Malam Pertama di Alam Barzakh
Oleh Gunoto Saparie
Tanah masih basah. Cacing-cacing belum sempat kembali ke liang. Di atas pusara, bunga-bunga kenanga dan mawar berserakan seperti kenangan. Sisa-sisa suara doa para pelayat menggema samar, seperti gema adzan di lembah sunyi. Senja pun telah berganti malam.
Gunawan terbaring. Wajahnya pucat pasi, tangan kaku, tubuh ditelan kafan. Tetapi entah dari mana, dari dalam tulang-tulang yang dingin itu, sebuah kesadaran perlahan bangkit, merambat, menjerit.
"Wahai, ini di mana?" gumamnya. Suaranya menggema, namun tak menyentuh apa pun.
Gelap. Tidak ada waktu. Tidak ada udara. Hanya denyut sunyi yang seperti napas entitas tak kasat mata.
Tiba-tiba bumi berguncang. Tanah membuka diri seperti rahim, dan dua sosok turun dari kegelapan. Mereka tinggi, bersayap, wajah seperti malam tanpa bulan. Cahaya memancar dari mata mereka, bukan cahaya terang, tetapi cahaya yang menusuk, menyayat sampai ke niat.
Gunawan menggigil. Ia tahu, ini bukan mimpi. Ini bukan juga dunia. Ini---ya, ini---barzakh. Alam perantara. Alam penghakiman.
Dua malaikat itu berdiri tegak di hadapannya. Munkar dan Nakir. Tak memperkenalkan diri, tetapi Gunawan tahu. Ruh tahu.
Malaikat pertama bertanya, suaranya seperti batu digesekkan ke baja:
"Siapakah Tuhanmu?"