Mohon tunggu...
Guntur Widyanto
Guntur Widyanto Mohon Tunggu... Lainnya - #MembumikanImigrasi

Immigration Analyst | Communication Lecturer | Gratitude is pure happiness. Happiness is sure perfection.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyediaan Akses Informasi bagi Kelompok Difabel sebagai Upaya Pemenuhan HAM

24 Januari 2021   22:35 Diperbarui: 24 Januari 2021   22:42 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sementara itu, riset yang dilakukan oleh Ari Zuntriana (2011), mengklasifikasikan kelompok difabel ke dalam lima kategori, yaitu tuna netra (keterbatasan pada indra penglihatan) dan tuna daksa (keterbatasan pada anggota gerak). Kemudian, tuna rungu (keterbatasan pada indra pendegaran), tuna wicara (keterbatasan dalam berbicara), serta tuna grahita (keterbatasan mental). 

Direktorat Jenderal Imigrasi, selaku lembaga pemerintahan yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum dan HAM, sudah selayaknya untuk berkomitmen menyediakan berbagai fasilitas maupun sarana penunjang yang diperlukan untuk dapat memudahkan kelompok difabel dalam mengakses informasi yang diberikan. Bahkan, menurut hemat penulis, hal ini juga harus dapat diterapkan di seluruh satuan kerja (satker) yang berada di wilayah Indonesia. 

Saat ini, sejumlah satker tercatat telah menyediakan sarana penunjang untuk memudahkan kelompok difabel dalam mengakses informasi keimigrasian. Diantaranya, penyediaan buku panduan permohonan paspor dengan menggunakan huruf braille oleh Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kediri, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Jakarta Barat, Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Tangerang serta sejumlah satker lainnya. Namun, hal ini dinilai belum cukup bila tidak adanya kesadaran secara kolektif mengenai pentingnya penyediaan fasilitas penunjang bagi kelompok difabel untuk mengakses pelbagai informasi keimigrasian di seluruh Kantor Imigrasi di Indonesia. 

Hal lain yang dapat dilakukan yaitu dengan menyediakan sarana berupa ruang/pojok informasi khusus bagi kelompok difabel. Dalam ruang/pojok informasi tersebut dapat disediakan berbagai fasilitas penunjang seperti alat bantu dengar (hearing aid), buku panduan informasi keimigrasian dalam bentuk audio digital atau dicetak dengan menggunakan huruf braille. 

Selain menyiapkan sarana dan fasilitas penunjang, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pegawai juga harus ditingkatkan. Untuk itu, Direktorat Jenderal Imigrasi dapat memberikan pelatihan secara daring terhadap seluruh pegawai yang berada di satuan kerja terkait penggunaan bahasa isyarat. Sehingga, setiap pegawai dapat memberikan pelayanan informasi terhadap kelompok difabel yang datang ke kantor imigrasi untuk mengurus dokumen keimigrasiannya. 

Untuk meningkatkan semangat bagi setiap satuan kerja dalam rangka memenuhi sarana dan fasilitas tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi dapat memberikan penghargaan kepada setiap satker yang telah berhasil merealisasikan penyediaan akses informasi bagi kelompok difabel. Sehingga, diharapkan dapat mendorong satker lainnya untuk segera turut melengkapi pelbagai sarana dan fasilitas yang diperlukan, agar pemenuhan aspek HAM terhadap kelompok difabel dapat terwujud.

Referensi

Utami, Wasta Nadia. 2015. Gelap dalam Gemerlap: Gelapnya Akses Informasi bagi Difabel dalam Gemerlap Era Digitalisasi. Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Ahmad Dahlan; 

Zuntriana, Ari. 2011. Hak Atas Informasi bagi Difabel. Ponorogo: Jurnal Pustakaloka STAIN. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun