Mohon tunggu...
Kaffafirjha adyantara
Kaffafirjha adyantara Mohon Tunggu... content creator

hobi bermain bola

Selanjutnya

Tutup

Worklife

kolong jembatan

17 September 2025   13:43 Diperbarui: 17 September 2025   13:43 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah gemerlap kota yang penuh dengan gedung pencakar langit, masih banyak orang yang hidup dalam keterbatasan. Salah satu potret nyata kehidupan tersebut dapat terlihat pada mereka yang tinggal di kolong jembatan. Tempat yang seharusnya hanya menjadi jalur penopang kendaraan, kini berubah menjadi "rumah" darurat bagi sebagian orang yang tidak memiliki tempat tinggal layak.

Bagi seseorang yang tinggal di kolong jembatan, setiap hari adalah perjuangan. Suara bising kendaraan yang tak pernah berhenti, debu, dan udara yang tercemar sudah menjadi bagian dari keseharian. Atap mereka hanyalah beton dingin, dindingnya berupa terpal atau papan bekas, dan lantai tempat mereka beristirahat adalah tanah keras atau semen yang berdebu.

Meski dalam keterbatasan, kehidupan tetap berjalan. Di pagi hari, sebagian dari mereka berusaha mencari nafkah dengan menjadi pemulung, buruh kasar, pengamen, atau pedagang kecil. Hasil yang diperoleh mungkin tidak seberapa, tetapi cukup untuk membeli makanan seadanya. Malam hari, mereka kembali ke kolong jembatan dengan tubuh lelah, berharap bisa beristirahat walau dalam kondisi yang jauh dari kata nyaman.

Tinggal di kolong jembatan juga berarti hidup dalam ketidakpastian. Ancaman penggusuran, penyakit akibat lingkungan yang tidak sehat, hingga rasa aman yang minim selalu menghantui. Namun, di balik itu semua, masih ada semangat untuk bertahan hidup. Banyak dari mereka yang tetap memelihara harapan agar suatu saat bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dan tempat tinggal yang lebih layak.

Fenomena ini menjadi pengingat bahwa masih ada banyak orang di sekitar kita yang membutuhkan perhatian. Kehidupan di kolong jembatan bukanlah pilihan, melainkan keadaan yang memaksa. Sebagai masyarakat, kepedulian dan empati sangat dibutuhkan agar mereka yang terlupakan tetap bisa merasakan arti kemanusiaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun