. 

Dampak dan jasanya itulah sejatinya ditulis sebagai kesaksian ketika kampanye oleh keluarga, kolega, tetangga, tokoh masyarakat lain yang mengenalnya sebagai bukti integritas, kapasitas, kepedulian dalam hal sederhana maupun besar, kepekaan sosial, jiwa kebangsaan, dan semua kontribusinya dituliskan dalam bentuk endorsement.

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah 9 Desember 2020 saya belum melihat Paslon yang menuliskan kesaksian (endorsement) sebagai alat bantu kampanye. Padahal kesaksian itu sangat dahsyat untuk memengaruhi pemilih. 

Kesaksian itu dapat berasal dari tokoh politik seperti ketua Partai Politik (Parpol), pengamat politik, aktivis, pengamat ekonomi, pengamat sosial, pengamat lingkungan, pengamat pendidikan, pengusaha, artis, guru, petani, pedagang, anak yatim, penggiat pariwisata dan berbagai elemen dari masyarakat.

Isi kesaksian itu adalah kesan atau opini masyarakat yang mengenalnya. Tokoh agama juga boleh memberikan kesaksian kepada kandidat.

Isi kesaksian tokoh agama itu adalah tentang kejujuran, kepedulian, keteraturan beribadah, kesalehan dan kenangan tokoh agama itu kepada kandidat. Tokoh agama itu bisa menuliskan kesan kepada kandidat sejak mengenalnya dan komitmen apa yang dimilki kandiadat selama dikenalnya.

Jika kandidat petahana, maka isi kesaksian yang paling baik adalah cerita bawahan birokrat selama dia memimpin. Hal ini akan sulit, karena posisi Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh berpolitik.

Sebetulnya boleh saja jika yang disaksikan adalah kesaksian seorang petahana yang tidak mau korupsi dalam hal kecil maupun besar. Dalam konteks inilah kita belum merdeka. 

Kesaksian yang paling mendidik sebetulnya dari ASN di daerah maupun pusat soal perilaku petahana. Mereka yang paling objektif memberikan kesaksian tentang kejujuran, integritas petahana selama memimpin.

Kesaksian bisa saja dianggap sebagai pencitraan tetapi jika kesaksian itu diambil dari orang yang memiliki integritas, kejujuran dan komitmennya telah teruji kepada keadilan masyarakat, maka makna pencitraan akan berubah menjadi simpati.

Kesaksian yang didapatkan dari tokoh sekelas almarhum Gusdur (pernah berinteraksi atau sering berdiskusi), Syafii Maarif, dan tokoh tokoh berpengaruh sangatlah penting.

Penting karena pemilih yang mengidolakan yang memberikan kesaksian kemungkinan akan memilihnya. Seseorang memberikan kesaksian mempertaruhkan konsekuensinya kesaksiannya. Seorang yang berintegritas tidak mudah memberikan kesaksian.

Kesaksian tidak harus dari orang terkenal, bisa saja dari seorang pemulung. Pemulung bisa saja meyaksiakan kebaikan kandidat. Kesaksian pemulung akan mempengaruhi pemilih yang aktif dalam kegiatan sosial.

Kesaksian dari artis juga bisa karena mempengaruhi pemilih pemula yang senang dengan artis yang memberikan kesaksian. Kesaksian ahli filsafat diperlukan oleh pemilih terpelajar.

Tokoh agama sangat mempengaruhi memberikan kesaksian karena menyangkut integritas, kesalehan dan kepedulian, dan komitmen terhadap kegiatan keagaaman, kepedulian sosial dan komitmen kebangsaan.

Kesaksian tokoh agama itu bisa dilakukan. Tetapi, jika tokoh agama itu digunakan untuk kampanye di mimbar atau kegiatan keagaaman tidak diperbolehkan aturan. Sebab, mimbar keagamaan tidak boleh digunakan untuk kampanye.

Kesaksian orang lain terhadap kita merupakan potret hidup kita. Dalam kesaksian itu ada unsur subjektif tetapi mereka atau tokoh yang memberikan kesaksian mempertaruhkan nama baik mereka. 

Kesaksian dari orang-orang terpinggirkan dan orang-orang yang merasakan kebaikan kita merupakan potret wujud cinta dan komitmen kita kepada manusia untuk memiliki kemandirian.

Dalam rangka mengumpulkan kesaksian ini membutuhkan tim kreatif. Ditulis dengan bahasa rakyat yang membumi dan disebarkan. Model kampanye ini sangat efektif, apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19.

Dalam kondisi sekarang, isu yang muncul adalah isu yang berasal dari pihak kandidat lain. Jangan heran jika isu yang muncul adalah nama wanita yang diduga selingkuhan, tudingan korupsi, kekerasan, rencana penyalahgunaan mimbar agama untuk kampanye. 

Ketika saya amati isu dalam Pilkada, isu yang muncul adalah isu negatif yang sama sekali tidak memiliki unsur Pendidikan politik. Apakah isu yang muncul merupakan potert para kandidat atau tidak adanya tim kampanye kreatif untuk membangun isu yang sekaligus proses Pendidikan politik?

Melihat isu yang muncul dan komentar terhadap isu yang muncul maka sulit memberikan gambaran akan masa depan rakyat yang cerah. Isu yang muncul dan menyikapi isu yang muncul merupakan potret kita Bersama. Jika melihat isu yang muncul dan cara menyikapi isu, maka demokrasi kita masih sangat jauh dari yang diharapkan.

Kita harus menyadari bahwa membangun dimulai dari isu dan cara menyikapi isu. Sejatinya, kita fokus kepada isu yang mendesak bagi kebutuhan rakyat dan bagaimana cara menyelesaikan kebutuhan rakyat itu.

Jika jujur, kita memang sulit menemukan kandidat yang jujur, berintegritas, kapabilitas dan akseptabilitas yang baik. Sebab, dalam realitanya biaya politik belum berasal dari partisipasi rakyat. 

Biaya politik berasal dari pribadi dan beberapa pemilik uang. Sementara orang yang menghabiskan waktunya membangun kapasitas dan integritas cenderung lupa akan pentingnya uang dalam pertarungan politik.

Membangun integritas, kapasitas dan biaya politik yang tinggi tidak sinkron. Tidak sinkronnya kapasitas, integritas denga isi tas maka umumnya yang kandidat masih didominasi pemilik uang.

Di masa yang akan datang perlu dipikirkan bahwa biaya kampanye harus berasal dari partisipasi rakyat agar muncul pemimpin yang berintegritas, kapasitas dan mampu objektif. Jika kandidat didanai pribadi dan beberapa kelompok yang berkepentingan bisnis maka jika terpilih sulit mengambil kebijakan secara objektif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun